Selasa, 22 November 2011

Ku Temukan Penggantinya last part

Hari ini pertengahan November, malam harinya hujan turun dengan sangat lebatnya membasahi bumi. Tak kalah hebatnya suara petir yang bersahut-sahutan. Beberapa jam kemudian hujan mulai reda dan suara petir menghilang, seiring berhentinya hujan lebat. Yang tersisa hanya rintih air hujan.


Ini sudah lewat tengah malam kira-kira pukul 1 dini hari waktu setempat. Oik sudah tak bisa tidur nyenyak semenjak hujan turun beberapa jam yang lalu, ia berusaha memejamkan matanya dan mencari posisi yang nyaman untuk tidur. Tapi tetap saja semua posisi tak nyaman menurutnya. Sementara Cakka tertidur lelap, suara hujan dan guntur beberapa waktu lalu tak menggoyahkan tidurnya.
“Cakka…”Oik berusaha membangunkan suaminya itu. Namun Cakka tak juga bangun.


Akhirnya ia segera bangun dari tempat tidurnya, perutnya mules sekali dengan jalan perlahan Oik segera menuju toilet. Rasa mules itu hilang dan timbul begitu saja, Oik sudah tak tahan dengan ketidak nyamanan itu.
“Auhhhh….”rintih Oik sambil terus berjalan perlahan mendekati tempat tidurnya lagi.
Cakka segera terbangun karena mendengar suara Oik barusan, ia segera mendekati istrinya itu.


“Kamu kenapa Ik?”tanya Cakka panik saat melihat Oik meringis kesakitan.
“Perut aku daritadi mules terus, sepertinya mau melahirkan nih Kka. Apalagi anak ini nendang-nendang terus”jelas Oik sambil memegangi perutnya.
“Sebaiknya kita langsung kerumah sakit sekarang”Cakka menuntun Oik menuju mobilnya, dan segera tanjap gas menuju rumah sakit.

Karena terburu-buru tadi Cakka maupun Oik tidak sempet menyiapkan segala sesuatu yang perlu dibawa kerumah sakit seperti perlengkapan bayi. Bahkan Cakka saja masih mengenakan celana pendek dan kaos t-shirt. Yang sempet dibawa hanya Hp dan dompetnya saja.


Ini masih jam 2 pagi semua klinik bersalin tutup pastinya, kecuali jika langsung ke rumah sakit yang memang buka 24 jam. Anaknya ini sangat merepotkan padahal masih didalam kandungan gimana kalau sudah lahir?.


“Ik kamu tahan ya, bentar lagi kita sampai rumah sakit”kata Cakka menguatkan Oik saat mobilnya berhenti dilampu merah. Oik tak menjawab, ia hanya merintih menahan sakit.

^^^

Cakka duduk di ruangan bersalin, tangannya sibuk memencet tombol di Hpnya berusaha menghubungi ibu mertuanya itu untuk segera datang ke Jogja. Dan juga menghubungi kedua orang tuanya yang lagi di Batam.


Dan ibu mertuanya itu baru bisa datang besok, Cakka ingin kembali pulang mengambil perlengkapan yang di butuhkan Oik dan anaknya nanti. Baru saja dia hendak melangkah namun tiba-tiba saja perutnya terasa sakit.


“Arghhh….”rintih Cakka sambil meremas perut, ia pun berjalan menuju toilet karena perutnya mules sekali.
Setelah kembali dari toilet rasa sakit itu belum juga hilang, Cakka segera menelpon pembantu di rumahnya untuk datang kerumah sakit dan membawa perlengkapan untuk Oik dan anaknya karena tadi terburu-buru dan belum sempat mempersiapkan.
Setengah jam kemudian pembantunya datang. Membawa tas yang isinya perlengkapan yang di minta Cakka, ponselnya berdering ada telpon dari Mamanya.
“Hallo, Ma”.
“Iya, belum lah ini juga lagi nunggu”.
“Iya…iya, ok. Udah dulu ya Ma nanti aku kabari”Cakka segera menutup sambungan telpon dengan Mamanya.

Setelah beberapa jam menunggu, terdengar suara tangisan bayi memecah kesunyian rumah sakit, waktu menunjukkan hampir subuh. Pintu ruang bersalin terbuka lalu keluarlah seorang suster sambil menggendong bayi, Cakka segera menghampiri, rasa sakit di perutnya tadi sudah berangsur menghilang.
“Selamat ya mas, bayi nya lahir dengan selamat dan normal. Jenis kelaminnya cowok”jelas suster tersebut sambil menyerahkan bayi itu di gendongan Cakka.
“Terima kasih suster”kata Cakka senang, karena anak yang sudah dinantikannya telah lahir. Sebenarnya Cakka ingin sekali anak pertamanya ini cewek tapi jika lahir cowok ya apa mau dikata. Mau cewek ataupun cowok anak itu adalah anugerah tuhan.


Cakka membelai pipi bayinya yang masih merah itu, kemudian mencium keningnya. Ia pun memasuki ruang rawat dan segera menghampiri Oik yang terbaring lemas, kemudian duduk disamping tempat tidurnya.
“Lihat Ik, wajahnya sangat mirip denganku. Hanya saja pipinya sepertimu temben sih, begitu pula matanya”kata Cakka saat mengamati setiap inchi wajah bayinya.
“Jelaslah Kka, dia kan cowok. Lucu sekali kan kalau dia mirip aku, kamu ini bagaimana sih”jawab Oik, meskipun fisiknya masih lemas namun dia masih tetap bisa bercanda.
Cakka terkekeh. “Hehehe iya juga sih”.
“Jadi siapa nama yang cocok untuk dia?”.
“Gimana kalau nama depannya kita ambil dari nama tengah ku dan nama belakangmu. Ramadlani dan Kawekas jadinya Raka. Gimana?”usul Cakka, Oik berfikir sejenak.
“Boleh juga itu, lalu terusannya?”tanya Oik lagi, Cakka berfikir sejenak.
“Duh susah, kamu saja deh Ik yang lanjutin”ucap Cakka pasrah.
“Kamu gimana si Kka, masa ngasih nama anak sendiri saja tidak bisa”gerutu Oik, ia berfikir sejenak untuk nama anaknya.
“Hmm…gimana kalau Raka Andreas Raynaldi Nuraga, panggilannya Aga”akhirnya Oik menemukkan sebuah nama untuk bayinya itu.
“Andreas? Raynaldi? Bagus juga itu namanya, kamu ambil dari nama siapa?”tanya Cakka.
“Itu nama aku ambil dari nama personil SIB, Debo dan Ray ehehehe. Jadi kamu setuju kalau namanya itu tadi”jelas Oik sambil meminta persetujuan suaminya itu, Cakka mengangguk yang artinya setuju.


Cakka menyerahkan Aga di gendongan Oik, agar Oik bisa memberikannya ASI. Setelah selesai
“Aku mau tidur dulu, Kka”kata Oik yang terlihat masih lemas, kemudian menyerahkan kembali Aga ke gendongan Cakka.
“Iya istirahatlah, kelihatannya kamu lelah”kini Cakka beralih duduk di sofa.

Hujan turun lagi dengan deras, udara dingin mulai menerobos masuk melalui ventilasi jendela. Meskipun AC ruangan sudah di matikan namun dingin masih terasa. Cakka mempererat pelukannya ke Aga, memberikan rasa nyaman dan hangat kepada anaknya itu mengingat udara cukup dingin.
Cakka mengambil Hpnya yang tergeletak di pinggirnya, memencet nomor di kontak dan segera menghubungi Mamanya. Awalnya tidak ada jawaban, namun Cakka menghubungi kembali panggilan kelima baru di angkat.
“Ah…lama sekali sih Ma, angkatnya”omel Cakka.
“Aku cuman mau kasih kabar, kalau anak aku sudah lahir ma, cowok”Cakka menjelaskan.
“Mamanya Oik sih datangnya besok pagi mungkin”.
“Oke, nanti aku kirim”ucap Cakka mengakhiri sambungan telpon dengan mamanya. Meletakkan ponselnya kembali.

Sekali lagi Cakka memperhatikan wajah anaknya itu, sangat mengemaskan sekali. Ia mencubit pipinya yang chubby itu secara perlahan sambil sesekali mencium keningnya. Cakka jadi teringat kembali, jika saja waktu itu Oik tidak mengalami pendarahan yang membuat salah satu janinya gugur. Mungkin saat ini dia bisa menggendong dua bayi sekaligus, pasti lucu sekali.

^^^

Hujan masih rintik-rintik, rasanya agak malas jika melakukan aktivitas di tambah lagi ini hari minggu, dimana semua orang libur kerja. Oik terbangun dari tidurnya disampingnya sudah ada Mamanya, Oik tersenyum.
“Ma, kapan datangnya?”tanya Oik kemudian merubah posisinya menjadi duduk.
“Tadi Ik, sekitar jam lima lah”jelas mama Winda, Oik melihat mamanya sedang menggendong Aga.
“Cakka dimana, ma?”tanya Oik.

“Itu sedang tidur, kayaknya dia kelelahan Ik”mama Winda menunjuk sofa, dilihat suaminya yang tidur pulas di sofa itu. Oik segera turun dari ranjang sambil membawa selimut, ia sudah kuat berjalan kembali meskipun pelan-pelan. Oik menghampirinya, menyelimutkan kain itu ke tubuh Cakka membelai rambutnya yang agak berantakan itu dengan perlahan.


“Mama senang banget lho, Ik. Akhirnya kamu dapat suami seperti Cakka”kata mama Winda ikut senang.
“Iya ma!!!”.
“Setidaknya dia lebih baik dan bertanggung jawab dari pada Alvin itu”.

“Ma, jangan bahas dia lagi dong. Oik masih sakit hati dengan Alvin, yang sudah mengambil Lani”Oik agak kesal saat mama Winda membicarakan mantan suaminya itu.
“Kamu tidak boleh gitu Ik, justru kamu harus memperbaiki hubunganmu dengan Alvin demi Lani biarpun kalian bukan suami istri lagi”mama Winda menasehati anaknya itu.

“Tapi Oik tidak tau kabar Lani sekarang gimana”.
“Makanya kamu harus balik ke Jakarta untuk mencari tau keadaan Lani, lagipula dia masih membutuhkan mu. Mengingat usianya masih balita”saran mama Winda.
“Aku balik ke Jakarta jika Aga udah besar ma, lagian kasian dia kalau jika di ajak berpergian sekarang. Aku yakin Alvin bisa kok mengurus Lani”.



Mama Winda menyerahkan Aga ke gendongan Oik. “Sejak tadi Aga tenang dan nggak rewel”.
“Aku rasa juga gitu ma”Oik memperhatikan setiap detail wajah Aga, suara hujan dan percakapan bundanya dengan oma nya barusan tak mengusik tidur lelapnya.
“Mungkin saja dia mewarisi sifat ayahnya itu”Oik mengalihkan pandangannya ke sofa, mama Winda mengikuti.
“Hahaha kamu ini ada-ada saja Ik”mama Winda tertawa kecil mendengar penuturan Oik.
“Beneran kok ma, lihat saja sendiri Cakka kalau tidur biarpun ada suaru berisik dia tidak terusik kok” Oik bercanda dengan mamanya, tanpa terasa matahari sudah mulai tinggi.



Jam menunjukkan pukul 8 pagi cuaca cukup dingin karena matahari masih bersembunyi dibalik awan sehingga tak bisa menghangatkan bumi. Hujan sudah mulai reda kabut pagi masih menyelimuti sudut-sudut kota Jogja, langit masih mendung.


Cakka menggeliatkan tubuhnya meregangkan otot-ototnya yang kaku itu gara-gara tidur di sofa badannya jadi sakit semua, kemudian menghampiri Oik yang sedang asyik nonton berita kebetulan di kamarnya ada televisinya.

“Eh Kka kamu sudah bangun rupanya!!!”kata Oik, Cakka segera duduk disampingnya.
“Mama mana Ik?”tanya Cakka yang tak melihat ibu mertuanya itu.
“Mama pulang untuk menyiapkan segala sesuatu jika nanti kita pulang ke rumah, seperti kamar tidur Aga”Oik menjelaskan. “Terus Aga?”tanyanya lagi.
“Suster sedang memandikannya”Oik kemudian mengambil rantang yang ada di meja, dan membukanya satu per satu.
“Sebaiknya kamu sarapan dulu ya, tadi mama udah belikan ini makanan buat sarapan kamu”jelas Oik sambil mempersiapakan sarapan untuk suami tercintanya itu.
“Bentaran deh Ik, aku masih ngantuk nih”kata Cakka manja sambil merebahkan kepalanya dibahu Oik.
“Sekarang tidak boleh males gitu ah…nanti aku dimarahi mama kalau kamu sakit”.

Cakka dan Oik sedang bahagia karena kehadiran Aga kini. Di tempat lain diwaktu yang sama sepasang kekasih sedang bahagia duduk di pelaminan, sekarang ini mereka resmi menjadi suami istri. Ya Alvin Jonathan Sindunata dengan Sivia Azizah sedang menyelenggarakan acara pernikahan mereka. Sudah tak tampak kesedihan di wajah Alvin yang baru beberapa bulan lalu kehilangan istrinya.

Tampak juga Lani dan Zahra yang ikut bahagia, mereka berdua sedang asyik menghabiskan pudding bersama.

Alvin memulai lembaran hidup baru bersama kedua putrinya dari ibu yang berbeda dan dengan Sivia tentunya. Kini ia harus merubah sikapnya yang kasar dan keras itu mengingat kedua putrinya kini sudah mulai beranjak dewasa nantinya.

Hari-hari yang dilalui Oik kini semakin indah dan menyenangkan bersama Aga dan Cakka tentunya.

Epilog

Kini Aga sudah berusia 4 tahun. Malam harinya Oik sudah mengajaknya belajar.
“Mulai besok kamu sudah masuk TK, jadi kamu harus banyak belajar supaya apa?”kata Oik kepada Aga setelah anaknya itu selesai belajar.
“Supaya pintar dong, bunda”jawab Aga, yang sudah lancar berbicara bahkan mengucapkan kata R dan S, dia sudah bisa.
“Hahaha…betul sekali, anak bunda pintar sekarang ini”kata Oik sambil mengacak-acak rambut anaknya
“Ya sudah kamu sekarang tidur ya”suruh Oik. Aga segera menuju kamar, sementara Oik membereskan buku-buku.

Aga tidak segera menuju kamarnya melainkan dikamar disebelahnya, membuka handle pintu dan masuk ke kamar menghampiri Cakka yang sedang asyik memainkan Hpnya.
“Ayah…”panggil Aga mendekati Cakka, kemudian naik ke kasur duduk disebelah ayahnya itu.
“Kamu sudah selesai belajarnya?”tanya Cakka memastikan.
“Sudah dong, sekarang bunda menyuruhku tidur. Biar nanti pagi tidak kesiangan bangunnya”jelas Aga dengan tingkahnya yang lucu, membuat Cakka gemas.
“Ya sudah sekarang Aga tidur ya”Aga malah merebahkan tubuhnya disamping Cakka.
“Kok tidur disini? Tidur di kamar kamu sendiri dong”tegur Cakka.
“Tidak mau, Aga mau tidur disini bareng sama Ayah”jelasnya. “Ya nanti bunda kamu tidur dimana?”.
“Biar bunda tidur sendiri, kan bunda sudah besar masa tidur sama ayah terus sih”balas Aga yang sudah mulai bisa membantah omongan Cakka.
“Tapi kan bunda, istrinya ayah. Jadi ya bunda tidurnya sama ayah dong, lagian kamu udah gede harus berani tidur sendiri”Aga tak kehabisan akal agar bisa tidur bersama ayahnya.
“Hmm…gimana kalau kita tidur bertiga saja”Aga memberikan usul.
“Tidak. Mendingan kita tidur dikamar kamu saja, biar bunda tidur disini”kata Cakka akhirnya, jika nanti Aga tidur bersamanya sudah pasti ia tak bisa leluasa bermesraan dengan Oik diatas ranjang.
“Setuju”kata Aga dengan wajah berseri, mereka berdua segera menuju kamar disebelahnya. Jika sudah tertidur lelap nanti Cakka akan pindah ke kamarnya sendiri.

^^^

Keesokan harinya Oik sedang bersiap-siap mengantarkan Aga kesekolahnya. Kini Oik berada diruang makan menikmati sarapan pagi ini bersama suami dan anaknya.
“Nanti kamu tidak usah bawa mobil sendiri kalau ngantar Aga, bareng aku saja. Kebetulan nanti aku pulangnya siang kok”jelas Cakka setelah selesai makan. Oik hanya mengangguk
“Asyik, berarti nanti sepulang aku dari sekolah. Kita jalan-jalan yah”kata Aga girang, jika yang mengantar jemput ayahnya pasti dia bisa meminta kemanapun sesukanya. Tapi jika Oik yang mengantar pasti Oik enggan jalan-jalan.
“Sipp…nanti siang kita ke jalan-jalan, kemanapun sesukamu”Cakka menyanggupi.
Setelah selesai makan ketiga Nuraga itu segera menuju sekolah, yang tidak terlalu jauh dari perumahan mereka.
“Ik, aku berangkat dulu ya”pamit Cakka, setelah mereka sampai didepan gerbang sekolah.
“Ok…hati-hati ya”ucap Oik sambil mencium tangan Cakka. Kini Cakka beralih ke Aga, ia sedikit berjongkok.
“Ayah berangkat kerja dulu ya, kamu sekolah yang rajin supaya pintar dan jangan bandel ok. Biar tidak dimarahi sama bunda”pesan Cakka kepada anaknya itu sembari berpamitan.
“Ya…”jawabnya singkat, ketika Cakka hendak berdiri. Aga memanggilanya lagi.
“Ayah…ayah…”panggil Aga sembari menunjuk-nunjuk pipinya yang artisnya sebelum Cakka pergi dia harus menciumnya terlebih dahulu. Cakka mengerti ia merendahkan badanya sedikit agar bisa mencium pipi anaknya itu.
“Masa gitu saja bisa lupa”omel Aga.
“Maaf habisnya ayah sudah buru-buru sayang”Cakka menjelaskan. Oik segera menegurnya.
“Aga waktunya kita masuk sudah setengah delapan ini, nanti dimarahi ibu guru kalau telat masuknya”Oik melerai kemesraan ayah dan anak itu.

Aga segera menggandeng tangan Oik untuk memasuki kelas, tangan kanannya melambai kearah ayahnya, setelah Oik dan Aga menghilang dari pandangannya Cakka segera memasuki mobilnya.

