Keesokan hari Oik sudah bangun sebelum subuh tadi meninggalkan Cakka masih tertidur lelap, kemudian mandi setelah selesai mengambil ponsel untuk menelpon pembantu dirumahnya hanya sekedar menanyakan Lani. Oik bernafas lega saat pembantunya bilang Lani baik-baik saja.
Setelah itu terdengar suara ketukan dari arah pintu, Oik segera membukanya ternyata pramusaji hotel yang membawakan sarapan pagi untuk tamu, Oik menerimanya.
“Terima kasih”ucap Oik kemudian menutup pintu kembali. meletakkan sarapan paginya di atas meja.
Kemudian mendekati Cakka yang tertidur untuk membangunkannya dan mengajaknya sarapan bersama. Membelai rambut suaminya yang agak berantakan tersebut lalu berbisik lembut ditelinganya.
“Sayang ayo bangun, udah hampir siang nih”bisik Oik. Cakka menggeliatkan tubuhnya, lalu menoleh kearah Oik dan tersenyum.
“Kamu sudah bangun Ik?”tanyanya. “Sejak tadi malahan. Buruan bangun habis itu kita sarapan bersama”perintah Oik.
Cakka berjalan malas menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi ia mendekati Oik yang duduk di kursi balkon hotel.
“Duduk sini. Kita makan bersama”suruh Oik, Cakka menurut dan langsung duduk disebelahnya.
“Oik aku bisa makan sendiri kok”tolak Cakka saat Oik mulai menyuapkan sesendok nasi goreng kearahnya.
“Ah tidak apa-apa kok”kini mereka malah suap-suapan nasi goreng dengan mesra.
Kini Oik sudah bahagia dengan keluarga barunya bersama Lani juga tentu, dua bulan kemudian Oik menerima undangan pernikahan Obiet dengan Keke. Oik senang sekarang melihat Obiet yang sudah bahagia dengan pasangannya.
Paginya Oik melihat tanggal di kalender yang berada di atas meja. Sudah dua bulan ini ia tidak mengalami haid, padahal siklus haidnya lancar saja semenjak Lani berusia 5 bulan. Mencari sesuatu didalam lacinya, testpack. Oik segera menuju kamar mandi beberapa menit kemudian testpack itu menunjukkan dua garis berwarna merah yang berarti dia hamil, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya Oik mencobanya lagi ternyata hasilnya sama seperti tadi dua garis merah. Sebuah senyum terukir di bibirnya.
“Pasti Cakka senang mendengarnya, tapi sebaiknya aku tidak kasih tau dia dulu”guman Oik kemudian menyembunyikan testpack tersebut.
Cakka baru saja pulang kerja, Oik menyambutnya dengan senang.
“Dimana Lani?”tanya Cakka begitu sampai dirumah.
“Dia sedang bermain di taman belakang”jelas Oik, Cakka segera menuju belakang rumahnya. Dilihatnya disana Lani sedang asyik bermain ayunan dengan baby sisternya.
“Lani!!!”panggil Cakka. Merasa ada yang memanggil namanya Lani mencari sumber suara. Ternyata yang memanggilnya adalah Cakka, Lani tersenyum senang dan berlari kearahnya.
“Sini sayang peluk Papa dulu dong”suruh Cakka kemudian merendahkan tubuhnya agar Lani bisa memeluknya.
“Papa balu saja pulang kelja ya?”tanya Lani yang masih belum bisa menyebutkan huruf R.
“Iya. Kiss Papa dulu dong”Lani menurut dan segera mencium pipi Cakka dengan lembut. Cakka mencubit pipi anaknya dengan gemas.
“Sekarang kamu mandi dulu ya”Lani mengangguk, lalu melingkarkan kedua tangannya di leher papanya, Cakka menggendong Lani menuju kamar mandi. Oik mengikuti di belakangnya.
^^^
Cakka mengajak Oik dan Lani jalan-jalan ke Mall pada saat malam minggu, karena bosen dirumah terus. Ketiganya menuju Restaurant untuk makan malam bersama, setelah mendapatkan tempat duduk Cakka mulai memesan beberapa makanan.