Karena masih TK, maka Oik mendampingi Aga saat proses pembelajaran didalam kelas. Mulai dari menyanyi, menggambar dan mewarnai. Ya bisa dikatakan Oik sekolah TK lagi, untunglah Aga sudah bisa melakukan itu semua sendiri tanpa bantuan Oik. Teman-temannya masih banyak dibantu sama ibunya.

^^^
Setelah pulang dari sekolahnya Oik dan Aga serta Cakka jalan-jalan di Amplas Jogja, menghabiskan waktu mereka bersama-sama sampai sore menjelang. Mulai shopping, makan, nonton film di bioskop.

Kini Oik sudah menemukkan pengantinya Lani dan Alvin. Namun kenangannya bersama Alvin dan Lani akan tetap hidup didalam hatinya, entah kapan dia bisa bertemu dengan anak pertamanya itu.

Senin, 07 November 2011

Ku Temukan Penggantinya 3

Baru 2 bulan tinggal di Jogja Oik sudah mulai terbiasa hidup tanpa Lani, rasanya udah kaya beberapa tahun. Dan orang tua Cakka terutama mamanya, sikapnya sudah tidak sedingin dulu. Malah kebalikannya perhatian ke Oik, mungkin karena saat ini ia sedang mengandung anaknya Cakka yang berarti cucunya juga.

Hari ini kedua mertuanya itu, papa Jo dan mama Uci sedang mengemasi pakaiannya ke dalam koper. Katanya beliau hari ini akan ke Batam karena urusan pekerjaan yang tidak bisa ditunda untuk 5 bulan kedepan, rasanya berat sekali meninggalkan anak dan menantunya itu, dan sebentar lagi cucunya itu akan lahir.

“Ya. Kenapa selama itu sih Ma”ucap Cakka saat mama Uci sudah selesai mengemasi seluruh pakaian yang dibutuhkan.
“Mau gimana lagi Cakka, pekerjaan ini tidak bisa di tunda lagi. Sebenarnya mama juga berat ke Batam, apalagi cucu mama sebentar lagi kan lahir”jelas mama Uci.
“Nah maka dari itu berangkatnya kalau anak aku udah lahir saja”saran Cakka penuh harapan.
“Tidak bisa di tunda lagipula ini demi perusahaan kita. Lagian tidak masalah kalau mama yang pergi daripada kamu”mama Uci mencoba menyakinkan Cakka. Oik hanya tersenyum di ambang pintu melihat suaminya sedang berusaha merayu ibu mertuanya itu agar tidak pergi.
“Nanti aku hanya berdua saja dengan Oik dong”.
“Ya nanti kamu kan bisa suruh ibu mertua kamu datang kesini, jika kalian kesepian”saran mama Uci.
“Ah mama tidak perlu khawatir kami bisa kok jaga diri. Lagian saatnya bagi kami hidup mandiri”Oik segera menghampiri mereka.
“Tuh Oik saja sanggup kok, lagian kamu harus belajar mandiri”mama Uci segera melihat arloji ditangannya. “Ya sudah jam 10 mama harus segera berangkat ke bandara karena jam 11 nanti pesawatnya segera berangkat”.
“Jaga diri kalian baik-baik ya”ucap papa Jo sebelum berangkat.
“Aisshhh…papa tidak usah khawatir lagipula kami sudah dewasa, dan sebentar lagi jadi orang tua”.

Beberapa menit kemudian mereka sudah sampai dibandara…Terdengar pengumuman bahwa pesawat tujuan Batam kepulauan Riau akan segera take off 20 menit lagi.

“Kami berangkat dulu ya”pamit papa Jo sambil mendorong koper mereka.
“Ya. Kalau sampai sana segera hubungi kami”pesan Cakka.

Cakka dan Oik kini sudah berada di mobil dalam perjalanan pulang. Mobil mereka berhenti karena lampu merah, Oik membuka sedikit kaca samping mobil tiba-tiba saja ia melihat spanduk gede di tepi jalan. Disana tertulis bahwa hari sabtu depan ada konser band SIB di Jogja belum sempet Oik membaca kelanjutannya lampu hijau sudah menyala, Cakka menjalankan mobilnya.


“Eh. Cakka berhenti sebentar kenapa”ucap Oik menyuruh Cakka berhenti.
“Ya. Ini udah lampu hijau noh masa berhenti”jarinya menunjuk lampu lalu lintas tersebut.
“Ah pokoknya kamu harus balik ketempat tadi”suruh Oik memaksa.
“Memangnya ada apa sih?”tanya Cakka bingung.
“Tadi aku lihat sekilas spanduk tuh ditepi jalan tadi, disana tertulis bahwa minggu ini ada konser SIB di Jogja”.


Cakka akhirnya memutar balik mobilnya ketempat pas dia berhenti di lampu merah, Oik segera turun untuk melihat spanduk tadi Cakka mengikutinya.
“Lihat deh konser SIB akan diadakan sabtu depan, tiketnya bisa langsung dipesan sekarang”ucap Oik girang ia segera mengambil ponselnya dan menghubungi nomor yang tertera di spanduk itu untuk memesan tiket.
“Apa…jadi kamu mau nonton konser gitu?”tanya Cakka memastikan, Oik mengangguk. “Tidak. Tidak bisa lagian kamu kan sedang hamil gitu masa mau nonton konser. Aku tidak mengijinkanmu”tolak Cakka keberatan. Membuat Oik kecewa karena tidak mendapat ijin suaminya padahal ia ingin sekali bertemu dengan salah satu personilnya, yang juga idolanya.

Oik tidak menghiraukan ucapan Cakka barusan, dia tetap menelpon salah satu penjual tiket itu dan memesannya.
“Memangnya kalau orang hamil tidak boleh gitu nonton konser, aku lagi butuh hiburan kaya gini. Nanti deh aku pesen yang VVIP jadi tidak perlu berdesak-desakan”Oik berusaha meyakinkan Cakka.
Cakka menghela nafas. “Kalau kamu butuh hiburan bukan dengan nonton konser begini, Ik. Apa kamu tidak kasihan bayi yang ada didalam perutmu itu, kalau kamu capek kan dia juga ikut merasakan. Pokoknya aku tidak mengijinkanmu titik”ucap Cakka tegas, Oik menatap kesal kearah Cakka.
Ia segera berbalik menuju mobil dan segera masuk, Cakka mengikuti dibelakangnya.

^^^
Malam harinya… Cakka dan Oik lagi makan malam bareng. Namun Oik hanya memandang dan mengaduk-aduk makanannya saja tanpa nafsu. Sementara Cakka yang sudah selesai makan.
“Aku mau tidur saja, tidak lapar nih”Oik beranjak dari kursinya menuju kamar.
Mana mungkin Oik tidak lapar, apalagi dia sedang berbadan dua. Cakka segera menyusul Oik sambil membawa makanan.
Oik lagi tiduran, Cakka mendekatinya dan membelai pundak istrinya.
“Ayo makan dong Ik, pasti deh kalau kaya gini ada maunya”Cakka berusaha membujuk Oik dan menebak apa yang sedang di ingini istrinya itu.
“Ah…tidak, sebelum kamu mengijinkan aku pergi nonton konser. Biar saja anak ini kelaparan ini semua salahmu”ucap Oik ngambek.
Aishh…Oik pakai acara ngambek segala lagi, tidak ada pilihan lain baginya selain mengalah. Lagian selama menikah baru kali ini Oik ingin sekali menonton konser, mungkin saja itu keinginan calon anaknya.

“Ok…Ya aku mengijinkan mu nonton itu konser”ucap Cakka akhirnya dengan terpaksa, Oik segera membalikan badannya dan menatap Cakka.
“Sungguh…”Oik berusaha menyakinkan kalau telinganya tidak salah dengar.
“Ya…kamu dengar tidak ucapanku barusan?”tanya Cakka. “Hehehe iya dengar, makasih ya sayang”Oik mendekat ke arah Cakka dan mencium bibir pria itu dengan lembut.
“Kalau gitu kamu makan dulu ya”Cakka menyodorkan piring berisi makanan itu ke Oik. “Suapin tapi”pinta Oik manja.


Keesokan harinya Oik memesan tiket lagi kali ini untuk Cakka, namun tiket yang tersisa hanya regular.
“Ya gimana dong tiket yang VVIP nya udah habis, tinggal yang reguler nih”kata Oik kepada Cakka setelah mematikan telponnya.
“Terserahlah mau reguler atau VVIP sekaligus, yang penting aku ikut. Aku tidak mungkinkan membiarkanmu pergi seorang diri”.
“Baiklah jika kamu tidak keberatan jika hanya mendapat tiket yang reguler”Oik memencet kembali nomor yang tadi, ia segera memesan tiket lagi.

^^^

Hari yang di tunggu Oik tiba. Kini dia dan Cakka sudah tiba di Grand Quality Hotel tempat acara konser indoor tersebut, di depan hotel dan kanan kiri jalan sudah membentang poster personil SIB.
Oik segera turun dari mobilnya ia sudah tidak sabar ingin melihat perform band idolanya itu, di lobby hotel sudah banyak sekali para SIBlink fans dari band tersebut dengan memakai atribut berupa kaos, pin dan juga membawa poster.
Akhirnya panitia menyuruh mereka masuk, dengan menunjukkan tiket masing-masing. Cakka dan Oik sudah terpisah semenjak memasuki tempat acara karena yang VVIP berada di barisan depan sendiri di tasnya sudah ada camera dan handycam, ckckckc dasar wanita. Sementara Cakka dibelakang.

Sang MC mulai membuka acara konser tersebut, para penonton yang berada di auditorium hotel sudah meneriakan agar SIB segera tampil. Beberapa menit kemudian para personilnya keluar dari ruang make-up menuju panggung.
Para Siblink khususnya sudah meneriakkan idola masing-masing. Personilnya terdiri dari Gabriel Steven (vocal), Andreyos Debo (vocal), Raynald Prasetya (Drum), Mario Aditya (Gitaris) dan Zevana Arga (Bass). Zevana juga satu-satunya personil perempuan.

“Baiklah kalau begitu langsung kita sambut saja Super Idola Band”teriak MC dengan menggunakan microphone. Band tersebut naik ke panggung dan disambut dengan tepuk tangan meriah dari fansnya. Oik sudah memegang camera ditangannya mengambil foto Debo idolanya itu, dan beberapa foto personil lain.

Sementara Cakka sibuk dengan handphonenya tidak memperdulikan lagu yang di nyanyikan band tersebut. Hp ditas Oik berdering namun ia tak memperdulikan karena sibuk mengambil gambar.

Saat menyanyi lagu One Less Lonely Girl, lagu yang pernah di populerkan oleh Justin Bieber. Debo dan Gabriel menarik salah satu gadis untuk di ajak ke atas panggung. Oik iri sekali dengan mereka, harus di ingat sekarang bahwa dia sekarang bukanlah gadis yang kesepian lagi. Lagipula di akhir acara nanti dirinya bisa fotbar dengan idolanya itu karena memiliki tiket VVIP.
Akhirnya beberapa lagu sudah di bawakan SIB. Di lagu yang berikut ini Debo nyanyi sendirian dengan di iringi oleh gitar dari Ray dan Rio, berbicara di depan mic.
“Lagu yang ini, aku bawakan untuk seseorang yang telah hadir kembali dalam kehidupanku” mata Debo memandang kearah wanita yang duduk di samping panggung.
“Langsung saja. Kutemukan Penggantinya, lagu ini untuk orang yang aku cintai”Debo berdiri menghadap para fansnya, membuat mereka berebut untuk bisa menyentuh tangannya.

Rio dan Ray memainkan gitarnya untuk intro sebuah lagu. Kemudian gitar mereka beralun pelan sampai akhirnya berhenti sesaat.

Sebuah kisah tertulis indah dimasa lalu…
Tak teraba oleh hati siapapun…

Hingga kau hadir dengan segala kelemahanmu…
Cacat hidupmu menyempurnakanku…

Kemudian gitar dimainkan lagi
Kesakitanku bertambah pahit…
Ketika harus akui…

Aku menaham rasa cintaku untukmu…
Namun kau tetap ada…

Kini Debo menyanyikan lagu itu sampai di reff

Kau hadir dalam bayangan yang tak pernah kuanggap…
Kau ada di dalam bayangan semu…
Kau merindu dan membuatku jatuh kepadamu…
Kau menyayangku dan buatku berkata…
Ku temukan penggantinya…


Oik mendengarkan lagu yang di bawakan Debo tadi, seperti kisah cintanya. Dia jadi teringat Alvin mantan suaminya itu, jika teringat Alvin pasti dia teringat Lani juga. Matanya mulai berkaca-kaca. Gimana sekarang keadaan putrinya itu. Apa dia baik-baik saja dengan Alvin? Apakah Lani betah tinggal dengan ayahnya?!.

Back to Alvin.


Ini sudah jam 9 malam dari sebuah rumah besar, terdengar suara ribut dari rumah itu. Dua gadis kecil itu hanya bisa menangis saat kedua orang tuanya bertengkar hebat, baby sisternya binggung bagaimana menenangkan kedua gadis kecil itu.

“Jadi kamu tanda tangan atau tidak?”suara Alvin mulai meninggi ditangannya menggengam surat. Surat? Surat gugatan cerailah emang surat warisan, jangan mengharap wanita itu mendapat harta dari lelaki yang dicintainya itu.
“Aku tidak mau Vin. Kamu memaksaku, agar kamu bisa cepet menikah dengan Sivia Azizah pacar barumu itukan?”balas Shilla sengit.
“Itu bukan urusanku, lagian aku benci perempuan penipu sepertimu. Beraninya kamu membohongiku”.
“Jadi kamu yang sudah menyuap hakim itu agar Lani bisa bersamamu? Kamu keterlaluan Vin memisahkan dia dengan ibu kandungnya”kata Shilla tak percaya.
“Kamu lihat sendiri kan, aku bisa melakukan apapun yang ku inginkan”Alvin tertawa licik.
“Aku tetap tidak mau bercerai darimu, Vin”Shilla beranjak dari kamarnya. Alvin berusaha mengejar Shilla yang hendak menuruni tangga, Alvin sudah mencekal tangannya membuat langkahnya terhenti.
“Kamu mau kemana. HAH???”Alvin sedikit membentak.
“Aku mau menenangkan Zahra, lepasin aku Vin”Shilla berusaha berontak. Di bawah sana anak-anaknya beserta baby sisternya memperhatikan mereka.

“Kamu tidak lihat Zahra dan Lani sedang menangis”tangan Shilla menunjuk dua gadis kecil menangis sejak tadi.
“Tidak akan. Kamu tanda tangani ini dulu baru kamu boleh menenangkan Zahra kalau perlu bawa dia pergi saja dari sini”tangan Alvin mencengkram tangan Shilla kuat, wanita itu membrontak dengan sekuat tenaga. Shilla berhasil melepaskan lengannya dari tangan Alvin, namun sayangnya kakinya yang berdiri di tangga terpeleset karena dia memakai higheels. Alvin berusaha meraih tangan Shilla sebelum tubuh wanita itu berguling di anak tangga namun tak berhasil. Kejadian itu begitu cepat.
“SHILLAAAAAAAAAAA”teriak Alvin saat tubuh wanita itu sampai dibawah tangga. Bukan hanya Alvin yang menjerit namun juga pembantu dan kedua putrinya.
Alvin kemudian menuruni tangga, dan mendapati istrinya sudah terkapar bersimbah darah terutama di kepalanya.

“Shilla bangun. Shill”panggil Alvin sambil mengguncang tubuh wanita itu, namun tak ada reaksi sama sekali.

Sesampainya di rumah sakit, Alvin berjalan mondar-mandir didepan ruang UGD dengan perasaan cemas dan rasa bersalah di benaknya biar bagaimanapun Shilla adalah wanita yang di cintainya sampai dia tega meninggalkan Oik istrinya, dan Lani yang masih bayi.
Dokter kemudian keluar dari ruangan UGD, Alvin segera menghampirinya dan menanyakan keadaan istrinya itu.
“Bagaimana keadaan istri saya dok?”tanya Alvin tak sabaran.
“Saya sudah berusaha menyelamatkan nyawanya namun tuhan berkehendak lain. Luka di kepalanya yang di akibatkan benturan itu menyebabkan pendarahan di otak besarnya”jelas dokter tersebut. Alvin segera melangkah menuju ruangan UGD dan melihat suster menutup tubuh wanita itu dengan selimut.

Alvin segera membuka kembali selimut itu, penyesalannya kini tidak ada guna lagi. Wanita itu sudah pergi untuk selamanya dari hidupnya.

FlashBack to Oik.

Setelah selesai acara konser tersebut, Oik tengah sibuk meminta foto dengan idolanya. Namun entah kenapa perasaannya jadi sedih dan seperti kehilangan, tapi ia tak terlalu menghiraukan.
Setelah puas foto dengan Debo sang idolanya. Dan kini dia sedang berfoto ria dengan Drummer SIB, Raynald Prasetya.

Setelah mencari di antara kerumunan orang Cakka akhirnya menemukkan Oik yang tengah berfoto ria dengan salah satu personil berambut gondrong dan berwajah imut. Membuat Cakka agak sedikit panas dan cemburu, karena apa? Karena Oik foto sambil merangkul pundak Ray. Huh apa-apaan itu Oik, batinnya kesal.
“Terima kasih Ray, aku senang sekali bisa ketemu denganmu secara langsung”kata Oik girang.
“Oh ya. Aku juga senang kakak mau bela-belain datang lihat performku, meskipun sedang hamil”jelas Ray.
“Hmm…aku juga berharap nanti anakku ini bisa berbakat sepertimu Ray”Oik terus-terusan memuji drummer itu. “Ray, kamu mau kan menyentuhnya. Biar anak aku nanti berbakat sepertimu”pinta Oik.
“Iya kak semoga saja anak ini nanti bisa lebih hebat dari aku. Dan menjadi anak yang berbakti ke orang tuanya”kata Ray sambil menyentuh perut Oik.

Cakka yang melihat hal itu dari kejauhan sudah semakin kesal, hanya dia yang boleh melakukannya. Kemudian beberapa cewek-cewek menarik Ray karena minta foto bareng dengan cowok imut itu, kini Oik bingung minta foto ke siapa lagi. Rio dan Gabriel juga masih sibuk karena banyak sekali cewek-cewek yang ngantri minta tanda tangan dan foto. Oik melihat Cakka berdiri tak jauh darinya segera melambaikan tangannya ke pria tersebut.
Cakka segera menghampiri Oik.
“Ik. Pulang yuk, ini udah hampir malam”ucap Cakka sambil menunjuk jam di tangannya.
“Bentar lagi…aku mau foto dulu sama personil SIB yang lainnya. Tanggung nih mumpung disini juga”tolak Oik.

Setelah puas fotbar dengan semua personil band itu, akhirnya keduanya pulang. Di tengah jalan menuju parkiran Oik tersenyum senang melihat hasil foto-foto konser tadi, dan foto dirinya dengan semua personil.
“Tadi suara Debo bagus sekali. Hmm… tapi Ray lebih hebat lagi bisa main drum dan gitar juga, aku berharap nanti anak kita bisa seperti dia”cerocos Oik memuji personil band tersebut di mobil saat perjalanan pulang. Namun Cakka tak menanggapinya ia hanya diam saja.
“Kamu ini kenapa sih diam saja?”tanya Oik heran melihat Cakka yang sudah berwajah masam dan sama sekali tak tersenyum.
“Aku tahu. Kamu pasti iri denganku karena tidak bisa foto bersama mereka kan”tebak Oik. “Ini kesalahanmu sendiri dari awal tidak mengijinkanku pergi nonton konser itu, coba saja dari awal kamu setuju aku nonton konser itu. Pasti aku bisa memesan dua tiket untuk kita” mendengar ucapan Oik barusan Cakka segera menghentikan laju mobilnya.
“Cukup Ik. Hentikan semua ocehanmu memuji band itu, apa sih hebatnya mereka? Suaranya saja pas-pasan ”ucap Cakka kesal. Membuat Oik terdiam sesaat.
“Pas-pasan? Suara mereka bagus tau. Apalagi Debo nyanyi lagu ku temukan penggantinya, cocok banget sam kisahku dan kamu”.
“Yayaya…Tapi cara kamu tadi berlebihan pakai peluk-peluk mereka segala. Tingkahmu sudah kaya abg saja, harusnya kamu ingat kamu sekarang ini siapa”
“Kamu… cemburu ya? Ya ampun aku cuman minta foto bareng saja, lagian aku nggak meluk mereka juga. Kamu saja yang terlalu berlebihan”.
“Tau ah”Cakka mulai menjalankan mobilnya perlahan.
“Ngambek nih?…hahaha”goda Oik sambil ketawa melihat ekspresi wajah Cakka.
“Udah tua juga masih aja ngambek sih, tapi makin cakep juga kok”goda Oik sambil mencolek dagu Cakka yang lagi nyetir.
“Eh siapa bilang, aku masih 25 tahun jadi belum tua. Kalau sudah diatas 50 tahun itu baru disebut tua”.
Jadilah sepanjang perjalanan pulang kerumahnya tak henti-hentinya Oik menggoda Cakka, membuat pria itu agak kesal.

^^^

Pagi-pagi sekali Oik sudah terbangun karena kakinya terasa sakit dan nyeri, ini gara-gara semalaman ia terlalu lama berdiri saat meminta foto personil SIB. Tidak hanya itu bayi yang ada di dalam perutnya juga terus bergerak menendang-nendangnya. Oik segera saja membangunkan Cakka yang masih terlelap tidur itu.
“Kka ayo, buruan bangun”panggil Oik sambil menepuk bahu suaminya itu. Namun Cakka tak menghiraukannya ia masih saja tertidur.
“Uhhggg…”Oik mengerang kesal karena Cakka susah sekali di bangun’in. Mengambil guling disampingnya dan memukul punggung Cakka secara pelan.
“Cakka bangun…Kka”kesal Oik. Cakka segera terbangun dan mengeliatkan badannya kemudian membalikan badannya dan memandang Oik.
“Kenapa sih Ik? Aku masih ngantuk nih, baru jam setengah empat juga”ujar Cakka sambil menunjuk jam di mejanya, melihat respon Cakka itu Oik mengurungkan niatnya.
“Nggak apa-apa deh. Kamu lanjutkan tidurmu”ujar Oik lalu mencoba memejamkan matanya. Cakka kemudian memandang kearah Oik kemudian membelai rambutnya.
“Kamu kenapa?”tanyanya. Oik hanya diam saja.
“Hei…kamu kenapa? Bilang dong sama aku?”.
“Kaki ku sakit sekali nih. Tolong pijitin dong Kka”pinta Oik.
“Pasti gara-gara nonton konser kemarin, sudah dibilangin juga tidak usah nonton ngeyel sih kamu”omel Cakka.
“Ya maaf deh, habisnya aku ingin sekali menontonnya. Ini semua juga keinginan anakmu tau”jelas Oik. Cakka segera mengubah posisinya, kemudian mendekat kearah Oik. Meletakkan kaki Oik dipangkuannya dan memijatnya perlahan.
“Alasan saja”.
“Lagian suara music kan bagus untuk bayi, Kka”lanjut Oik.
“Bagus apanya? Memangnya nonton konser itu bagus ya untuk perkembangan bayi yang masih di kandungan. Baru tau aku”omel Cakka sekali lagi. Kemudian meletakkan tangan kanannya di atas perut Oik.
“Huh…tenang sayang, ayah tidak akan membiarkan bunda menyakitimu lagi”ucap Cakka sambil membelai perut Oik dengan sayang, seolah mengerti bayi yang ada didalam kandung istrinya itu tidak lagi mendengang perut ibunya.
“Ayah sayang kamu”ucapnya lagi sembari mencium perut Oik.
“Aku tidak menyakitinya kok. Cuman mau mengajaknya nonton saja”bela Oik.
“Sayang, nanti kamu jangan jadi anak yang suka mengomel dan ngambekan seperti ayahmu itu ya”kata Oik memberitahu anaknya sambil mengelus perut besarnya itu.

Keesokan harinya Cakka mengantar Oik kerumah sakit, biasalah kalau orang lagi hamil memang biasanya harus rajin check up.
“Bayinya sehat dan normal tidak ada masalah. Cuman istri anda harus istirahat yang cukup”pesan dokter tersebut pada Cakka.

“Kamu ini merepotkan saja, aku kan jadi kesiangan ke kantornya”jelas Cakka saat mereka dalam perjalanan pulang.
“Sebaiknya hari ini kamu libur saja, sekali-kali tidak masuk sehari tidak apa-apakan”perintah Oik layaknya bos.
Akhirnya Cakka menuruti apa yang dikatakan Oik, hari ini dia tidak pergi ke tempat kerjanya melainkan dirumah saja membosankan memang.
“Sebaiknya kamu istirahat saja”ucap Cakka, kemudian Oik duduk diatas kasur dan menyalakan televisi.
“Kalau gitu aku buatkan susu dulu ya”Cakka segera beranjak dari kamar menuju dapur.
“Ya”jawab Oik singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi. Beberapa menit kemudian Cakka kembali dengan membawa segelas susu hangat dan menyodorkannya pada Oik.
“Nih kamu minum dulu. Jangan lupa habisin ya”Oik menerimanya dan meminumnya sampai habis. Cakka segera kembali kedapur lagi.

Hari ini dia sedang libur dan masih pagi, Cakka ingin sekali membuat nasi goreng. Apa salahnya kalau dia membuatnya sendiri tanpa perlu minta bantuan Oik.
Karena lama tak segera kembali untuk menemaninya nonton televisi Oik segera beranjak dari kamarnya menuju dapur. Dilihatnya Cakka sedang memotong beberapa sayuran, Oik segera menghampirinya.
“Kamu lagi ngapain?”tanya Oik yang sudah berdiri disamping Cakka.
“Eh Oik. Aku mau bikin nasi goreng, kebetulan aku ingin sekali makan nasi goreng”Cakka menjelaskan.
“Sini biar aku yang buatin”Oik segera mengambil pisau yang dipegang Cakka.
“Tidak usah Ik, aku bisa membuatnya. Sebaiknya kamu istirahat saja”tolaknya dan menyuruhnya istrinya untuk istirahat saja.
“Aku sudah tidak apa-apa. Kalau gitu biar aku yang menggorengnya”pinta Oik. Jadilah akhirnya mereka membuat sarapan pagi itu bersama.

^^^
Tepat jam 1 pagi pukul setempat Cakka terbangun dari tidurnya, bukan karena dia tak bisa tidur melainkan hari ini ada jadwal pertandingan sepak bola club kesukannya. Ia beranjak dari tempat tidurnya dan segera menyalakan TV yang ada dikamarnya, Cakka memencet remote TV untuk mendapatkan channel yang menayangkan pertandingan sepak bola. Cakka kemudian berfikir sejenak kayaknya tidak asyik jika nonton TV tanpa makan sesuatu, tiba-tiba saja ia ingin sekali makan pizza. Cakka segera mengambil ponsel dan memesan pizza tersebut.

Sambil menunggu pesanannya datang ia sudah duduk di sofa depan TV, Oik masih tetap tertidur meskipun suara berisik dari TV bergema di kamarnya.Tiba-tiba saja terdengar suara pintu kamar diketuk, Cakka segera menuju pintu dan membukanya ternyata itu pembantunya yang mengantar dua kotak pizza hangat pesanannya.

Cakka berteriak keras saat club kesukaannya berhasil mencetak gol ke gawang lawan, dan teriakannya itu membuat Oik terbangun. Lalu ia mendekati Cakka dan duduk disampingnya.
“Eh Ik kamu sudah bangun ya?”tanyanya, Oik mengangguk.
“Kamu sedang makan apa?”tanya balik Oik saat melihat Cakka sedang memakan sesuatu.
“Pizza”jawabnya singkat tanpa mengalihkan pandangan dari TV.

Oik melihat kotak didekatnya dan membukanya ternyata kosong, dan yang satunya lagi dipangkuan Cakka namun tinggal sepotong.
“Dan dua kotak itu kamu habiskan sendiri tanpa membaginya denganku? Ckckc”Oik berdecak heran.
“Hehehe…awalnya aku mau membaginya denganmu tapi kamu kan sedang tidur, aku tidak tega membangunkanmu”Cakka menjelaskan.
“Astaga kamu ini memang rakus. Kalau gitu yang sepotong buat aku saja ya”Oik segera mengambil sisa pizza yang tinggal sepotong itu.
“Ya…kok diambil sih Ik, kalau kamu mau aku bisa pesan lagi”.
“Sepotong ini juga ingin kamu makan juga?”tanya Oik heran. “Tidak usah pesan lagi. Lagian satu ini saja cukup buatku”.
“Sekarang buatkan aku susu dong. Aku males jalan ke dapur”perintah Oik. “Ya bentar”kata Cakka segera beranjak dari tempat duduknya menuju dapur.

Cakka kembali ke kamarnya dengan membawa susu hangat untuk Oik.
“Ini minum sampai habis”kata Cakka mengingatkan. “Kamu memang baik sekali mau membuatkannya untukku”puji Oik.
“Memang aku yang setiap hari membuatkannya untukmu, mana pernah kamu bikin sendiri dan aku juga harus mengingatkanmu untuk meminumnya. Kamu semakin manja saja Ik”komentar Cakka, Oik hanya menganggapinya dengan senyuman saja.

“Sebaiknya kamu tidur saja ya”suruh Cakka, Oik menggeleng. “Tidak. Aku mau menemanimu bergadang nonton bola itu, lagian aku tidak mengantuk sekarang”.
Jadilah mereka berdua tidak tidur sampai pagi karena asyik menonton TV sampai pagi menjelang.


^^^

Malam minggu Cakka mengajak Oik jalan berkeliling kota Jogja, mobil mereka berhenti dirumah makan apung ditengah danau kecil buatan. Cakka ingin sekali makan disana karena sudah lama ia tidak pernah datang ke tempat itu sejak pindah ke Jakarta.
“Kenapa meski makan disini sih, kamu lihat deh tempatnya sangat ramai. Mungkin tempatnya sudah full tuh”kata Oik keberatan.
“Disini saja deh, lagian suasana dan tempatnya nyaman kok, pasti ada tempat kosong”Cakka segera turun dari mobilnya di ikuti Oik.
“Kita kesana saja ya, lihat masih ada satu tempat yang kosong tuh”keduannya segera menuju pondok kecil ditengah danau yang kosong.

Cakka dan Oik segera duduk dipondok yang kosong itu. seorang pelayan segera menghampiri dan menyodorkan menu makanan.
“Kamu pesen apa Ik?”tanya Cakka.
“Aku pesen ini, dan minumannya yang ini, udah itu saja”kata Oik sambil menunjuk menu yang disukainya.
“Kalau saya pesan ini, terus juga yang ini sama itu juga, mbak. Terus minumnya ini sama yang ini juga”kata Cakka kepada pelayan tersebut sambil membolak-balik daftar menu.
Oik melongo mendengar pesanan Cakka, tapi pria itu cuek saja.
“Ada lagi, pak?”ucap pelayan tersebut pada Cakka yang masih membolak-balikan menunya.
“Yang ini juga deh mbak. Hmm udah itu saja”.
Pelayan itu mengangguk, kemudian berlalu meninggalkan meja Cakka dan Oik.

“Cakka…makanan sebanyak itu siapa yang mau memakannya?”.
“Ya aku lah Ik, siapa lagi memangnya?”.
“Tapi yang kamu pesan tadi 3 porsi kan, memangnya sanggup menghabiskannya. Kalau makan secukupnya saja kenapa”kata Oik geleng-geleng kepala melihat sikap suaminya itu.
Cakka tak menjawab, ia merapat ke tempat Oik duduk. Lalu membelai perut Oik dengan sayang, kemudian mencium pipi Oik dengan gemas.
“Aku sayang kamu, Ik”bisik Cakka lembut di telinga Oik, wanita itu hanya tersenyum mendengar ucapan suaminya.
“Sayang nanti sikap ayah kamu yang tidak baik itu jangan diturun ya”ucap Oik yang berbicara dengan bayi dalam perutnya itu.

Kemudian pesanan mereka datang, Cakka makan dengan lahap satu persatu makanan pesanannya, melihat Cakka itu nafsu makan Oik tiba-tiba hilang padahal ia baru makan beberapa suap.
“Ckckck…memangnya kamu sanggup menghabiskan makanan itu, Kka?”tanya Oik keheranan.
“Hmm…lagian aku lapar nih Ik”ucap Cakka sambil terus menikmati makanannya.
“Iya tapi nggak sebanyak itu juga kali kalau pesen”Cakka tak menghiraukan ucapan Oik.
“Cakka, udah dong berhenti makannya. Nanti kamu sakit perut kalau kebanyakan makan”tangan Oik mencegah tangan Cakka yang hendak mengambil Gurami bakar.
“Bentar nangung Ik, tinggal Gurami bakar ini aja. Lagian enak lho apalagi kalau di makan dengan sambel, kamu mau coba tidak?”Cakka menyodorkan tangannya yang ada potongan ikan Gurami itu ke mulut Oik.
Oik membuka mulutnya. “Lagian kamu baru makan sedikit, kalau gitu aku suapin ya”kata Cakka kemudian merapatkan tubuhnya didekat Oik.
“Ya habis aku sudah tidak lapar saat melihatmu menghabiskan semua makanan itu”Oik menjelaskan.


^^^

Keesokan harinya Oik dirumah sendirian karena Cakka sudah berangkat ke kantornya. Ia sudah duduk didepan TV, acara pagi ini sangat membosankan baginya. Berkali-kali Oik memindahkan channelnya dengan acara yang menarik.
“Membosankan sekali acara pagi ini, huh”guman Oik tangannya masih memegang remote.
Kemudian saat Oik memindah channelnya lagi, ada sinetron pagi disalah satu stasiun TVnya. Disinetron itu bercerita seorang wanita sedang memasak untuk pacarnya, kemudian setelah semua makanan itu jadi si wanita tersebut, mengantarkan makanan itu ke kantor pacarnya. Agak lama Oik menontonnya, lalu ia mendapati sebuah ide.
Oik mematikan TV dan berjalan menuju dapur, sesampainya disana ia langsung membuka kulkas didalamnya hanya ada sayuran, telor, dan ayam serta buah-buahan.
“Ini masih jam 9, jadi masih banyak waktu. Sebaiknya aku masak bahan-bahan itu kemudian setelah jadi aku akan mengantarnya ke Cakka, pasti dia senang”ucap Oik.

Oik pun mulai memotong beberapa sayuran, merebus telor serta daging ayam. Setelah beberapa puluh menit kemudian masakannya pun jadi, tinggal membuat jus buah. Sejak tadi pula bayi yang ada di kandungnya terus bergerak tak bisa diam menendang perutnya, Oik membelai perutnya sembari berkata pada bayinya.
“Huh, tenanglah sayang bunda lagi bikin makanan untuk ayah kamu, sebentar lagi kita akan ke kantornya”.

Semuanya selesai, Oik memasukkan makanan-makanan itu ke rantang. Tinggal berangkat, Oik meminta sopirnya mengantarkannya ke kantor Cakka.
Mengeluarkan Hp dari dalam tasnya, mencari nomor Cakka di kontak. Beberapa saat kemudian telpon tersambung, Oik memberitahu kalau dia akan segera ke kantornya.

Beberapa menit kemudian mobil itu sampai disebuah gedung, Oik segera turun dari mobilnya. Menuju kantor tempat suaminya itu bekerja, Cakka sudah menyambutnya di lobby.
“Tumben datang kesini, Ik?”tanya Cakka.
“Ya. Aku kesini mau mengantar masakan yang ku buat khusus untukmu, jadi nanti makan siang kamu tidak perlu makan di kantin ataupun restaurant”Oik menyodorkan rantang itu ke Cakka.
“Jadi kamu membuat semua ini khusus untukku?”tanya Cakka, Oik mengangguk.

Kini Oik sudah berada di ruangan kerja Cakka.
“Hmm…aku pulangnya ntar barengan sama kamu deh”Oik menjelaskan.
“Kenapa gitu? Sebaiknya kamu pulang Ik, istirahat saja”suruh Cakka.
“Tidak, lagian aku bosen di rumah sendirian nih”.
“Ya terserah kamulah”.

Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang, Oik membuka rantang yang berisi makanan tadi dan menyiapkan semuanya di piring untuk Cakka.
“Habiskan ya”suruh Oik.

Tanpa terasa waktu cepat sekali berlalu, kini sudah malam saatnya bagi Cakka pulang ke rumahnya bersama Oik.