“Tapi Mama telpon dan memintaku untuk ke Jogja, katanya beliau kangen”jelas Cakka, Oik hanya mengangguk mungkin mertuanya itu kangen dengan Cakka yang merupakan anak satu-satunya.
“Bulan depan saja kita kesana”saran Oik.
“Sepertinya tidak bisa Ik, karena di kantor kan sedang ada proyek. Lagian nanti Mama menyuruhku menetap disana”.
“Tidak masalah bagiku jika kita nanti akan tinggal disana. Orang tua ku sekarang tinggal di Semarang, jadi kapanpun kan aku bisa ketemu beliau”pesanan mereka akhirnya datang.
“Iya itu bisa dipikirkan nanti saja. Kita makan dulu sekarang”satu porsi makanan Cakka, ia makan bersama Lani.
Sementara Oik, porsinya untuk dia sendiri. Setelah makanan di depannya habis ia memanggil waiters dan memesan makanan lagi padahal makanan Cakka belum juga habis.
Cakka keheranan melihat perubahan pada Oik yang akhir-akhir ini.
“Memangnya kamu tidak kenyang ya makan segitu banyaknya. Porsi ku saja ini dengan Lani belum habis”.
“Aku lagi lapar ini”jelas Oik.
“Iya tapi jangan terlalu berlebihan gitu, tidak baik”Oik tidak memperdulikan nasehat Cakka tersebut.
Setelah selesai makan Lani minta dibelikan mainan, ketiganya pun menuju toko khusus menjual mainan anak-anak di lantai dua. Tiba-tiba saja perut Oik serasa mual rasanya ia ingin muntah, menutup mulutnya dengan tangan kirinya menahan sesuatu yang akan keluar dari mulutnya.
“Oik. Kamu kenapa?”tanya Cakka panik. Oik tidak menjawab ia segera melangkah cepat mencari toilet.
Sesampainya di toilet Oik segera menuju wastafel, memuntahkan sesuatu yang sudah mengajal dimulutnya. Ternyata makanan yang barusan dimakannya tadi keluar semua. Cakka segera menyusul Oik masuk ke toilet takut terjadi apa-apa dengan istrinya tersebut.
“Dibilangin tidak percaya sih. Kamu terlalu banyak makan tadi”omel Cakka, Oik tidak memperdulikan omelan suaminya tersebut. Perutnya semakin mual.
“Mending kita kerumah sakit sekarang. Aku takut terjadi sesuatu padamu nanti”suruh Cakka
“Tidak usah sayang. Aku cuman mual saja kok mungkin masuk angin gara-gara kena AC”tolak Oik.
“Sudahlah, kita harus ke rumah sakit sekarang untuk memastikan keadaanmu”Cakka lalu menggendong Lani dan menuntun Oik meninggalkan Mall.
“Aku mau beli mainan dulu”pinta Lani saat mereka melewati toko mainan. “Kita harus ke rumah sakit sekarang sayang. Mama lagi sakit”jelas Cakka pada Lani. “Beli mainannya nanti ya kalau udah pulang”lanjutnya, Lani mengangguk.
Sesampainya dirumah sakit Cakka dan Lani menunggu diluar ruang pemeriksaan. Beberapa saat kemudian dokter keluar dari ruangan tersebut.
“Bagaimana dok, keadaan istri saya. Apa dia baik-baik saja?”tanya Cakka setengah khawatir.
“Anda tidak perlu cemas, keadaan istri anda baik-baik saja kok”mendengar penjelasan dokter tadi Cakka kini bernafas lega.
“Selamat ya sebentar lagi anda akan menjadi seorang ayah. Menurut periksaan kami tadi istri ada sedang hamil dan usia kandungannya sudah memasuki tiga bulan”jelas sang dokter. Kini perasaan Cakka antara percaya dan tidak.
“Serius kan dok”Cakka memastikan, dokter tersebut mengangguk. “Saya permisi dulu”.
Cakka segera memasuki ruangan dan menghampiri Oik yang hendak melangkah keluar.
“Tadi dokter barusan bilang, kalau kamu baik-baik saja membuatku lega. Dan satu hal lagi yang membuatku senang ternyata kamu sedang hamil, Oik”Cakka langsung memeluk tubuh Oik.