^^^
Sore harinya Oik menyuruh Cakka mengantarkannya ke Mall untuk membeli baju dan perlengkapan untuk bayi mereka.
“Sayang, kita harus membeli beberapa perlengkapan bayi”Oik memberikan usul. Cakka mengangguk.
“Apalagi kata dokter beberapa minggu lagi, aku akan melahirkan”Oik menjelaskan ke Cakka.
“Aku sudah tidak sabar ingin menggendongnya”Cakka meletakkan tangannya di atas perut besar Oik.

___Bersambung___

Rabu, 26 Oktober 2011

Istri Untuk Suamiku Cerpen

Seorang wanita berusia 23 tahun sedang berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan perasaan gelisah. Ia semakin mempercepat langkahnya hingga berhenti di ujung lorong menuju kamar nomor 142. Membuka handle pintu, didalam sudah ada wanita paruh baya duduk didekat ranjang. Di atas ranjang itu sedang terbaring lemah tak berdaya, cowok berusia 15 tahun.

“Bu. Gimana keadaan Ray sekarang? Tadi dokter bilang apa?”tanya wanita itu cemas. Wanita paruh baya tersebut tidak menjawab, hanya suara isakan tangis yang keluar sebagai jawaban.
“Tolong jawab Oik, bu?”wanita bernama Oik itu duduk disamping ibunya.
“Tadi…huhuhuhu…dokter bilang…huhuhu…Ray harus segera di operasi”ucap ibunya sambil terisak menahan tangis. “Dan biayanya itu tidak sedikit Ik, sekitar 120 juta”lanjutnya pasrah.

Oik tersentak mendengar penjelasan ibunya, 120 juta? Uang sebanyak itu apakah bisa didapat dalam waktu singkat? Bahkan gajinya perbulan dikumpulkan dengan tabungannya tidak akan cukup. Tapi Ray tidak bisa menunggu terlalu lama, adiknya itu harus segera di operasi.

“Kita akan dapat uang sebanyak itu dari mana Ik?”ucap ibunya putus asa.
“Asalkan demi kesembuhan Ray, bu. Oik akan carikan uang itu”ucap Oik yakin. Yakin karena berusaha menghibur ibunya agar tidak sedih, entah bagaimana ia akan dapatkan uang sebanyak itu.


Sementara di rumah sakit yang sama, namun di ruangan berbeda. Seorang wanita 24 tahun terbaring koma di ruang ICU. Disampingnya dengan setia, seorang pria menemani wanita itu. Perasaanya sangat sakit, sama sakitnya dengan raga wanita itu. Saat ini istrinya sedang berjuang bertaruh nyawa melawan penyakitnya. Dokter yang menangani wanita itu memasuki ruangan, menyarankan pria itu agar tidak terlalu lama di dalam ruang ICU.


Setelah di luar ruang ICU. Ia pun mengikuti langkah sang dokter menuju ruangannya, spesialis penyakit dalam.

“Bagaimana dengan keadaan istriku Iel. Seberapa lama lagi dia bisa bertahan?”tanya pria tampan itu. Meskipun usianya sudah memasuki 25 tahun namun wajahnya masih terlihat cakep sama kaya masih muda dulu.
“Silahkan kamu duduk dulu, Cakka”dokter bernama Gabriel Damanik itu menyuruh pria yang bernama Cakka itu duduk. Ia pun menurut.
“Berat sebenarnya bagiku mengatakan ini kepada kamu. Namun Shilla hanya memiliki waktu tidal lebih dari setahun untuk bertahan kecuali jika dia mendapat donor jantung”Gabriel membolak-balik map yang berisi data kesehatan pasiennya.
“Tolong lakukan yang terbaik untuk istriku, Iel. Berapapun biayanya akan aku bayar”pinta Cakka pada dokter Gabriel agar istri yang di cintainya itu sembuh.
“Bukan soal biaya. Tapi sulitnya mencari seorang pendonor, aku sudah menghubungi pasar gelap untuk mencarikan donor jantung untuk Shilla. Namun hasilnya nihil”ucap Gabriel putus asa sama halnya seperti Cakka.
“Kalaupun dapat itu belum tentu cocok. Belum lagi urusannya dengan hukum, sekarang ini perdagangan organ manusia dilarang pemerintah”.
“Apa tidak ada jalan lain, Iel? Selain transpalantasi”tanya Cakka lagi.
“Itu jalan satu-satunya Cakka. Lagipula kini jantung Shilla hampir tidak berfungsi. Obat-obatan itu hanya bisa meredakan rasa sakit bukan menyembuhkan. Dan transpalantasi jantung adalah jalan satu-satunya”jelas Iel dengan telaten kepada Cakka.



Cakka keluar ruangannya dokter Gabriel, ia sudah tidak mau lagi dengar penjelasan dokter itu, lebih banyak lagi tentang kondisi istrinya tersebut. Ia berjalan kembali keruang tempat dimana Shilla istrinya itu dirawat.
Kali ini Cakka hanya menatap tanpa bisa menyentuh istrinya itu dari balik kaca ruang ICU.


“Kapan kamu sadar sayang. Aku sudah rindu dengan semua tentang kamu”hanya kata itu yang mampu keluar dari bibir seksinya.
Seakan mendengar suara suaminya, tangan Shilla yang lemas itu mulai bergerak perlahan. Cakka mengamatinya namun gerakkan itu terulang lagi, betapa senangnya dia melihat wanita sudah mulai menunjukkan kesadarannya. Ia bergegas kembali keruangan dokter Gabriel memberitahu bahwa Shilla menunjukkan tanda-tanda kalau dia akan sadar.

“Bener Iel, tadi aku sempet lihat tangannya bergerak”Cakka berusaha menyakinkan dokter Gabriel. Sampilah mereka berdua di depan ruang ICU.

Ketika dokter Gabriel dan Cakka memasuki ruangan, Shilla sudah sadar sepenuhnya. Gabriel segera memeriksa keadaan wanita itu, Cakka berdiri disamping istrinya.
“Ini sungguh luar biasa karunia tuhan. Keadaan Shilla tiba-tiba stabil, Cakka”kata Gabriel setelah memeriksa Shilla.
“Aku kenapa ada disini?”tanya Shilla lemah.
“Kamu sudah seminggu koma, sayang. Tapi sukurlah sekarang kamu sudah sadar untuk aku”Cakka menjelaskan sembari mencium kening istrinya itu.


Shilla akhirnya di pindahkan ke ruang perawatan biasa karena kondisinya tidak terlalu mengkhawatirkan untuk berlama-lama di ruang ICU.
Setelah beberapa hari kondisinya mulai membaik. Shilla minta untuk pulang saja, ia tampaknya tidak senang berlama-lama di rumah sakit. Dokter Gabriel pun mengijinkannya, mungkin saja suasana rumah bisa memberikan kenyaman baginya yang bisa berpengaruh pada ke stabilan kondisi Shilla.


^^^

Oik sedang berada di ruang administrasi rumah sakit tempat adiknya di rawat.

“Jadi berapa uang muka yang harus saya bayar dulu . Agar adik saya dapat melakukan operasi?”tanya Oik antusias.
“Anda harus membayar sekitar 50 juta dulu, sisanya bisa dibayar setelah pasien menjalani operasi”jelas suster yang bertugas sebagai administrasi.
“Apa 50 juta?”kata Oik terkejut padahal uang yang ia bawa saat ini jumlahnya tak sebanyak itu.
“Apa tidak boleh kurang ya sus, saya saat ini hanya punya uang 10 juta saja”.
“Maaf ya bu. Tapi ini sudah prosedur dari rumah sakit, kami tidak bisa melakukan operasi jika anda belum membayar sejumlah tadi”jelas sang suster lagi.
“Kalau gitu saya bayar dulu segini dulu sus, 40 jutanya nyusul”Oik menyerahkan amplop berisi uang itu pada suster tersebut.
“Baiklah. Kalau gitu silahkan tanda tangan disini”suster itu menyerahkan kwitansi bukti pembayaran pada Oik. Setelah menanda tangani Oik segera keluar ruangan.


“Gimana Ik? Suster tadi bilang apa?”tanya ibunya sudah tidak sabaran.
“Oik harus membayar uang mukanya sekitar 50 juta agar Ray bisa di operasi. Sementara uang yang Oik punya hanya 10 juta saja. Jadi Ray belum bisa melakukan operasinya itu”terlihat kesedihan lagi diwajah wanita paruh baya itu.
“Ibu tenang dulu ya. Oik akan berusaha pinjam uang itu demi Ray”.


^^^

Beberapa hari kemudian…
Oik belum juga mendapat pinjaman uang sebesar 40 juta. Itu baru 40 juta buat uang muka belum yang 70 juta yang harus ia bayar setelah adiknya itu selesai di operasi. Oik ingin sekali meminjam uang pada Debo kekasihnya itu, namun ia tidak mau merepotkan lagipula selama ini Debo sudah banyak membantu dia dan keluarganya.


Di kantornya, kerjaan Oik hanya melamun saja, namun matanya tetap berfokus pada layar komputer didepannya itu. Sampai tidak menyadari kalau bosnya itu sudah berdiri disampingnya.


“Oik!!!”panggilnya sekali lagi, namun Oik tidak menoleh juga. Hingga ia putuskan untuk menepuk pumdak wanita itu.
“Oik. kamu sedang melamun apa?”tanya sambil memiringkan kepalanya untuk menatap wajah karyawannya itu. Oik akhirnya tersadar dari lamunannya.
“Eh… bu Shilla, maaf saya tidak melihat anda tadi. Ada perlu apa bu?”tanya Oik.
“Kamu melamun!!! Apa ada masalah?”tanya balik Shilla. Oik terdiam sesaat, kemudian menemukan percakapan yang pas agar atasannya itu tidak bertanya tentang masalah yang ia hadapi.
“Ibu sudah sehat sekarang. Kapan pulang dari rumah sakit, maaf saya belum sempet menjengguk”.
“Tidak masalah Oik. Kamu kalau ada masalah cerita saja jangan sampai melamun kaya tadi, itu tidak baik”rajuknya tidak menjawab pertanyaan Oik.
“Jika ada masalah ceritakan saja ke saya. Mungkin saya bisa bantu”tawar Shilla tidak keberatan, lagipula Shilla itu atasan yang loyal pada karyawannya, jika ada salah satu karyawan yang membutuhkan uang yang mendesak ia tidak segan-segan untuk meminjamkannya. Lagian buat apa ini semua jika nantinya akan ia tinggalkan.



“Tapi tidak enak kalau ngomong disini, bu”Oik setengah membisik, ia pun terpaksa minta bantuan Shilla karena keadaanya mendesak.
“Baiklah. Kita bicara saja di ruangan saya”Shilla beranjak dari meja bilik Oik.
Oik mengikuti Shilla berjalan ke ruangan atasannya itu.
“Begini bu. Kalau tidak dalam keadaan mendesak saya tidak akan meminta bantuan ibu”Oik mulai mengutarakan niatnya itu.
“Katakan sajalah, apa yang kamu butuhkan. Saya siap membantu”kata Shilla langsung.
“Saya mau pinjam uang sebesar 40 juta untuk…”ucapan Oik terpotong.
“Pinjam uang 40 juta?”ulang Shilla, Oik mengangguk. “Buat apa uang sebanyak itu Oik?”tanya Shilla heran karena Oik meminjam uang sebanyak itu.
“Saya butuh uang itu untuk operasi Ray, adik saya”jelas Oik merasa tidak enak sendiri dengan Shilla karena atasannya itu juga baru keluar dari rumah sakit.
“Operasi? Operasi apa?”tanya Shilla ingin tau, ia mulai merasa iba dengan Oik. Adiknya Oik tidak bisa operasi karena terkendala biaya, sementara dirinya tidak mendapat donor jantung padahal dari segi biaya tidak ada masalah.
“Operasi jantung, bu. Sejak kecil adik saya menderita kelainan jantung, kini dia harus di operasi” penjelasan Oik membuatnya matanya mulai berkaca-laca , nasib dirinya dan Ray itu sama.
“Kalau untukku itu saya akan bantu Oik. berapa memangnya uang yang kamu butuhkan untuk operasi adik kamu?”tanya Shilla sambil mengeluarkan cek.
“1 20 juta, bu”jelas Oik singkat. Shilla langsung menulis nominal yang disebutkan Oik di atas cek tersebut.
“Ini. Kamu bisa ambil uang itu di bank, agar adik kamu bisa melakukan operasi”Shilla menyodorkan cek itu ke tangan Oik.
“Beneran ini bu”seakan tidak percaya dengan apa yang di terimanya, Oik membaca ulang cek itu nominal 120 juta bisa ia ambil di bank sekarang juga.
“Kamu tidak perlu mengembalikan uang itu, Oik. Asal kamu mau memenuhi semua permintaan saya nantinya”pinta Shilla.
“Permintaan apa itu, bu?”tanya Oik bingung. Shilla tau Oik tidak akan mungkin bisa mengembalikan uang sebanyak itu padanya, mungkin ini salah satu cara agar rencana dari keinginannya bisa tercapai.
“Tapi tidak sekarang saya kasih tau. Tapi kamu bisa menyanggupinya kan Oik?”tanya Shilla menyakinkan.
“Insyallah…saya akan menyanggupinya. Jika saya mampu”


Oik segera menuju bank untuk mencairkan cek tersebut, setelah uang 120 juta itu ditangannya ia segera menuju rumah sakit, melunasi uang administrasi untuk pengobatan Ray. Melihat anaknya yang bisa mendapatkan uang, ibunya senang sekali.


Sementara Shilla pulang ke rumahnya, Cakka sudah ada di rumah menyambutnya dengan cemas.

“Kenapa ke kantor sih. Kamu kan perlu istirahat sayang”kata Cakka segera memeluk Shilla.
“Aku rindu sekali dengan suasana kantor”Shilla melepaskan dirinya dari tubuh Cakka.
“Tapi kamu butuh istirahat yang cukup. Dokter bilang kamu tidak boleh kelelahan”Shilla segera meletakkan telunjuknya dibibir seksi Cakka, memberi isyarat agar suaminya itu diam.
“Nanti malam kita ke taman dekat kota ya, tempat pertama kali kita ketemu. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan padamu”pinta Shilla.


^^^


Malam menjelang, Shilla dan Cakka menuju taman kota tempat pertama mereka bertemu. Sepertinya wanita itu sudah tidak sabar mengutarakan niatnya pada Cakka, suaminya.
Mereka duduk di salah satu bangku.

“Apa yang ingin kamu sampaikan padaku?”tanya Cakka tak sabaran sepertinya ini akan jadi hal buruk baginya. Tangannya sudah menggenggam jemari istrinya.
“Kamu sayang tidak sama aku”kata Shilla membuat Cakka bingung.
“Tentu saja dong sayang. Kenapa kamu tanya gitu sih”.
“Kalau kamu sayang sama aku berarti kamu mau kan memenuhi semua keinginanku tanpa terkecuali”kali ini mata Shilla menatap Cakka.
“Apapun itu, jika aku sanggup”.
“Kamu harus menyanggupinya karena ini demi kelanjutan hidup kamu setelah aku tiada nanti”ucap Shilla yakin, hatinya terasa perih kala mengucapkan semua itu.
“Tidak. Kenapa kamu bilang begitu sih, kamu pasti sembuh aku yakin itu”.
“Kamu tadi sudah bilang kan akan memenuhi semua keinganku. Kalau tidak mau berarti kamu tidak sayang lagi padaku”ucap Shilla sedih.
“Baiklah, apa sih keinganmu? Katakan saja langsung”Cakka akhirnya mengalah, ia tidak mau jika Shilla sedih yang akan membuat kondisi istrinya drop nantinya.
“Kamu mau kan menikah lagi dengan perempuan lain dan memiliki anak dengannya”Shilla mencoba menguatkan hatinya untuk dapat berkata seperti itu. Hening sesaat…
“Apa sih yang kamu bicarakan sayang? Ngaco tau nggak?”ucap Cakka kesal mendengar keinginan konyol istrinya itu.
“Aku serius Cakka. Lagipula kamu tidak mungkin mengharapkan memiliki anak dariku, kamu tau kan kondisiku saat ini”.
“Tidak…aku tidak mau menikah dengan perempuan manapun. Aku cuman cinta sama kamu, tolong jangan memintaku untuk melakukan itu”ucap Cakka berlutut di hadapan Shilla.


Shilla tertunduk, butir-butir air matanya jatuh membasahi wajah Cakka yang menghadapnya. Mungkin ini adalah jalan satu-satunya yang bisa ia lakukan agar suaminya bisa bahagia jika kelak dirinya pergi untuk selamanya.

“Aku yakin kamu pasti sembuh, dan nanti kita akan memiliki seorang anak. Dan hidup bahagia selamanya”jelas Cakka optimis.
“Itu tidak akan terwujud jika bersamaku. Kamu harus menikah lagi dengan perempuan lain, dan anak kamu dengan perempuan itu, akan jadi anakku juga, Kka”Shilla berusaha meyakinkan Cakka agar mau memenuhi permintaannya itu.
“Tapi kenapa harus dengan perempuan lain?”.
“Karena waktuku tidak banyak lagi untuk bersamamu, aku sudah menemukan perempuan yang cocok untuk menjadi pendamping hidupmu kelak jika aku sudah tiada”ucap Shilla penuh harapan
“Aku mau sebelum waktuku tiba. Kamu harus sudah bahagia dengan perempuan itu, jika perlu memiliki anak dengannya”Cakka sudah tidak mampu menjawab ucapan Shilla wajahnya tertunduk butiran air matanya sudah membasahi rerumputan dibawahnya.
“Kamu mau kan menyanggupinya demi aku?”Shilla berdiri, dan mengangkat wajah suaminya itu.
“Aku tidak mau melihatmu menangis, yang ku butuhkan adalah jawabanmu”Shilla menyuruhnya berdiri sejajar dengannya, menghapus air mata yang mengalir di pipinya yang chubby tersebut.


Cakka menguatkan hatinya untuk berkata ya, namun susah sekali. Tapi ia harus melakukannya jika hal itu bisa membuat istrinya bahagia.
“Baiklah aku mau, itu semua demi kamu”ucapnya yakin, Shilla menundukkan kepala Cakka sedikit dan segera mencium kening suaminya itu.

Rencana Shilla untuk meyakinkan Cakka sudah berhasil, kini giliran dia menyakinkan calon istri untuk suaminya tersebut.


^^^


Oik berdiri sambil mondar-mandir di depan ruang operasi. Hari ini Ray menjalani operasi. Sudah 2 jam lamanya Oik dan ibunya menunggu di luar dengan cemas.
Beberapa saat kemudian salah satu dokter keluar dari ruang operasi, Oik segera menghampirinya.

“Operasi berjalan dengan lancar, dan kondisi Ray mulai membaik”jelas dokter Riko, membuat Oik bernafas lega.

Rasa ketakutan akan kehilangan adiknya itu pupus sudah, justru yang ia pikirkan adalah permintaan Shilla tempo lalu. Membuatnya kepikiran terus.

Dan saat jam pulang kerja tiba, Oik mengemasi seluruh map yang ada di mejanya ke dalam tasnya, membawanya kerjaannya itu pulang. Hingga Shilla atasannya berjalan kearahnya.
“Sudah mau pulang Oik?”tanya Shilla.
“Iya nih. Bu”jelas Oik.
“Kamu bisa ikut saya sebentar, ada hal penting yang saya mau bicarakan sama kamu”Oik pun berjalan mengikuti langkah Shilla membawanya ke suatu tempat. Mereka berjalan menuju taman depan tak jauh dari gedung kantor.
Setelah mendapatkan tempat duduk yang nyaman dan teduh dibawah pohon, dan yakin tidak ada orang yang bakal menguping pembicaraannya. Shilla mulai mengutarakan niatnya pada Oik.

“Ik. Apa kamu sudah punya calon suami?”pertanyaan Shilla membuat Oik terdiam sesaat.
“Belum sih bu. Kenapa memangnya”Oik balik nanya.
“Apa kamu tidak ingin cepet menikah?”.
“Ya sebenarnya sih ingin, cuman calonnya belum ada…hehehe”ucap Oik sambil nyengir.
“Kalau begitu kamu mau kan menikah dengan Cakka”pinta Shilla, membuat Oik terdiam membisu di tempatnya. Apa menikah dengan Cakka?, batin Oik. Hanya satu yang ia ingat tentang nama itu. Yang tak lain adalah suami atasannya sendiri, ya Shilla memang beruntung menurut Oik memiliki suami yang tidak hanya orang berada namun tampan dan juga perhatian, Oik hanya pernah bertemu beberapa kali saja dengan Cakka, saat ia menjemput pulang bosnya tersebut.


“Cakka. Cakka suami ibu itu?”Oik mencoba meminta penjelasan dari Shilla, siapa tau kupingnya salah dengar, Shilla hanya menjawab dengan anggukan.
“Tapi itu tidak mungkin bu. Saya harus menikah dengannya”.
“Sekarang mungkin Oik. Kamu bisa kan menyanggupinya kan, lagian kamu sudah janji Ik akan memenuhi permintaanku”ucap Shilla yakin.
“Mana mungkin saya menikah dengan suami atasan saya. Lagipula saya tidak mau menyakiti perasaan ibu”Oik sebetulnya tidak mau memenuhi permintaan Shilla, kenapa malah jadi rumit seperti ini sih.
“Menyakiti perasaanku jika kamu merebut suami aku. Tapi kali ini aku yang memintannya padamu itu berarti aku tidak mungkin tersakiti. Justru kalau kamu menolaknya…”belum selesai Shilla ngomong sudah dipotong dengan Oik.
“Tapi saya tidak mau menikah dengan suami ibu. Saya sudah punya pacar, lagian suami ibu tidak akan menyetujuinya. Bagaimana tanggapan orang-orang nantinya?”
“Baru pacar kan belum suami kamu? Cakka sudah menyetujuinya. Ik jika kamu tidak mau memenuhi permintaanku ini, kamu harus mengembalikan uang itu hari ini juga dan kamu tidak perlu dengar gossip orang nantinya, lagipula jika aku mati Cakka berhak untuk menikah lagi”Shilla terpaksa mengancam Oik demi mendapatkan persetujuannya. Membuat Oik membisu kembali ditempatnya, mengembalikan uang 120 juta sekarang juga? Uang sebanyak itu tidak mungkin muncul dengan sendirinya (?). Tidak ada jalan lain mungkin itu jalan satu-satunya menurut Oik, tapi bagaimana perasaan kekasihnya itu. Bener-bener tidak ada jalan lain.
“Baiklah saya mau, jika itu keinginan ibu pada saya”ucap Oik terpaksa mengatakannya. Sebuah senyum terukir di bibir Shilla.

Beberapa hari setelah itu Shilla mengajak makan malam bersama di sebuah Restaurant, niatnya adalah memperkenalkan suaminya itu pada Oik sebelum menikah. Oik merasa tidak enak jika nantinya akan jadi orang ketiga di antara mereka, dan pasti orang beranggapan dia perebut suami orang.
“Nah sayang. Kenalkan ini Oik, perempuan yang akan menikah dengan kamu. Dia sesuai kan dengan kriteria kamu. Cantik, dan Oik ini orangnya baik setia pula lho”ucap Shilla senang, Oik hanya melirik sekilas wajah Cakka kemudian kembali menunduk.
“Ayo dong kalian saling berjabat tangan layaknya orang kalau kenalan”suruh Shilla. Oik mengangkat wajahnya untuk menatap suami atasannya tersebut.

Mata Oik dan Cakka saling bertemu. Deg…jantung Oik rasanya mau berhenti saat ini juga betapa tampan sekali dan berwibawa suaminya Shilla, yang sebentar lagi akan dinikahinya ini seperti mimpi disiang bolong.
Cakka mengulurkan tangannya, Oik juga mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Cakka. mulut Oik terasa kaku untuk menyebutkan namanya sendiri jadilah dia diam saja. Begitu pula Cakka, ia segera melepas tangannya dari Oik. Shilla tersenyum senang melihatnya.
“Kalian pasti canggung karena baru pertama bertemu, dan aku yakin nanti kalian akan akrab juga kok”ucap Shilla optimis.

Shilla menyuruh Cakka, agar mengajak Oik jalan-jalan untuk mengakrabkan diri. Namun saat Cakka pergi ia berpura-pura ketemu Oik.


Beberapa bulan berlalu setelah Shilla yakin kalau suaminya dan Oik sudah saling dekat. Ia menyuruh Cakka untuk segera menikah dengan Oik. Saat itu juga kondisinya kian memburuk. Dokter Gabriel bilang Shilla hanya bisa bertahan beberapa bulan saja.
Cakka terpaksa mengikuti semua keinginan Shilla itu, lagipula mertuanya Shilla ‘orang tua Cakka’ tidak keberatan jika anaknya menikah lagi. Toh istri anaknya yang sekarang tidak bisa memberikan seorang cucu padanya dan sebentar lagi akan meninggal *innalilahi* #lho? #Plakk.


Kedua orang tua Cakka tidak mempermasalahkan keadaan keluarga Oik, toh untuk apa harta dan semua kekayaannya itu bila menantunya itu tidak bisa memberikan keturunan padanya. Begitu pula dengan ibu Oik yang justru senang calon menantunya itu orang kaya.


Setelah melangsungkan pernikahan mereka secara tertutup dan sederhana, baik Cakka maupun Oik tidak ada yang senang dengan rencana ini. Mana mungkin Cakka bahagia diatas penderitaan istrinya, sementara Oik! apa yang harus ia katakan pada Debo kekasihnya itu?.


Sedangkan Shilla melihat itu dari kejauhan dengan perasaan sedih dan hancur melihat suaminya kini akan menjadi milik orang lain. Jika saja penyakit itu tidak hadir dalam dirinya mungkin saja saat ini dialah wanita paling bahagia dari wanita manapun. Namun tuhan punya rencana lain yang lebih indah untuknya.
Bahkan saat malam pertama pernikahan mereka, Oik dan Cakka tidak tidur bersama layaknya pasangan yang baru saja menikah. Shilla meminta Oik untuk tinggal dirumahnya yang nanti akan jadi rumahnya juga.


^^^



Seluruh karyawan tidak mengetahui jika Oik sudah menikah dengan suami atasannya itu. Apa jadinya jika mereka tau.
Siang harinya Debo menemui Oik saat jam istirahat kantor. Shilla yang mengetahuinya segera memperingatkan Debo.

“Mulai sekarang kamu tidak usah lagi ketemu dengan Oik. Dia sudah memiliki suami sekarang, tolong jangan gangu dia”tegur Shilla.
“Apa yang barusan anda bilang? Oik sudah memiliki suami???”ulang Debo mungkin saja dia salah dengar, Shilla menegaskan sekali lagi.
“Bener apa yang dibilang Shilla, Ik?”Oik hanya terdiam saat Debo meminta penjelasan yang sebenarnya pada Oik. “JAWAB IK???”bentak Debo, Oik hanya mampu menjawab dengan anggukan.
“Kamu dengar tidak penjelasanku tadi? Mending kamu putuskan dia, kamu tidak mau kan suami Oik marah”.
“Aku kecewa dengan kamu Ik, kenapa kamu tidak mengatakan dari awal. Mulai sekarang kita putus anggap saja kita tidak saling kenal”Debo segera meninggalkan Oik dengan perasaan hancur.
“Debo”lirih Oik menatap punggung lelaki tersebut.
“Kamu tidak usah sedih Ik, lagian kamu sudah menjadi istri Cakka. Tidak seharusnya kamu dengan pria lain”hibur Shilla.


^^^


Malam harinya Shilla sedang ngobrol dengan Cakka berdua di balkon atas rumah mereka, sementara Oik hanya berdiam diri di kamarnya.

“Permintaan kamu sudah aku penuhi sekarang”ucap Cakka.
“Iya. Terima kasih ya, sayang”ucap Shilla senang sambil mencium pipi suaminya.
“Tapi ada satu yang kurang. Kapan kamu memiliki anak dengan Oik? Jika kalian tidur tidak satu kamar begitu”pertanyaan Shilla membuat Cakka terdiam sesaat, dia menemukan sebuah ide.
“Kan bisa pakai bayi tabung jadi aku tidak perlu melakukannya dengan Oik. Lagipula aku tidak mau melakukan itu dengan perempuan yang sama sekali tidak aku cintai”Cakka memberikan saran, dan menolak permintaan aneh istrinya itu.
“Tidak. Aku tidak setuju dengan cara itu, lagipula itu hanya boleh dilakukan jika pasangan tersebut tidak bisa memiliki anak”tolak Shilla. “Kamu harus melakukannya dengan Oik agar kalian bisa memiliki anak”paksa Shilla agar Cakka menyetujuinya.
“Mana mungkin aku melakukan itu tanpa dasar rasa suka. Tolong kamu negrti’in itu”Cakka agak kesal dengan ide yang disarankan Shilla.
“Pokoknya kamu harus mau. Lagipula sekarang ini Oik adalah istri kamu yang sah”tegas Shilla.

Malam itu Cakka tidur dengan Oik, istri mudanya itu. Dan ia terpaksa melakukan hal itu dengan Oik tanpa dasar rasa suka, hingga beberapa kali.



^^^


Selama beberapa bulan ini keadaan Shilla dalam keadaan baik, mungkin ini semua karena perasaanya sedang senang. Cakka dan Oik mulai akrab tidak sekaku dulu, hal itu membuat Shilla lega.

Saat Oik memasak untuk makan malam Cakka membantunya, namun tidak ada canda’an di antara mereka. Shilla hanya mampu menatap sedih, namun dia harus senang bukannya itu yang dia mau. Melihat suaminya bahagia dengan wanita lain sebelum waktunya tiba.


Malam harinya ketiganya makan malam bersama. Masakan Oik enak sekali menurut Shilla.
“Kamu memang istri yang berbakat bisa masak juga, Ik”kata-kata itu tidak terlontar dari bibir Cakka, melainkan dari bibir Shilla.
“Terima kasih kak”kata Oik singkat.


Baru makan beberapa sendok saja perut Oik sudah mulai mual ingin muntah, ia menahan mulutnya dengan tangannya agar makanan yang barusan dimakan tidak keluar. Segera saja ia berlari menuju toilet. Shilla yang takut terjadi apa-apa dengan Oik segera menyusulnya, sementara Cakka sudah hilang nafsu makannya melihat Oik tadi. Ia juga memutuskan menyusul mereka.
“ Hooekhh.. Hoekkhh”Oik terus muntah diwastafel..
“Kamu kenapa Oik??”tanya Shilla setengah khawatir.
“ Nggak tau nih kak, perut aku rasanya mual sekali”jawab Oik kemudian muntah kembali.
“Mendingan kamu ke dokter saja ya, nanti kalau terjadi apa-apa denganmu bagaimana”saran Shilla.
“Nggak usah kak, mungkin aku hanya masuk angin saja”tolak Oik. “Tidak kamu harus ke rumah sakit sekarang”paksa Shilla, Oik hanya menurut.
“Kka, kamu antar ke rumah sakit ya. Aku tidak bisa ikut”suruh Shilla kepada suaminya itu. Cakka pun mengantarkan Oik ke rumah sakit.



Sesampainya di rumah sakit, dokter langsung memeriksa Oik. Beberapa saat kemudian dokter keluar dari ruangannya.

“Bagaimana keadaan istri saya dok? Apa dia baik-baik saja”tanya Cakka. Dokter mengulurkan tangannya sambil berkata.
“Istri bapak dalam kondisi baik kok. Selamat ya sebentar lagi anda akan menjadi seorang ayah. Saat ini istri anda sedang hamil, usia kandungannya sudah memasuki tiga bulan”ucap dokter memberikan penjelasan.
“Apa? Jadi istri saya sedang hamil sekarang. Serius kan dok”ucap Cakka setengah percaya. Dokter tersebut hanya mengangguk sebagai jawabannya


Entah perasaan Cakka harus senang atau tidak untuk saat ini. Senang karena ia akhirnya bisa memiliki seorang anak setelah sekian tahun menanti, tapi kenapa anaknya itu harus dari rahim wanita lain yang sama sekali tidak di cintainya, kenapa tidak di rahim istrinya, Shilla. Yang sangat di cintainya.

Setelah selesai di periksa Oik keluar dari ruangan dokter tangannya masih menggengam erat kertas hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa dia positif hamil, dan anak yang ada dalam rahimnya itu adalah buah cinta, dengan pria yang tidak ia cintai. Justru saat ini dia beranggap sudah melukai hati Shilla, yang sangat di hormatinya itu. Tapi mau gimana lagi ini semua sudah terjadi.

Dalam perjalanan pulang, didalam mobil baik Cakka maupun Oik hanya terdiam. Tidak ada yang berwajah senang saat dokter bilang mereka anak memiliki anak. Padahal dalam berumah tangga kehadiran sang buah hati adalah yang dinanti. Bagaimana mau senang coba? Jika semua itu dilakukan tanpa dasar rasa cinta, yang ada hanyalah keterpaksaan. Biarlah sang waktu yang akan menjawab sekaligus menunjukkan semuanya.

Sesampainya di rumah Shilla sudah menunggu mereka di ruang tamu. Ia sangat khawatir dengan keadaan Oik, padahal keadaannya malah lebih mengkhawatirkan. Oik hanya muntah-muntah saja Shilla sudah panik begitu. Menyambut Oik dengan beberapa pertanyaan setelah mereka memasuki rumah.

“Bagaimana dengan keadaan kamu, Oik. Apa kamu baik-baik saja?”tanya Shilla agak cemas.
“Sayang kamu tidak perlu mengkhawatirkan keadaan Oik, ia hanya…”ucap Cakka menggantungkan kalimat terakhirnya.
“Hanya apa?”tanya Shilla bingung. Cakka tidak menjawab begitupula Oik, kemudian Oik mengeluarkan amplop dari dalam tasnya menyerahkan pada Shilla.


Shilla menerimannya, lalu membuka amplop tersebut. Ternyata selembaran surat hasil pemeriksaan Oik, dan betapa kagetnya dia setelah membaca isi surat itu. Dalam surat itu menyatakan bahwa Oik Ramadlani wanita 24 tahun positif hamil.

Betapa perih hatinya sebentar lagi suaminya itu akan memiliki anak dengan wanita lain, yang artinya jika dia meninggal nanti pastilah Cakka akan bahagia dengan Oik dan anak mereka nantinya. Dengan begitu Cakka akan melupakannya, rasanya sesak sekali dadanya namun ia mencoba menguatkan dirinya bukankah itu yang dia mau.
“Kamu kenapa, sayang?”tanya Cakka cemas melihat Shilla terdiam membisu.
“Eh…tidak apa-apa kok. Aku senang saja akhirnya kamu akan memiliki seorang anak”ucap Shilla pura-pura senang.
“Permisi kak. Aku mau masuk dulu”kata Oik kemudian memasuki kamarnya.

Setelah tinggal berdua saja, Cakka mulai bicara pada Shilla. “Aku sudah memenuhi semua keinginanmu sekarang”kata Cakka datar.
“Terima kasih sayang, kamu sudah mengabulkan semua keinginanku”Shilla segera memeluk Cakka ‘Sebelum aku pergi, kamu sekarang akan hidup bahagia’lanjutnya dalam hati.


^^^


Keadaan Shilla akhir-akhir kian memburuk, sudah 18 kali dalam 5 bulan terakhir ini. Kali ini ia harus kembali terbaring koma di ruang ICU. Dengan setia Cakka menunggu disampingnya, Oik memasuki ruangan tempat Shilla dirawat. Mendekati ranjang tempat Shilla terbaring koma, dan duduk disebelah Cakka.

“Bagaimana kondisinya kak Shilla?”tanya Oik.
“Seperti yang kamu lihat sekarang tidak ada perubahan sama sekali”jelas Cakka terlihat kesedihan di raut wajahnya.


Seorang suster yang bertugas untuk mengontrol keadaan Shilla memasuki ruangan dan meminta mereka agar tidak terlalu lama di ruang ICU. Cakka dan Oik segera keluar.
Mereka duduk di bangku depan ruang ICU, namun saling berjauhan. Cakka akhirnya mendekat kearah Oik, mengajaknya mengobrol biar bagaimanapun Oik adalah istri sahnya tidak seharusnya dia tidak menganggap Oik. Apalagi kini wanita itu tengah mengandung buah hatinya yang sudah memasuki bulan ke delapan, terlihat dari perut Oik yang sudah besar. Dan sebentar lagi ia akan menjadi seorang ayah, apakah perasaannya ke Oik akan begini saja?.