“Iya aku sudah tau kok”jawab Oik santai.
“Jadi kamu sebelumnya sudah tau. Dan tidak memberitahuku?”tanya Cakka agak sedikit kesal.
“Yang penting kamu kan sudah tau sekarang. Lagipula aku kan pernah hamil sebelum ini masa tidak tau sih”Oik terkekeh melihat eskpersi Cakka.
^^^
Cakka semakin perhatian ke Oik, bahkan menyuruhnya berhenti bekerja namun Oik menolaknya dia baru berhenti kalau sudah melahirkan nantinya. Hari demi hari yang di lalui Oik dengan keluarga barunya begitu indah.
Sore harinya Obiet mengundang Oik untuk datang ke acara syukuran, karena Obiet baru saja membeli rumah baru. Oik datang sendirian, Cakka tidak bisa menemaninya karena ada pekerjaan kantor yang tidak bisa di tinggalkan.
Obiet dan Keke menyambut Oik yang baru saja datang dengan ramah. Oik menyalami keduanya memberikan selamat.
“Datang dengan siapa Ik?”tanya Keke yang melihat Oik sendirian.
“Sendirian saja”jelas Oik.
“Lah memangnya Cakka kemana?”kali ini giliran Obiet yang tanya.
“Dia tidak bisa datang karena ada pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan. Cakka titip salam buat kalian berdua”Keke memperhatikan Oik sekilas kemudian mendekatinya.
“Sudah berapa bulan memangnya? Semoga saja aku bisa ketularan kamu, cepet hamil”tanya Keke sambil mengelus perut Oik yang mulai membesar itu.
“Oh, sudah 5 bulan kok, Ke. Semoga saja”jelas Oik.
“Aku tidak sabar ingin cepat-cepat hamil dan punya anak”Obiet hanya tersenyum melihat keinginan Keke.
^^^
Sementara itu di rumahnya. Alvin tanpa sengaja menemukan sebuah lembaran kertas yang ternyata adalah hasil tes DNA di almari Shilla, membuat Alvin kaget karena suratnya yang dulu itu sudah di robek oleh Oik. Dalam surat tersebut ternyata isinya berbeda dengan yang dulu yang menyatakan bahwa Nathalani Cahaya Sindunata dan Alvin Jonathan Sindunata memiliki ikatan darah. Yang berarti Lani memanglah anak kandungnya.
Kini Alvin mulai paham kalau tes dulu itu sudah di rekayasa, dan yang menyuruhnya untuk melakukan tes DNA di rumah sakit harapan kasih adalah Shilla. Alvin mulai curiga kalau Shilla ada hubungannya dengan semua ini.
“Alvin sedang apa kamu disitu?”tanya Shilla saat memasuki kamar, melihat Alvin berdiri di almarinya yang terbuka.
“Aku butuh penjelasan kamu Shill”Alvin berbalik dan mendekati Shilla sambil membawa selembaran kertas.
“Dari mana kamu dapat itu?”Shilla berusaha merebutnya dari tangan Alvin.
“Sekarang jelaskan maksud dari semua ini, Shill”kata Alvin dengan nada tinggi.
Shilla hanya terdiam tidak mampu menjelaskan ke Alvin.
“JAWAB SHILL”bentak Alvin dengan emosi.
“Iya. Aku yang melakukannya, karena aku mencintaimu apapun akan ku lakukan, Vin”jelas Shilla, dia beranggapan Alvin tidak akan marah padanya karena toh mereka sudah memiliki anak yaitu Alshill Zahranatha Sindunata.
PLAKKKK!!! Sebuah tamparan dari tangan Alvin mendarat mulus di pipi Shilla yang langsung berubah merah.
“Jadi kamu yang sudah merekayasa semua itu. Beraninya kamu melakukan itu kepadaku, Shill”geram Alvin.
“Maafin aku Vin. Aku melakukannya demi anak kita yang waktu masih di dalam kandunganku”Shilla berlutut di kaki Alvin meminta maaf pada suaminya tersebut.
“Aku tidak menyangka kamu akan melakukannya”sorot mata Alvin menunjukan kemarahan pada Shilla. Dan berusaha melepaskan kakinya yang di pegangi Shilla.