“Biarpun kita ini sudah resmi sebagai suami istri, tapi kenapa perasaan kita seperti orang lain”Cakka mulai percakapan dengan Oik yang sejak tadi terdiam.
“Karena kita menikah tidak atas dasar saling suka, tapi karena keterpaksaan”entah jawaban itu meluncur begitu saja dari mulut Oik.
“Itu yang terjadi padaku saat harus menikah denganmu, terpaksa demi menuruti semua keinginan Shilla itu. Dia merasa kalau umurnya tidak lama lagi”sahut Cakka.
“Dan demi memenuhi keinginan kak Shilla, aku harus kehilangan orang yang aku cintai”.
“Shilla memang egois, dia hanya mementingkan perasaannya saja, tanpa memikirkan perasaan orang lain”umpat Cakka sedikit kesal.
“Awalnya aku juga berfikir seperti itu, tapi saat ini aku harus belajar mencintai kamu. Demi anak kita ini”Oik memberanikan dirinya untuk mengungkapkan isi hatinya saat ini, walau ia tahu Cakka tidak akan mungkin mencintainya. Cakka terdiam sesaat ucapan Oik barusan membuatnya berubah pikiran, memang benar kini dia harus mencintai wanita itu secara perlahan. Biar bagaimana pun Oik akan menjadi ibu dari anaknya kelak.

“Aku tidak berfikiran sejauh itu Ik”ucap Cakka agak bersalah pada Oik, tapi saat ini dia tidak memiliki rasa cinta pada wanita itu.
“Aku menyadari kok, kamu sama sekali tidak mencintai ku. Kalau anak ini lahir, kita pisah saja”Cakka tersentak dengan ucapan Oik, kenapa wanita itu tega sekali bicara seperti itu.

“Tidak akan Oik. Aku tidak mungkin menceraikanmu, biar bagaimanpun kamu adalah ibu dari anakku kelak”tolak Cakka. Oik membiarkan tangan Cakka menyentuh perutnya itu, bayi yang ada dalam kandungnya bergerak seakan merasakan sentuhan dari ayah mereka.
“Tapi buat apa ini semua di teruskan jika tidak ada perasaan cinta di antara kita”Cakka ingin menjawab ucapan Oik, namun tidak sempat karena dokter Gabriel menghampiri mereka.
“Cakka. Shilla ingin bertemu denganmu, beberapa menit yang lalu dia sudah sadar”jelas Gabriel memberitahu, Cakka segera memasuki ruang ICU di ikuti Oik.


^^^

Di dalam ruang ICU, Shilla sudah sadar sepenuhnya. Kini alat-alat yang menempel di tubuhnya sudah dilepas hanya tinggal respirator yang menempel di hidungnya, sebagai alat bantu nafas.
Sepertinya Gabriel sudah pasrah dengan kondisi Shilla saat ini. Cakka mendekati ranjang Shilla.
“Cak…hh..Cakka...hhh”panggilnya Shilla pelang dan terbata di iringin suara nafas yang memberat. Cakka membungkukan badannya agar bisa mendengar suara Shilla.
“Iya aku disini sayang”tangan Cakka meraih jemari Shilla, ia mulai merasakan sesuatu hal yang buruk akan terjadi pada istrinya.
“Pertama…hh…aku mau ngucapin…hh... ngucapin makasih buat kamu…udah…hh… mengabulkan semua keinginanku”Cakka mulai mengusap air mata yang mengalir dipipinya.
“Dan…kedua…Oik…hh…makasih juga kamu sudah…hh… memberikan anak pada suamiku ini, karena aku…hh…tidak akan mungkin bisa”pandangannya kini beralih ke Oik, matanya mulai berkaca-kaca.
"Dan.. hh.. Cakka.. kamu.. hh.. kamu lelaki terbaik.. hh.. yang pernah ada dalam kehidupan aku.. selain ayahku.. hh.. kamu lelaki…hh…yang aku cintai setulus hati…hh…” Cakka sesenggukan karena menangis. *ih lelaki kok cengeng kkkk~* #plakk #digamparCL’s.

“Cakkaa… hh…aku.. aku cinta sama kamu…cinta sekali…” ujar Shilla napasnya makin memberat. Tangan kanannya meraih jemari Oik sementara, tangan kirinya memengang jemari Cakka.

“Jika aku…hh…sudah tiada nanti…hh…kamu harus bahagia…hhh dengan Oik. Kalian tidak boleh bercerai…”tangan Shilla menyatukan jemari mereka. Cakka dan Oik saling berpandangan, tiba-tiba saja Shilla melepaskan tangannya dari jemari mereka. Bersamaan dengan datarnya garis di monitor, mata Shilla menutup. Untuk selamanya.

---------------------------------------------------------------


Setelah Shilla dimakamkan ditempat peristirahatannya yang terakhir, semua pelayat membubarkan diri, di kanan kiri makan banyak karangan bunga sebagai wujud duka, bukan hanya di makan namun juga di kantornya. Cakka masih enggan beranjak dari makam istrinya itu, tangannya masih memengangi batu nisan. Oik berdiri dibelakangnya.

“Cakka…Kita pulang sekarang, kayaknya sebentar lagi mau hujan nih”saran Oik. Dan memang cuaca hari ini mendung.


^^^

Rasanya sangat sulit bagi Cakka secepat itu melupakan Shilla, kini dia jadi agak pemurung dan pendiam berkali-kali ibunya menasehati agar tidak memikirkan orang yang sudah mati. Shilla adalah masa lalu yang harus dilupakan, kini dia harus belajar mencintai Oik sesuai pesan terakhir Shilla. Tapi rasanya sulit untuk mencintai Oik dalam waktu dekat, butuh waktu yang agak lama.


“Kamu harus melupakan Shilla. Dan belajar mencintai Oik”ucap ibunya.
“Apalagi sebentar lagi anak akan lahir”ucapan ibunya itu ada benarnya juga. Ternyata Shilla tidak sejahat yang ia kira, justru Shilla mencarikan kebahagian untuknya kala istrinya itu akan meninggalkannya untuk selamanya. Mungkin dia dan Shilla tidak berjodoh.
“Sekarang kamu temui Oik sana”suruh ibunya. Cakka segera menemui Oik yang duduk di kursi beranda rumahnya.


“Oik kamu sedang apa disini, malam-malam begini??”tanya Cakka kemudian duduk disampingnya.
“Cari angin saja lagian bosen juga di rumah terus”Oik menjelaskan.
“Sebaiknya kita masuk saja, nanti kamu sakit lagi. Itu bisa berdampak buruk nanti pada anak dalam kandunganmu”jelas Cakka mulai perhatian kepada Oik.
Saat hendak berdiri tiba-tiba saja perutnya terasa mulas di iringi sakit yang luar biasa seolah bayi yang ada didalam perutnya menendang-nendangnya.
“Awww”teriak Oik merintih sambil memegang perutnya. Cairan bercampur darah mengalir di kakinya.
“Oik kamu kenapa”ucap Cakka panik. Oik tidak menjawab, ia terus saja merintih menahan sakit.



^^^


Cakka segera membawa Oik ke rumah sakit. Dan dokter bilang Oik tidak apa-apa, ia hanya merasakan kontraksi yang biasanya terjadi pada wanita yang akan melahirkan.


Kini Cakka berdiri dengan gelisah di depan ruang bersalin. Dan berharap Oik dan bayinya akan baik-baik saja. Selama beberapa jam dua orang suster keluar dari ruang bersalin sambil membawa bayi.

“Selamat ya. Bayi anda lahir dengan sehat dan normal”jelas salah satu suster. Cakka agak bingung dengan suster yang satu lagi.
“Terus jika ini bayi saya. Yang satunya lagi siapa?”tanyanya.
“Oh ya saya lupa memberitahu. Bahwa anak anda terlahir kembar, cewek dan cowok”kini rasa duka kehilangan Shilla berganti dengan suka karena anaknya telah lahir, dua sekaligus. Cakka memasuki ruangan tempat Oik masih dirawat dengan menggendong bayinya yang cewek, sementara yang satunya ibunya yang membawanya masuk.


“Ibu bisa keluar sebentar tidak. Ada hal yang penting ingin aku bicarakan dengan Oik”kata Cakka pada ibu kandungnya.
“Tentu saja, nak”ibunya menyerahkan cucu yang cowok itu pada Oik. kemudian beranjak keluar.
“Kenapa kamu menyuruh ibu keluar”tanya Oik bingung. “Biar enak ngomongnya hehehe”.

“Sepertinya aku memang harus belajar mencintai kamu Ik. Tidak hanya demi permintaan Shilla, namun juga untuk aku dan anak kita, dan kamu tentunya. Tidak akan mungkin aku hidup sendiri dalam usia yang masih muda”Oik terharu dengan ucapan Cakka barusan.


“Aku cinta dan sayang kamu, Oik Ramadlani. Terima kasih sudah memberikanku seorang anak dua sekaligu”Cakka menundukkan kepalany untuk mencium pipi chubby Oik.
“Begitu pula aku”senyum terukir di bibirnya. “Jadi nama apa yang cocok buat anak kita?”tanya Oik, Cakka berfikir sebentar. Di otaknya sedang menyusun sebuah nama untuk dua buah hatinya.
Hening beberapa menit, dan akhirnya Cakka menemukkan nama yang cocok untuk keduanya.
“Bagaimana kalau Caca Tirani Nuradlani, itu nama untuk bayi kita yang cewek. Panggilannya Caca”.
“Bagus juga namanya. Terus yang cowoknya siapa?”tanya Oik lagi, Cakka berfikir sebentar.
“Hmm…kalau cowoknya. Eza Raka Grenda Nuradlani, panggilannya Raka”.
“Raka dan Caca, nama anak kita”.

Setelah beberapa bulan kemudian Cakka sudah mulai melupakan Shilla dan masa lalunya itu, apalagi dengan kehadiran sang buah hati membuatnya mulai mencintai Oik. Begitu pula keluarga Oik yang kini sudah tidak tinggal di rumah yang dulu, Oik membelikan rumah yang layak huni untuk Ray dan ibunya.


Kini Oik menjadi pemimpin di perusahaan Shilla, yang di wariskan kepadanya karena Shilla sudah tidak memiliki keluarga maupun kerabat dekat lagi, orang tuanya meninggal dalam kecelakaan, dan tidak memiliki saudara.
Sekarang Cakka sudah hidup bahagia bersama keluarga barunya selamanya.


____ENDING____

Senin, 24 Oktober 2011

Ku Temukan Penggantinya part 2

Keesokan hari Oik sudah bangun sebelum subuh tadi meninggalkan Cakka masih tertidur lelap, kemudian mandi setelah selesai mengambil ponsel untuk menelpon pembantu dirumahnya hanya sekedar menanyakan Lani. Oik bernafas lega saat pembantunya bilang Lani baik-baik saja.


Setelah itu terdengar suara ketukan dari arah pintu, Oik segera membukanya ternyata pramusaji hotel yang membawakan sarapan pagi untuk tamu, Oik menerimanya.
“Terima kasih”ucap Oik kemudian menutup pintu kembali. meletakkan sarapan paginya di atas meja.

Kemudian mendekati Cakka yang tertidur untuk membangunkannya dan mengajaknya sarapan bersama. Membelai rambut suaminya yang agak berantakan tersebut lalu berbisik lembut ditelinganya.

“Sayang ayo bangun, udah hampir siang nih”bisik Oik. Cakka menggeliatkan tubuhnya, lalu menoleh kearah Oik dan tersenyum.
“Kamu sudah bangun Ik?”tanyanya. “Sejak tadi malahan. Buruan bangun habis itu kita sarapan bersama”perintah Oik.
Cakka berjalan malas menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi ia mendekati Oik yang duduk di kursi balkon hotel.
“Duduk sini. Kita makan bersama”suruh Oik, Cakka menurut dan langsung duduk disebelahnya.
“Oik aku bisa makan sendiri kok”tolak Cakka saat Oik mulai menyuapkan sesendok nasi goreng kearahnya.
“Ah tidak apa-apa kok”kini mereka malah suap-suapan nasi goreng dengan mesra.


Kini Oik sudah bahagia dengan keluarga barunya bersama Lani juga tentu, dua bulan kemudian Oik menerima undangan pernikahan Obiet dengan Keke. Oik senang sekarang melihat Obiet yang sudah bahagia dengan pasangannya.

Paginya Oik melihat tanggal di kalender yang berada di atas meja. Sudah dua bulan ini ia tidak mengalami haid, padahal siklus haidnya lancar saja semenjak Lani berusia 5 bulan. Mencari sesuatu didalam lacinya, testpack. Oik segera menuju kamar mandi beberapa menit kemudian testpack itu menunjukkan dua garis berwarna merah yang berarti dia hamil, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya Oik mencobanya lagi ternyata hasilnya sama seperti tadi dua garis merah. Sebuah senyum terukir di bibirnya.

“Pasti Cakka senang mendengarnya, tapi sebaiknya aku tidak kasih tau dia dulu”guman Oik kemudian menyembunyikan testpack tersebut.

Cakka baru saja pulang kerja, Oik menyambutnya dengan senang.

“Dimana Lani?”tanya Cakka begitu sampai dirumah.
“Dia sedang bermain di taman belakang”jelas Oik, Cakka segera menuju belakang rumahnya. Dilihatnya disana Lani sedang asyik bermain ayunan dengan baby sisternya.
“Lani!!!”panggil Cakka. Merasa ada yang memanggil namanya Lani mencari sumber suara. Ternyata yang memanggilnya adalah Cakka, Lani tersenyum senang dan berlari kearahnya.
“Sini sayang peluk Papa dulu dong”suruh Cakka kemudian merendahkan tubuhnya agar Lani bisa memeluknya.
“Papa balu saja pulang kelja ya?”tanya Lani yang masih belum bisa menyebutkan huruf R.
“Iya. Kiss Papa dulu dong”Lani menurut dan segera mencium pipi Cakka dengan lembut. Cakka mencubit pipi anaknya dengan gemas.
“Sekarang kamu mandi dulu ya”Lani mengangguk, lalu melingkarkan kedua tangannya di leher papanya, Cakka menggendong Lani menuju kamar mandi. Oik mengikuti di belakangnya.


^^^

Cakka mengajak Oik dan Lani jalan-jalan ke Mall pada saat malam minggu, karena bosen dirumah terus. Ketiganya menuju Restaurant untuk makan malam bersama, setelah mendapatkan tempat duduk Cakka mulai memesan beberapa makanan.

“Tapi Mama telpon dan memintaku untuk ke Jogja, katanya beliau kangen”jelas Cakka, Oik hanya mengangguk mungkin mertuanya itu kangen dengan Cakka yang merupakan anak satu-satunya.
“Bulan depan saja kita kesana”saran Oik.
“Sepertinya tidak bisa Ik, karena di kantor kan sedang ada proyek. Lagian nanti Mama menyuruhku menetap disana”.
“Tidak masalah bagiku jika kita nanti akan tinggal disana. Orang tua ku sekarang tinggal di Semarang, jadi kapanpun kan aku bisa ketemu beliau”pesanan mereka akhirnya datang.
“Iya itu bisa dipikirkan nanti saja. Kita makan dulu sekarang”satu porsi makanan Cakka, ia makan bersama Lani.
Sementara Oik, porsinya untuk dia sendiri. Setelah makanan di depannya habis ia memanggil waiters dan memesan makanan lagi padahal makanan Cakka belum juga habis.
Cakka keheranan melihat perubahan pada Oik yang akhir-akhir ini.
“Memangnya kamu tidak kenyang ya makan segitu banyaknya. Porsi ku saja ini dengan Lani belum habis”.
“Aku lagi lapar ini”jelas Oik.
“Iya tapi jangan terlalu berlebihan gitu, tidak baik”Oik tidak memperdulikan nasehat Cakka tersebut.


Setelah selesai makan Lani minta dibelikan mainan, ketiganya pun menuju toko khusus menjual mainan anak-anak di lantai dua. Tiba-tiba saja perut Oik serasa mual rasanya ia ingin muntah, menutup mulutnya dengan tangan kirinya menahan sesuatu yang akan keluar dari mulutnya.

“Oik. Kamu kenapa?”tanya Cakka panik. Oik tidak menjawab ia segera melangkah cepat mencari toilet.
Sesampainya di toilet Oik segera menuju wastafel, memuntahkan sesuatu yang sudah mengajal dimulutnya. Ternyata makanan yang barusan dimakannya tadi keluar semua. Cakka segera menyusul Oik masuk ke toilet takut terjadi apa-apa dengan istrinya tersebut.
“Dibilangin tidak percaya sih. Kamu terlalu banyak makan tadi”omel Cakka, Oik tidak memperdulikan omelan suaminya tersebut. Perutnya semakin mual.
“Mending kita kerumah sakit sekarang. Aku takut terjadi sesuatu padamu nanti”suruh Cakka
“Tidak usah sayang. Aku cuman mual saja kok mungkin masuk angin gara-gara kena AC”tolak Oik.
“Sudahlah, kita harus ke rumah sakit sekarang untuk memastikan keadaanmu”Cakka lalu menggendong Lani dan menuntun Oik meninggalkan Mall.
“Aku mau beli mainan dulu”pinta Lani saat mereka melewati toko mainan. “Kita harus ke rumah sakit sekarang sayang. Mama lagi sakit”jelas Cakka pada Lani. “Beli mainannya nanti ya kalau udah pulang”lanjutnya, Lani mengangguk.


Sesampainya dirumah sakit Cakka dan Lani menunggu diluar ruang pemeriksaan. Beberapa saat kemudian dokter keluar dari ruangan tersebut.

“Bagaimana dok, keadaan istri saya. Apa dia baik-baik saja?”tanya Cakka setengah khawatir.
“Anda tidak perlu cemas, keadaan istri anda baik-baik saja kok”mendengar penjelasan dokter tadi Cakka kini bernafas lega.
“Selamat ya sebentar lagi anda akan menjadi seorang ayah. Menurut periksaan kami tadi istri ada sedang hamil dan usia kandungannya sudah memasuki tiga bulan”jelas sang dokter. Kini perasaan Cakka antara percaya dan tidak.
“Serius kan dok”Cakka memastikan, dokter tersebut mengangguk. “Saya permisi dulu”.

Cakka segera memasuki ruangan dan menghampiri Oik yang hendak melangkah keluar.
“Tadi dokter barusan bilang, kalau kamu baik-baik saja membuatku lega. Dan satu hal lagi yang membuatku senang ternyata kamu sedang hamil, Oik”Cakka langsung memeluk tubuh Oik.
“Iya aku sudah tau kok”jawab Oik santai.
“Jadi kamu sebelumnya sudah tau. Dan tidak memberitahuku?”tanya Cakka agak sedikit kesal.
“Yang penting kamu kan sudah tau sekarang. Lagipula aku kan pernah hamil sebelum ini masa tidak tau sih”Oik terkekeh melihat eskpersi Cakka.

^^^
Cakka semakin perhatian ke Oik, bahkan menyuruhnya berhenti bekerja namun Oik menolaknya dia baru berhenti kalau sudah melahirkan nantinya. Hari demi hari yang di lalui Oik dengan keluarga barunya begitu indah.


Sore harinya Obiet mengundang Oik untuk datang ke acara syukuran, karena Obiet baru saja membeli rumah baru. Oik datang sendirian, Cakka tidak bisa menemaninya karena ada pekerjaan kantor yang tidak bisa di tinggalkan.

Obiet dan Keke menyambut Oik yang baru saja datang dengan ramah. Oik menyalami keduanya memberikan selamat.
“Datang dengan siapa Ik?”tanya Keke yang melihat Oik sendirian.
“Sendirian saja”jelas Oik.
“Lah memangnya Cakka kemana?”kali ini giliran Obiet yang tanya.
“Dia tidak bisa datang karena ada pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan. Cakka titip salam buat kalian berdua”Keke memperhatikan Oik sekilas kemudian mendekatinya.
“Sudah berapa bulan memangnya? Semoga saja aku bisa ketularan kamu, cepet hamil”tanya Keke sambil mengelus perut Oik yang mulai membesar itu.
“Oh, sudah 5 bulan kok, Ke. Semoga saja”jelas Oik.
“Aku tidak sabar ingin cepat-cepat hamil dan punya anak”Obiet hanya tersenyum melihat keinginan Keke.

^^^

Sementara itu di rumahnya. Alvin tanpa sengaja menemukan sebuah lembaran kertas yang ternyata adalah hasil tes DNA di almari Shilla, membuat Alvin kaget karena suratnya yang dulu itu sudah di robek oleh Oik. Dalam surat tersebut ternyata isinya berbeda dengan yang dulu yang menyatakan bahwa Nathalani Cahaya Sindunata dan Alvin Jonathan Sindunata memiliki ikatan darah. Yang berarti Lani memanglah anak kandungnya.

Kini Alvin mulai paham kalau tes dulu itu sudah di rekayasa, dan yang menyuruhnya untuk melakukan tes DNA di rumah sakit harapan kasih adalah Shilla. Alvin mulai curiga kalau Shilla ada hubungannya dengan semua ini.

“Alvin sedang apa kamu disitu?”tanya Shilla saat memasuki kamar, melihat Alvin berdiri di almarinya yang terbuka.
“Aku butuh penjelasan kamu Shill”Alvin berbalik dan mendekati Shilla sambil membawa selembaran kertas.
“Dari mana kamu dapat itu?”Shilla berusaha merebutnya dari tangan Alvin.
“Sekarang jelaskan maksud dari semua ini, Shill”kata Alvin dengan nada tinggi.

Shilla hanya terdiam tidak mampu menjelaskan ke Alvin.

“JAWAB SHILL”bentak Alvin dengan emosi.
“Iya. Aku yang melakukannya, karena aku mencintaimu apapun akan ku lakukan, Vin”jelas Shilla, dia beranggapan Alvin tidak akan marah padanya karena toh mereka sudah memiliki anak yaitu Alshill Zahranatha Sindunata.

PLAKKKK!!! Sebuah tamparan dari tangan Alvin mendarat mulus di pipi Shilla yang langsung berubah merah.

“Jadi kamu yang sudah merekayasa semua itu. Beraninya kamu melakukan itu kepadaku, Shill”geram Alvin.
“Maafin aku Vin. Aku melakukannya demi anak kita yang waktu masih di dalam kandunganku”Shilla berlutut di kaki Alvin meminta maaf pada suaminya tersebut.
“Aku tidak menyangka kamu akan melakukannya”sorot mata Alvin menunjukan kemarahan pada Shilla. Dan berusaha melepaskan kakinya yang di pegangi Shilla.
“Lepasin aku Shill”suruh Alvin. “Tidak. Aku tidak akan melepasnya sebelum kamu memaafkan aku”ucap Shilla menangis dan makin mempererat pegangannya.
Melihat Shilla yang tidak melepaskan kakinya. Alvin menunduk untuk melepaskan diri dari Shilla dengan mendorong dengan kasar tubuh wanita itu. Kepala Shilla membentur kaki meja riasnya sendiri.
“Alvinnnnnnnnn”teriak Shilla sambil merintih menahan sakit di kepalanya. Namun Alvin tidak memperdulikannya.


^^^

“Oik…Ada orang yang ingin ketemu kamu tuh, dia menunggu di lobby bawah”ucap salah satu rekan kerja Oik memberi tahu.
“Siapa?”tanya Oik.
“Aku tidak tahu soalnya dia tidak menyebutkan namanya”jelas temannya tersebut. Oik segera menuju lobby di lantai satu.
Disana sudah ada seseorang yang menunggunya, orang itu berbalik saat Oik mulai mendekatinya. Ternyata orang itu adalah Alvin. Untuk apa lagi Alvin menemuinya lagi, batin Oik.
“Mau apa kamu datang kesini?”tanya Oik.
“Menemuimu karena ada sesuatu hal yang ingin ku bicarakan. Tapi tidak disini”Alvin segera menarik tangan Oik untuk mengikutinya keluar dari kantornya. Oik memberontak mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Alvin.

Kau datang dan pergi oh begitu saja…Semua kuterima apa adanya…

Kini Oik sudah berada dalam mobil Alvin, mobil itu beberapa menit sudah meninggalkan parkiran kantor.
“Memangnya kita mau kemana sih, Vin”tanya Oik di tengah perjalanan.
“Nanti kamu juga tahu sendiri”jawab Alvin singkat. Akhirnya mobil tersebut sampai di sebuah Caffe yang tak jauh dari kantor Oik.
“Apa sih maumu Vin. Kalau ada sesuatu hal yang ingin kamu bicarakan katakan saja langsung”Oik mulai agak kesal melihat sikap Alvin yang tiba-tiba saja menemuinya dan membawanya pergi saat jam kerja kantor.
“Kita masuk dulu biar lebih enak ngobrolnya”.

Setelah mendapatkan tempat duduk di dalam Caffe. Alvin langsung menyodorkan sebuah map ke Oik.
“Baca itu”suruh Alvin. Oik kemudian membuka map itu dan membacanya, dalam surat itu Alvin meminta hak asuh Lani.
“Apa maksud dari semua ini?”tanya Oik setelah membaca seluruh isi surat dalam map tersebut.
“Disitu sudah jelaskan Ik. Kalau aku mau Lani tinggal bersamaku, hanya saja aku perlu tanda tanganmu di surat itu”telunjuk Alvin menunjukkan kolom tanda tangan di dalam surat tersebut
“Maksudmu kamu mau mengambil Lani dariku”Oik memastikan maksud Alvin tersebut.
“Iya. Kini aku sadar bahwa Lani memang anak kandungku”.
“Kenapa? Kenapa baru sekarang Vin, kamu menyadarinya? Kenapa tidak dari dulu”.
“Ternyata Shilla yang sudah merekayasa semua itu, dan aku baru mengetahuinya”kata Alvin penuh penyesalan.
“Dan baru sekarang kamu menyesal. Saat aku dan Lani mulai melupakanmu”.
“Aku tidak mengharapkanmu lagi. Yang ku ingini adalah Lani”tegas Alvin.
“Tidak. Tidak semudah itu, aku tidak akan menyerahkan Lani kepadamu. Aku masih sakit hati dengan sikapmu dua tahun yang lalu yang tidak mau mengakuinya”kata Oik dengan kesal.
“Apa susahnya sih Ik, tinggal tanda tangan disini. Bukankah kamu butuh pengakuan untuk status Lani”.
“Itu dulu Vin. Sekarang tidak lagi”Oik semakin tidak mengerti jalan pikiran Alvin
“Sudahlah Ik serahkan Lani padaku, toh kamu juga bakal punya anak lagikan”Alvin mengamati Oik sekilas. “Jadi kamu sudah nikah sama Obiet”.
“Sudah ku katakan kepadamu, aku tidak memiliki perasaan apapun sama Obiet. Dan aku tidak menikah dengannya”Oik berdiri dan hendak melangkah pergi, Alvin mencekal tangannya.
“Kalau kamu tidak mau tanda tangan disini, aku akan menggunakan jalur hukum untuk mengambil dia”.
“Silahkan saja”tantang Oik, kemudian melepaskan tangannya dari genggaman Alvin.

^^^
Di kamarnya Oik sedang memikirkan kejadian tadi, antara dia dan Alvin. Bagaimana jika Alvin akan mengambil Lani darinya? Sementara Lani tidak mengenali Alvin sebagai ayah kandungnya. Apakah Lani mau tinggal bersamanya?, batin Oik. Ia belum siap berpisah dengan Lani.
Karena sibuk memikirkan hal tersebut Oik tidak menyadari kalau Cakka sudah duduk disebelahnya.
“Kamu sedang memikirkan apa sih sayang, daritadi aku perhatikan kamu ngelamun terus?”tanya Cakka sambil memeluk Oik dari belakang, menyandarkan kepalanya di punggung Oik.
Oik membalikan badannya dan menghadap Cakka. “Tidak ada kok”ucap Oik bohong sembari tersenyum.
“Tidak usah bohong. Apakah ada sesuatu yang kamu sembunyikan, ceritakan saja aku ini kan suami kamu”.
“Aku cuman memikirkan kapan kita ke Jogja. Itu saja kok”Oik akhirnya menemukan alasan yang tepat untuk menutupi masalahnya yang sedang dia pikirkan.
“Kan sudah ku bilang, untuk beberapa bulan ini kita tidak bisa kesana”.
“Ada apa memangnya kamu ingin sekali ke Jogja”Cakka mulai ada yang aneh dengan Oik.
Kedua tangan Cakka memegang pundak Oik dan menatap mata istrinya itu. Oik balik menatap Cakka dan seakan ia jatuh didalamnya. Oik akhirnya jujur menceritakan semuanya kepada Cakka, mungkin saja suaminya itu bisa membantu.
“Apa…Jadi tadi Alvin dan memintamu untuk menyerahkan Lani”kata Cakka terkejut setelah mendengar pengakuan Oik.
Oik mengangguk dan hampir menangis. “Aku minta sama kamu tolong lakukan sesuatu agar Lani tetap bersamaku”.
“Apapun itu. Asal demi kamu sayang”Cakka mendekatkan wajahnya kearah Oik, mengangkat sedikit wajahnya dan mencium kening wanita yang sangat dicintainya itu.
“Aku juga tidak rela jika Alvin mengambil Lani begitu saja. Meskipun bukan anak kandungku aku sudah menganggapnya seperti anakku sendiri”kata Cakka berusaha menenangkan Oik, kemudian memeluknya.
Oik melepaskan pelukannya dari tubuh Cakka, memandang wajah suaminya tersebut sambil berkata “Makasih ya, sayang”mendekatkan wajahnya ke arah Cakka, mencium bibir seksi pria tersebut. Cakka kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil segelas susu hangat yang baru dibikin untuk Oik.
“Ini kamu minum dulu susunya entar keburu dingin lagi. Habisin ya”Cakka menyodorkan gelas yang berisi susu tadi.
“Sepertinya Lani sudah tidak sabar ingin memiliki seorang adik”ucap Cakka lalu meletakkan tangannya diatas perut Oik yang sudah mulai membesar itu.
Oik hanya tersenyum kecil.

^^^
Seminggu kemudian…
Sore harinya Alvin datang ke rumah Oik yang berarti rumah Cakka juga, tapi Alvin belum mengetahui kalau Oik menikah dengan Cakka, bukan Obiet. Kebetulan juga Oik dan Cakka serta Lani juga ada dirumah mereka sedang bersantai di dekat taman sebelah rumah.
“Tuan, didepan ada tamu”ucap salah satu pembantu memberitahu Cakka yang sedang asyik bermain dengan Lani.
“Siapa, Bi?”tanya Cakka. “Tidak tau soalnya dia tidak menyebutkan namanya. Dia cuman bilang mau ketemu nyonya”jelas pembantunya.
“Ketemu saya bi”Oik memastikan, pembantunya mengangguk.

Oik segera menuju depan rumahnya di ikuti Cakka sambil menggendong Lani, di halaman rumahnya sudah berdiri dua orang pria, yang satu memakai jas. Orang tersebut menoleh saat Oik mendekatinya.
Ternyata orang itu adalah mantan suaminya, Alvin. Beserta pengacaranya, Riko. Alvin agak kaget melihat Cakka.
“Jadi kamu sekarang menikah dengan Cakka ya”ucap Alvin.
Oik tidak menjawab. “Mau apa kamu kesini, Vin?”tanya Oik langsung.
“Mengambil Lani tentunya”jelas Alvin singkat, lalu mendekati Lani yang di gendong Cakka.

Cewek kecil itu takut melihat orang yang tidak dikenalnya mendekat. “Lani sini sayang kamu ikut papa”ajak Alvin.
Lani memeluk Cakka semakin erat dan berkata. “Tidak mau”ucapnya sambil menggeleng.
“Kamu tidak bisa seenaknya mengambil dia. Lagian juga Lani tidak kenal siapa kamu”Cakka membawa Lani menjauhi Alvin.
“Cakka. berikan Lani padaku, karena aku ayah kandungnya. Sementara kamu bukan siapa-siapanya”kata Alvin.
“Tidak akan. Lagi pula kamu sudah keterlaluan, Vin. Tidak mengakui dia dulu”Cakka menyuruh pembantunya membawa Lani masuk ke rumah. Lani sudah mulai menangis karena ketakutan.
Alvin hendak mengejar Lani namun Oik menghadangnya. “Tidak akan ku biarkan kamu membawa Lani pergi. Seenaknya saja kamu mau mengambil dia”.
“Menyingkirlah dari hadapanku, aku mau mengambil anakku”kata Alvin namun Oik mencegahnya. Alvin yang kesal dengan Oik yang tidak mengijinkannya menemui Lani. Mengangkat tangannya dan hendak memukul Oik, namun Cakka mencegahnya.
“Cukup Vin, kamu menyakiti perasaan Oik. mendingan kamu cepetan keluar dari rumahku”.
“Lihat saja nanti jika hak asuh Lani itu jatuh di tanganku. Aku tidak akan pernah mengijinkanmu untuk ketemu dengan dia, selamanya”ancam Alvin sambil menunjuk Oik.
Karena tidak berhasil mendapatkan Lani. Alvin dan Riko kemudian meninggalkan rumah Cakka.

Oik memasuki rumahnya dan segera menuju kamar, menangis. Hanya itu yang ingin ia tumpahkan hari ini. Sementara Cakka berusaha menenangkan Lani yang sejak tadi menangis terus, namun gadis kecil tidak mau berhenti.
“Mama…huhuuuuu….”kata Lani sembari menangis, Cakka segera membawa Lani ke kamar menemui Oik.
“Lani…huhuhuuu…mau ketemu…mama…huhuhuuuuu”ucapnya.

Cakka memasuki kamar dan melihat Oik duduk di atas kasur, melihat kehadiran Cakka. Oik segera menghapus air matanya.
“Aku sudah berusaha menenangkannya, namun Lani tidak berhenti menangis”kata Cakka kemudian mendekati Oik, lalu menurunkan Lani. Oik segera memeluknya, menenggelamkan kepala gadis kecil itu dalam pelukannya membuat Lani berhenti menangis dan mulai tenang.
“Kamu jangan nangis lagi sayang. Mama disini”Oik menahan lagi air matanya agar tidak menangis. Ia tidak mau Lani melihatnya menangis.

^^^
Ternyata Alvin membawa masalah ini ke jalur hukum untuk mengambil Lani karena Oik menolak untuk menanda tangani surat pengalihan hak asuh atas anaknya itu. Oik semakin cemas jika Alvin memenangkan perkara tersebut dapat ia pastikan tidak akan ketemu Lani lagi, apalagi Alvin akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan keingannya.

Kini Oik bersama Cakka dan juga Lani berada dalam ruang persidangan. Alvin dan juga Riko sudah tidak sabar ingin mendengar putusan hakim nantinya. Shilla juga disana, wajahnya terlihat kesal melihat tindakan konyol yang di lakukan suaminya itu, sungguh menyesal dirinya karena ceroboh.

Setelah beberapa lama disana, akhirnya hakim itu akan membacakan keputusan siapakah yang berhak mengasuh Lani.

“Setelah menimbang perkara ini. Maka pengadilan memutuskan bahwa hak asuh atas Nathalani Cahaya Sindunata, perempuan berusia 2 tahun. Jatuh kepada Alvin Jonathan Sindunata, yang tak lain adalah ayah kandungnya”hakim yang memimpin sidang itu membacakan hasil akhirnya.
Tok…tok…tok… di iringi suara ketukan palu yang berarti keputusan itu tidak bisa di ganggu gugat.

Oik tidak puas dengan keputusan itu, karena hakim itu terkesan berpihak pada Alvin. Ia melangkah menuju meja hakim. Ia ingin mengajukan banding.
“Kenapa anda memutuskan hak asuh Lani jatuh ke Alvin. Apakah anda tidak melihat keterangan dari pengacara saya tadi”protes Oik.
“Maaf bu tapi ini adalah keputusan akhir kami. Tidak bisa di ganggu lagi”.

Semua orang membubarkan diri, termasuk Alvin. Oik sedang bernegoisasi dengan hakim pemimpin sidang Cakka disebelahnya. Lani ada dalam gendongan pembantunya.
Alvin memanfaatkannya untuk mengambil Lani.

“Serahkan Lani ke saya”pinta Alvin secara paksa. “Tidak akan”bi Inah berusaha mempertahankan Lani. Dengan bantuan Riko, Alvin berhasil membawa Lani, mendorong wanita paruh baya itu hingga jatuh.

Lani melihat orang yang tidak dikenalnya itu tiba-tiba saja memeluknya, menangis.

“Mamaaaaaa….huuhuhuhuuuu….”teriak Lani sambil menangis. Oik yang melihat Alvin sudah membawa Lani keluar ruang persidangan, menghentikan pembicaraannya dengan hakim dan berusaha mengejar mereka. Cakka mengikuti dari belakang.
“Alvin…berhenti, kembalikan Lani padaku”Oik mempercepat langkahnya, namun Alvin tidak menghiraukannya.
Lani menangis sambil memberontak memukul Alvin dengan tangannya, berusaha melepaskan diri.
“Lani tenangnya, sekarang kamu sudah sama papa”bujuk Alvin menenangkan gadis kecil itu. Tapi Lani tidak menghiraukan Alvin, bagainya sekarang adalah pria yang menggendongnya, adalah orang asing.
“Tidak mau. Kamu bukan papa Lani…huhuhuhuuuuuuuu”.