“Lepasin aku Shill”suruh Alvin. “Tidak. Aku tidak akan melepasnya sebelum kamu memaafkan aku”ucap Shilla menangis dan makin mempererat pegangannya.
Melihat Shilla yang tidak melepaskan kakinya. Alvin menunduk untuk melepaskan diri dari Shilla dengan mendorong dengan kasar tubuh wanita itu. Kepala Shilla membentur kaki meja riasnya sendiri.
“Alvinnnnnnnnn”teriak Shilla sambil merintih menahan sakit di kepalanya. Namun Alvin tidak memperdulikannya.
^^^
“Oik…Ada orang yang ingin ketemu kamu tuh, dia menunggu di lobby bawah”ucap salah satu rekan kerja Oik memberi tahu.
“Siapa?”tanya Oik.
“Aku tidak tahu soalnya dia tidak menyebutkan namanya”jelas temannya tersebut. Oik segera menuju lobby di lantai satu.
Disana sudah ada seseorang yang menunggunya, orang itu berbalik saat Oik mulai mendekatinya. Ternyata orang itu adalah Alvin. Untuk apa lagi Alvin menemuinya lagi, batin Oik.
“Mau apa kamu datang kesini?”tanya Oik.
“Menemuimu karena ada sesuatu hal yang ingin ku bicarakan. Tapi tidak disini”Alvin segera menarik tangan Oik untuk mengikutinya keluar dari kantornya. Oik memberontak mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Alvin.
Kau datang dan pergi oh begitu saja…Semua kuterima apa adanya…
Kini Oik sudah berada dalam mobil Alvin, mobil itu beberapa menit sudah meninggalkan parkiran kantor.
“Memangnya kita mau kemana sih, Vin”tanya Oik di tengah perjalanan.
“Nanti kamu juga tahu sendiri”jawab Alvin singkat. Akhirnya mobil tersebut sampai di sebuah Caffe yang tak jauh dari kantor Oik.
“Apa sih maumu Vin. Kalau ada sesuatu hal yang ingin kamu bicarakan katakan saja langsung”Oik mulai agak kesal melihat sikap Alvin yang tiba-tiba saja menemuinya dan membawanya pergi saat jam kerja kantor.
“Kita masuk dulu biar lebih enak ngobrolnya”.
Setelah mendapatkan tempat duduk di dalam Caffe. Alvin langsung menyodorkan sebuah map ke Oik.
“Baca itu”suruh Alvin. Oik kemudian membuka map itu dan membacanya, dalam surat itu Alvin meminta hak asuh Lani.
“Apa maksud dari semua ini?”tanya Oik setelah membaca seluruh isi surat dalam map tersebut.
“Disitu sudah jelaskan Ik. Kalau aku mau Lani tinggal bersamaku, hanya saja aku perlu tanda tanganmu di surat itu”telunjuk Alvin menunjukkan kolom tanda tangan di dalam surat tersebut
“Maksudmu kamu mau mengambil Lani dariku”Oik memastikan maksud Alvin tersebut.
“Iya. Kini aku sadar bahwa Lani memang anak kandungku”.
“Kenapa? Kenapa baru sekarang Vin, kamu menyadarinya? Kenapa tidak dari dulu”.
“Ternyata Shilla yang sudah merekayasa semua itu, dan aku baru mengetahuinya”kata Alvin penuh penyesalan.
“Dan baru sekarang kamu menyesal. Saat aku dan Lani mulai melupakanmu”.
“Aku tidak mengharapkanmu lagi. Yang ku ingini adalah Lani”tegas Alvin.
“Tidak. Tidak semudah itu, aku tidak akan menyerahkan Lani kepadamu. Aku masih sakit hati dengan sikapmu dua tahun yang lalu yang tidak mau mengakuinya”kata Oik dengan kesal.
“Apa susahnya sih Ik, tinggal tanda tangan disini. Bukankah kamu butuh pengakuan untuk status Lani”.
“Itu dulu Vin. Sekarang tidak lagi”Oik semakin tidak mengerti jalan pikiran Alvin
“Sudahlah Ik serahkan Lani padaku, toh kamu juga bakal punya anak lagikan”Alvin mengamati Oik sekilas. “Jadi kamu sudah nikah sama Obiet”.
“Sudah ku katakan kepadamu, aku tidak memiliki perasaan apapun sama Obiet. Dan aku tidak menikah dengannya”Oik berdiri dan hendak melangkah pergi, Alvin mencekal tangannya.
“Kalau kamu tidak mau tanda tangan disini, aku akan menggunakan jalur hukum untuk mengambil dia”.
“Silahkan saja”tantang Oik, kemudian melepaskan tangannya dari genggaman Alvin.
^^^
Di kamarnya Oik sedang memikirkan kejadian tadi, antara dia dan Alvin. Bagaimana jika Alvin akan mengambil Lani darinya? Sementara Lani tidak mengenali Alvin sebagai ayah kandungnya. Apakah Lani mau tinggal bersamanya?, batin Oik. Ia belum siap berpisah dengan Lani.
Karena sibuk memikirkan hal tersebut Oik tidak menyadari kalau Cakka sudah duduk disebelahnya.
“Kamu sedang memikirkan apa sih sayang, daritadi aku perhatikan kamu ngelamun terus?”tanya Cakka sambil memeluk Oik dari belakang, menyandarkan kepalanya di punggung Oik.
Oik membalikan badannya dan menghadap Cakka. “Tidak ada kok”ucap Oik bohong sembari tersenyum.
“Tidak usah bohong. Apakah ada sesuatu yang kamu sembunyikan, ceritakan saja aku ini kan suami kamu”.
“Aku cuman memikirkan kapan kita ke Jogja. Itu saja kok”Oik akhirnya menemukan alasan yang tepat untuk menutupi masalahnya yang sedang dia pikirkan.
“Kan sudah ku bilang, untuk beberapa bulan ini kita tidak bisa kesana”.
“Ada apa memangnya kamu ingin sekali ke Jogja”Cakka mulai ada yang aneh dengan Oik.
Kedua tangan Cakka memegang pundak Oik dan menatap mata istrinya itu. Oik balik menatap Cakka dan seakan ia jatuh didalamnya. Oik akhirnya jujur menceritakan semuanya kepada Cakka, mungkin saja suaminya itu bisa membantu.
“Apa…Jadi tadi Alvin dan memintamu untuk menyerahkan Lani”kata Cakka terkejut setelah mendengar pengakuan Oik.
Oik mengangguk dan hampir menangis. “Aku minta sama kamu tolong lakukan sesuatu agar Lani tetap bersamaku”.
“Apapun itu. Asal demi kamu sayang”Cakka mendekatkan wajahnya kearah Oik, mengangkat sedikit wajahnya dan mencium kening wanita yang sangat dicintainya itu.
“Aku juga tidak rela jika Alvin mengambil Lani begitu saja. Meskipun bukan anak kandungku aku sudah menganggapnya seperti anakku sendiri”kata Cakka berusaha menenangkan Oik, kemudian memeluknya.
Oik melepaskan pelukannya dari tubuh Cakka, memandang wajah suaminya tersebut sambil berkata “Makasih ya, sayang”mendekatkan wajahnya ke arah Cakka, mencium bibir seksi pria tersebut. Cakka kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil segelas susu hangat yang baru dibikin untuk Oik.
“Ini kamu minum dulu susunya entar keburu dingin lagi. Habisin ya”Cakka menyodorkan gelas yang berisi susu tadi.
“Sepertinya Lani sudah tidak sabar ingin memiliki seorang adik”ucap Cakka lalu meletakkan tangannya diatas perut Oik yang sudah mulai membesar itu.
Oik hanya tersenyum kecil.
^^^
Seminggu kemudian…
Sore harinya Alvin datang ke rumah Oik yang berarti rumah Cakka juga, tapi Alvin belum mengetahui kalau Oik menikah dengan Cakka, bukan Obiet. Kebetulan juga Oik dan Cakka serta Lani juga ada dirumah mereka sedang bersantai di dekat taman sebelah rumah.
“Tuan, didepan ada tamu”ucap salah satu pembantu memberitahu Cakka yang sedang asyik bermain dengan Lani.