Mereka sampai di parkiran, saat Alvin hendak masuk ke mobilnya. Oik sudah mencekal tangannya, membuat Alvin tidak jadi masuk ke mobilnya.

“Kembalikan Lani padaku. Dia tidak akan bahagia denganmu, Vin”Oik berusaha merebut Lani dari gendongan Alvin.
“Tidak akan. Kamu dengar tidak putusan hakim tadi, Lani sekarang tinggal bersamaku”Alvin mempertahakan Lani agar tidak di ambil kembali oleh Oik.
“Riko. Kamu bawa Lani sebentar”Alvin menyerahkan Lani pada Riko yang sudah didalam mobil.
“Vin aku mohon padamu, kembalikan Lani padaku”pinta Oik, ia menahan lengan Alvin yang hendak masuk.
“Tidak akan Ik, sekarang lepaskan aku”karena Oik tidak juga melepaskan tangannya. Alvin mendorong tubuh Oik hingga ia terjatuh.
“Arghhhhh…”teriak Oik kesakitan.

Akibatnya sangat fatal, setelah terjatuh tadi tiba-tiba saja perut Oik terasa sakit sekali. Setelah terbebas dari genggaman Oik, Alvin masuk ke mobilnya tanpa memperdulikan Oik yang tengah kesakitan.

Cakka segera menghampiri Oik yang kesakitan.

“Cakka…tolong, kamu kejar Lani sekarang. Ambil dia dari Alvin”pinta Oik ditengah rasa sakit yang menderanya.

Tiba-tiba saja cairan berwarna merah mengalir di kakinya, darah. Tangan kanannya memengangi perutnya, dan yang satunya memengangi lengan Cakka mencoba meredakan rasa sakitnya itu.
“Tidak. Kita harus ke rumah sakit sekarang. Kaki kamu berdarah”jelas Cakka panik. Pengacara Cakka, yang bernama Alyssa itu menghampiri mereka.
“Cakka. Kamu harus membawa Oik kerumah sakit sekarang. Sepertinya dia mengalami pendarahan”saran Alyssa sambil membantu Cakka membawa Oik ke mobil.
Cakka segera menuntun Oik menuju mobilnya dengan dibantu pengacaranya, tidak mungkin dia menggendong Oik yang pasti berat. Oik menolak, ia masih saja menyuruh Cakka mengejar Lani, namun dia tidak menghiraukannya.


^^^

Cakka berdiri didepan ruang UGD, tempat Oik dirawat. Kini perasaannya jadi tidak tenang takut terjadi apa-apa dengan Oik, apalagi sekarang Oik sedang mengandung anaknya. Dokter yang memeriksa Oik keluar dan Cakka segera menghampirinya.

“Bagaimana dengan keadaan istri saya, dok?”tanya Cakka sudah tidak sabaran.
“Kondisinya masih lemah, dan tekanan darahnya juga rendah yang di akibatkan oleh pendarahan tadi”kecemasan masih menyelimuti wajah Cakka.
“Tapi sekarang Oik baik-baik saja kan dok. Terus bagaimana dengan janin yang ada dalam kandungannya?”tanya Cakka lagi.
“Sebenarnya berat mengatakan ini semua kepada anda. Janinnya ternyata kembar tapi yang satu tidak bisa dipertahankan”.
“Tapi anda tidak perlu cemas karena satunya lagi masih bisa bertahan”lanjut sang dokter.
“Dan satu lagi, jangan sampai kejadian serupa terjadi lagi. Dan buat dia agar tidak stress”pesan dokter pada Cakka sebelum pergi.

Perasaan Cakka kini antara sedih dan kecewa. Sedih karena harus kehilangan salah satu anaknya, dan kecewa karena keputusan hakim barusan. Jika Oik tidak mengalami pendarahan tadi mungkin saat ini ia akan bahagia karena memiliki dua anak sekaligus.


Cakka melangkahkan kakinya menuju kamar rawat Oik, hatinya masih terasa perih. Namun ia mencoba untuk bersabar, apalagi saat di depan Oik.

Didalam kamar itu, Oik terbaring lemah di atas ranjang dengan dua selang yang menancap dilengan kirinya. Cakka menghampiri Oik dan duduk disebelahnya, meraih tangan kanan Oik dan menggenggamnya. Oik memalingkan wajahnya ketika Cakka masuk.

“Masih terasa sakit, Ik?”tanya Cakka.
“Masih”jawab Oik singkat tanpa memandang Cakka.
“Kalau gitu aku panggil dokter dulu, ya”ucap Cakka lalu berdiri.
“Tidak usah”cegah Oik. “Bukan dokter yang aku butuhkan saat ini…tapi Lani”lanjutnya. Cakka segera menghentikan langkahnya.
“Kenapa sih kamu masih saja memikirkan Lani dalam keadaan seperti ini”ucap Cakka mendekati Oik kembali.
“Bagaimana aku tidak memikirkan dia, pria yang selama ini tidak mau mengakuinya tiba-tiba saja datang mengambil Lani”jawab Oik sedikit kesal.
“Tapi tindakan barusan tadi sudah membunuh salah satu anak kita Ik”ucap Cakka sedih.
“Bodoh amat. Yang ku ingini saat ini adalah Lani. Cakka”kata Oik setengah membentak. “Dan aku masih kesal kepadamu karena kamu tidak mengambi Lani tadi”lanjutnya.
“Dan aku tidak mungkin membiarkan kesakitan tadi”Oik tidak menjawab. Cakka mengambil segelas susu di meja dekat Oik.
“Sebaiknya kamu minum susunya dulu. Biar anak kita kuat”Cakka menyodorkan segelas susu pada Oik. Bukannya meminumnya, Oik malah membanting gelas berisi susu itu ke lantai.
“Aku tidak mau meminumnya”Cakka segera membereskan pecahan gelas yang berceceran di lantai.
Cakka membuatkannya lagi, kemudian mendekati Oik. “Baiklah kalau itu maumu aku akan mencari Lani”ucap Cakka. “Jangan lupa kamu minum susunya”pesannya, kemudian beranjak dari kamar Oik.

Sebenernya Cakka enggan jika harus datang kerumah Alvin untuk mengambil Lani, lagi pula Alvin pasti tidak mengijinkan dirinya membawa Lani. Tapi apa salahnya menemui mantan suami Oik tersebut sekaligus membuat perhitungan dengannya. Yang sudah mencelakai Oik dan akibatnya dia harus kehilangan salah satu calon anaknya.


Beberapa saat kemudian Cakka sudah sampai didepan rumah Alvin, suasana tampak sepi disana. Maklumlah perumahan elit orang yang tinggal disana pastilah individualis.
Cakka memencet bel yang berada didekat pagar, keluarlah seorang satpam rumah Alvin.

“Maaf ada perlu apa anda kesini?”tanya si satpam.
“Saya rekan bisnisnya Alvin. Hari ini ada janji dengannya, kebetulan saya disuruh menunggu dirumahnya”satpam itu tidak begitu saja percaya. Cakka kemudian menunjukkan sms dari Alvin, yang sebetulnya adalah rekayasa dia sendiri.
“Baiklah kalau begitu silahkan anda tunggu tuan Alvin. Karena beliau masih ada urusan dengan nyonya”satpam itu menyuruh Cakka masuk.

Cakka berjalan menuju teras rumah, langkahnya terhenti saat mendengar suara tangisan anak kecil. Cakka mencoba menerka-nerkanya ternyata suara itu dari arah samping, iapun berjalan kearah sumber suara setelah hampir dekat dapat dipastikan itu suara Lani yang sedang menangis.

“Lani”panggil Cakka. Baby sister yang menggendong Lani menoleh kearah Cakka.
“Huhuhuuu…papa…huhuhuuuu”panggil Lani sambil terisak setelah mengetahui Cakka datang
“Maaf anda siapa ya?”tanya sang baby sister melihat orang asing tiba-tiba dirumahnya. Cakka pun menjelaskan semua padanya.
“Bolehkah saya gendong Lani sebentar”pinta Cakka. Baby sister itu menyerahkan Lani pada Cakka. Setelah dalam pelukan Cakka, Lani mulai merasa tenang dan nyaman.
“Lani tidak mau tinggal disini. Lani mau ikut papa cekarang”ucapnya setelah berhenti menangis.
“Kamu harus tetap tinggal disini sayang. Papa Alvin, itu papa Lani juga”Cakka mencoba memberikan pengertian pada Lani, namun gadis kecil itu tetap menolak tinggal bersama Alvin yang menurutnya orang lain.
“Tidak, dia bukan papa Lani. Papa Lani kan, Papa Cakka”.


Sementara itu Alvin sudah pulang bersama Shilla, kini mereka melanjutkan pertengkaran sejak di mobil tadi.

“Vin, aku mohon sama kamu maafin aku. Kamu tidak benar-benar akan menceraikan aku kan”kata Shilla sambil memegangi lengan Alvin.
“Aku tidak pernah main-main, dengan apa yang aku ucapkan. Aku paling tidak suka dibohongi Shill”tegas Alvin. Pak satpam segera menghampiri Alvin.
“Maaf tuan. Tadi ada tamu datang kesini, katanya ada janji dengan tuan”jelas si satpam.
“Siapa?”tanya Alvin.
“Dia bilang rekan bisnis tuan”.
“Sekarang dimana orangnya?”.
“Dihalaman samping”Alvin segera menuju samping rumahnya tidak memperdulikan Shilla yang memohon padanya.

Dilihatnya seorang pria sedang menggendong Lani, gadis kecil itu tampak tersenyum senang. Alvin mendekat dan betapa terkejutnya dia ternyata pria itu adalah Cakka. Alvin jadi tambah emosi, permasalahan dengan Shilla sudah membuatnya marah kini ditambah lagi melihat Cakka.


“Cakka, ngapain lo kerumah gue”tanya Alvin.
“Menemui Lani tentunya”jawab Cakka santai.
“Untuk apa? Lagian Lani bukan anak kandung lo. Ini yang terakhir kalinya lo bisa ketemu dia”.
“Gue mau bawa dia sebentar untuk menemui Mamanya”.
“Membawa Lani dari sini. Jangan terlalu berharap banyak, gue bakal ngijinin lo bawa dia pergi apalagi menemui Oik”Alvin mendekati untuk mengambil anaknya tersebut dari gendongan Cakka.
“Tapi tolong sekali ini saja Vin. Biarkan gue bawa Lani sebentar untuk ketemu dengan Oik”Alvin tidak menghiraukan permintaan Cakka, ia pun mengambil paksa Lani. Gadis kecil itu memberonta dan kembali menangis.
“Wulan tolong kamu bawa masuk Lani”suruh Alvin pada baby sisternya. Cakka berusaha mengejar Lani yang dibawa masuk oleh Wulan. Namun Alvin menghadangnya.
“Mendingan lo pergi deh dari rumah gue sekarang. Sebelum gue panggil satpam untuk ngusir lo”suruh Alvin paksa.
“Gue jadi heran melihat jalan pikiran lo itu. Dulu waktu dia masih bayi lo nggak mau ngakuin malah menuduh Oik. Dan sekarang tanpa rasa bersalah lo ngambil Lani gitu saja, saat dia udah nggak ngenalin lo sebagai ayah kandungnya belum puas lo nyakitin perasaannya Oik”ucap Cakka emosi.
“Dan tadi lo udah ngedorong Oik sampai jatuh, hal itu menyebabkan anak gue yang ada dalam kandungannya meninggal. Lo itu memang lelaki brensek Vin”lanjutnya sambil mengumpat kesal ke Alvin.
“Peduli amat gue sama semua itu. Lagian yang mampus juga anak lo, harusnya Oik senang karena Lani udah tinggal bersama ayah kandungnya bukannya itu yang jadi keinginannya”balas Alvin.
“Mendingan lo segera keluar dari rumah gue, sebelum gue panggil satpam untuk mengusir lo”Alvin berusaha menyuruh Cakka segera meninggalkan rumahnya.


Shilla yang mendengar suara keributan antara dua pria itu segera menghampiri. “Vin sudahlah serahkan Lani pada Cakka, biar dia ikut ibu kandungnya. Toh dia disini
tidak bahagia”Shilla memberikan saran yang membuat Alvin tambah geram kepadanya.

“Mendingan lo diam saja, Shill”bentak Alvin. Shilla langsung terdiam.
“Sekarang buruan lo pergi dari sini”Alvin mendorong Cakka keluar rumahnya.

Cakka segera kembali kerumah sakit, dia bener-bener tertekan bagaimana perasaannya Oik jika dia tidak berhasil membawa Lani. Padahal yang dibutuhkannya adalah Lani, apalagi dokter berpesan Oik tidak boleh stress karena itu bisa berpengaruh pada janin yang ada dikandungannya.

Berhenti di depan ruang tempat Oik dirawat, duduk disalah satu bangku. Menyandarkan kepalanya di tembok dan menenggelamkan wajahnya pada kedua telapak tangannya. Setelah agak tenang Cakka memutuskan untuk menemui Oik.

“Dimana Lani, apa kamu berhasil membawa dia kemari?”tanya Oik antusias saat Cakka memasuki ruangan.
“Tidak. Alvin tidak mengijinkannya”jelas Cakka apa adanya. Terlihat kekecewaan pada diri Oik.
“Kamu memang tidak bisa di andalkan membawa Lani kemari saja tidak bisa. Tau gitu biar aku saja yang kesana”Oik mengumpat kesal ke Cakka.
“Aku tidak menyangka kamu akan berkata seperti itu padaku”ucap Cakka kecewa mendengar kata-kata Oik yang menyinggungnya. Tapi Oik tidak memperdulikan Cakka.

“Bukankah itu yang kamu mau. Lani bisa di akui sama ayah kandungnya, lagian Alvin tidak mungkin akan menyakiti Lani”Oik tidak bergeming.
“Kamu memang tidak mengerti perasaanku saat ini, Ik”Cakka segera beranjak dari ruang itu, meninggalkan Oik sendirian. Ia memutuskan untuk pulang saja kerumah, setidaknya bisa menenangkan pikirannya.
^^^

Setelah kondisi Oik membaik maka ia di ijinkan untuk pulang, Cakka menjemputnya di rumah sakit. Oik mulai merasakan sikap Cakka kini dingin padanya. Jadilah didalam mobil mereka saling berdiam diri.

Oik mulai merasa bersalah sebagai seorang istri tidak seharusnya dia melakukan itu pada Cakka, ia mulai berfikir positif bahwa Lani akan baik-baik saja dengan Alvin lagian dia kan ayahnya bukan orang lain. Sepertinya ia harus memperbaiki hubungannya dengan Cakka, jika tidak mungkin nasib anak dalam kandungannya akan seperti Lani, Oik tidak mau itu terjadi.


Dikamarnya mereka masih saling diam, Oik sedang berfikir bagaimana memulai untuk minta maaf ke Cakka.

Sementara Cakka berkutak dengan Hpnya, sebuah sms masuk dari rekan bisnisnya yang meminta untuk bertemu.
“Aku mau keluar ada urusan, mungkin agak malam pulangnya”pamit Cakka ke Oik tanpa memandang wajah istrinya. Terasa sakit hati Oik melihat sikap Cakka barusan semudah itukah dia membencinya.

Malam menjelang Cakka belum juga pulang padahal waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 tepat. Oik tidak bisa tidur, ia menunggu di ruang tamu sampai suaminya itu pulang. Beberapa saat kemudian terdengar suara deru mobil.
Cakka memasuki rumahnya dan mendapati Oik duduk di ruang tamu, memandangnya hampa. Oik mengekor dibelakang Cakka, saat suaminya itu masuk kamar. Oik ingin bicara dengan Cakka namun tidak sempat, karena Cakka langsung menuju kamar mandi.

Oik duduk ditepi tempat tidurnya menunggu Cakka sampai selesai mandi. Setelah selesai mandi Cakka berganti baju dan cuek kepada Oik. Membuat wanita itu merasa bersalah, berjalan kearah suaminya dan memeluk dengan erat pinggang pria itu dari belakang, menyandarkan kepalanya di punggung suaminya.

“Tolong jangan perlakukan aku dengan sikap kamu yang kaya gini. Maafkan ucapankan tempo lalu yang udah buat kamu kecewa”kata Oik menyesal.
“Maaf masih belum cukup untuk menghapus semuanya. Dan waktu dokter bilang kalau salah satu anak aku meninggal, sakit Ik rasanya. Sama kaya perasaan kamu saat Alvin mengambil Lani”.
“Baiklah aku tidak akan mencari Lani lagi dan melupakan dia, jika itu bisa membuatmu bahagia. Tapi tolong bantu aku buat melupakan mereka semua”pinta Oik air matanya sudah mulai mengalir dari pelupuk matanya.
“Aku tidak mungkin bisa membuatmu melupakan mereka biar bagaimanapun. Lani dan Alvin pernah hadir dalam kehidupanmu”.
“Kamu masih marah sama aku?”.
Cakka terdiam membuat Oik semakin bersalah, kemudian melepaskan diri dari Oik. membalikkan badannya. Dan kini gilirannya memeluk Oik.
“Aku udah maafin kamu kok, sayang. Tapi jangan di ulangi lagi ya”ucap Cakka sembari tersenyum kemudian melepaskan pelukannya, membuat Oik lega.
“Iya”ucap Oik sambil mengangguk. Cakka membalasnya dengan mencium kening Oik.
“Dan satu lagi…jaga anak kita baik-baik ya”pinta Cakka sembari meletakkan tangannya di perut Oik.
“Maaf gara-gara aku. Kita harus kehilangan salah satunya”ucap oik menyesal. Cakka segera meletakkan telunjuknya dibibir Oik.
“Sttt…ini bukan sepenuhnya salah kamu, sayang”.


Kini Cakka dan Oik sudah baikan lagi. Oik akhirnya mengundurkan diri dari pekerjaannya, awalnya Obiet keberataan dan menyarankan Oik cuti saja, namun Oik mengatakan bahwa dia ke Jogja dalam waktu yang cukup lama.

Cakka pun akhirnya mengajak Oik pindah ke Jogja untuk waktu yang cukup lama sampai anak mereka udah besar, setidaknya tempat baru akan membuat Oik lebih tenang dan tidak kepikiran Lani terus.


___Bersambung___