“Siapa, Bi?”tanya Cakka. “Tidak tau soalnya dia tidak menyebutkan namanya. Dia cuman bilang mau ketemu nyonya”jelas pembantunya.
“Ketemu saya bi”Oik memastikan, pembantunya mengangguk.
Oik segera menuju depan rumahnya di ikuti Cakka sambil menggendong Lani, di halaman rumahnya sudah berdiri dua orang pria, yang satu memakai jas. Orang tersebut menoleh saat Oik mendekatinya.
Ternyata orang itu adalah mantan suaminya, Alvin. Beserta pengacaranya, Riko. Alvin agak kaget melihat Cakka.
“Jadi kamu sekarang menikah dengan Cakka ya”ucap Alvin.
Oik tidak menjawab. “Mau apa kamu kesini, Vin?”tanya Oik langsung.
“Mengambil Lani tentunya”jelas Alvin singkat, lalu mendekati Lani yang di gendong Cakka.
Cewek kecil itu takut melihat orang yang tidak dikenalnya mendekat. “Lani sini sayang kamu ikut papa”ajak Alvin.
Lani memeluk Cakka semakin erat dan berkata. “Tidak mau”ucapnya sambil menggeleng.
“Kamu tidak bisa seenaknya mengambil dia. Lagian juga Lani tidak kenal siapa kamu”Cakka membawa Lani menjauhi Alvin.
“Cakka. berikan Lani padaku, karena aku ayah kandungnya. Sementara kamu bukan siapa-siapanya”kata Alvin.
“Tidak akan. Lagi pula kamu sudah keterlaluan, Vin. Tidak mengakui dia dulu”Cakka menyuruh pembantunya membawa Lani masuk ke rumah. Lani sudah mulai menangis karena ketakutan.
Alvin hendak mengejar Lani namun Oik menghadangnya. “Tidak akan ku biarkan kamu membawa Lani pergi. Seenaknya saja kamu mau mengambil dia”.
“Menyingkirlah dari hadapanku, aku mau mengambil anakku”kata Alvin namun Oik mencegahnya. Alvin yang kesal dengan Oik yang tidak mengijinkannya menemui Lani. Mengangkat tangannya dan hendak memukul Oik, namun Cakka mencegahnya.
“Cukup Vin, kamu menyakiti perasaan Oik. mendingan kamu cepetan keluar dari rumahku”.
“Lihat saja nanti jika hak asuh Lani itu jatuh di tanganku. Aku tidak akan pernah mengijinkanmu untuk ketemu dengan dia, selamanya”ancam Alvin sambil menunjuk Oik.
Karena tidak berhasil mendapatkan Lani. Alvin dan Riko kemudian meninggalkan rumah Cakka.
Oik memasuki rumahnya dan segera menuju kamar, menangis. Hanya itu yang ingin ia tumpahkan hari ini. Sementara Cakka berusaha menenangkan Lani yang sejak tadi menangis terus, namun gadis kecil tidak mau berhenti.
“Mama…huhuuuuu….”kata Lani sembari menangis, Cakka segera membawa Lani ke kamar menemui Oik.
“Lani…huhuhuuu…mau ketemu…mama…huhuhuuuuu”ucapnya.
Cakka memasuki kamar dan melihat Oik duduk di atas kasur, melihat kehadiran Cakka. Oik segera menghapus air matanya.
“Aku sudah berusaha menenangkannya, namun Lani tidak berhenti menangis”kata Cakka kemudian mendekati Oik, lalu menurunkan Lani. Oik segera memeluknya, menenggelamkan kepala gadis kecil itu dalam pelukannya membuat Lani berhenti menangis dan mulai tenang.
“Kamu jangan nangis lagi sayang. Mama disini”Oik menahan lagi air matanya agar tidak menangis. Ia tidak mau Lani melihatnya menangis.
^^^
Ternyata Alvin membawa masalah ini ke jalur hukum untuk mengambil Lani karena Oik menolak untuk menanda tangani surat pengalihan hak asuh atas anaknya itu. Oik semakin cemas jika Alvin memenangkan perkara tersebut dapat ia pastikan tidak akan ketemu Lani lagi, apalagi Alvin akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan keingannya.
Kini Oik bersama Cakka dan juga Lani berada dalam ruang persidangan. Alvin dan juga Riko sudah tidak sabar ingin mendengar putusan hakim nantinya. Shilla juga disana, wajahnya terlihat kesal melihat tindakan konyol yang di lakukan suaminya itu, sungguh menyesal dirinya karena ceroboh.
Setelah beberapa lama disana, akhirnya hakim itu akan membacakan keputusan siapakah yang berhak mengasuh Lani.
“Setelah menimbang perkara ini. Maka pengadilan memutuskan bahwa hak asuh atas Nathalani Cahaya Sindunata, perempuan berusia 2 tahun. Jatuh kepada Alvin Jonathan Sindunata, yang tak lain adalah ayah kandungnya”hakim yang memimpin sidang itu membacakan hasil akhirnya.
Tok…tok…tok… di iringi suara ketukan palu yang berarti keputusan itu tidak bisa di ganggu gugat.
Oik tidak puas dengan keputusan itu, karena hakim itu terkesan berpihak pada Alvin. Ia melangkah menuju meja hakim. Ia ingin mengajukan banding.
“Kenapa anda memutuskan hak asuh Lani jatuh ke Alvin. Apakah anda tidak melihat keterangan dari pengacara saya tadi”protes Oik.
“Maaf bu tapi ini adalah keputusan akhir kami. Tidak bisa di ganggu lagi”.
Semua orang membubarkan diri, termasuk Alvin. Oik sedang bernegoisasi dengan hakim pemimpin sidang Cakka disebelahnya. Lani ada dalam gendongan pembantunya.
Alvin memanfaatkannya untuk mengambil Lani.
“Serahkan Lani ke saya”pinta Alvin secara paksa. “Tidak akan”bi Inah berusaha mempertahankan Lani. Dengan bantuan Riko, Alvin berhasil membawa Lani, mendorong wanita paruh baya itu hingga jatuh.
Lani melihat orang yang tidak dikenalnya itu tiba-tiba saja memeluknya, menangis.
“Mamaaaaaa….huuhuhuhuuuu….”teriak Lani sambil menangis. Oik yang melihat Alvin sudah membawa Lani keluar ruang persidangan, menghentikan pembicaraannya dengan hakim dan berusaha mengejar mereka. Cakka mengikuti dari belakang.
“Alvin…berhenti, kembalikan Lani padaku”Oik mempercepat langkahnya, namun Alvin tidak menghiraukannya.
Lani menangis sambil memberontak memukul Alvin dengan tangannya, berusaha melepaskan diri.
“Lani tenangnya, sekarang kamu sudah sama papa”bujuk Alvin menenangkan gadis kecil itu. Tapi Lani tidak menghiraukan Alvin, bagainya sekarang adalah pria yang menggendongnya, adalah orang asing.
“Tidak mau. Kamu bukan papa Lani…huhuhuhuuuuuuuu”.
Mereka sampai di parkiran, saat Alvin hendak masuk ke mobilnya. Oik sudah mencekal tangannya, membuat Alvin tidak jadi masuk ke mobilnya.
“Kembalikan Lani padaku. Dia tidak akan bahagia denganmu, Vin”Oik berusaha merebut Lani dari gendongan Alvin.
“Tidak akan. Kamu dengar tidak putusan hakim tadi, Lani sekarang tinggal bersamaku”Alvin mempertahakan Lani agar tidak di ambil kembali oleh Oik.
“Riko. Kamu bawa Lani sebentar”Alvin menyerahkan Lani pada Riko yang sudah didalam mobil.
“Vin aku mohon padamu, kembalikan Lani padaku”pinta Oik, ia menahan lengan Alvin yang hendak masuk.
“Tidak akan Ik, sekarang lepaskan aku”karena Oik tidak juga melepaskan tangannya. Alvin mendorong tubuh Oik hingga ia terjatuh.
“Arghhhhh…”teriak Oik kesakitan.
Akibatnya sangat fatal, setelah terjatuh tadi tiba-tiba saja perut Oik terasa sakit sekali. Setelah terbebas dari genggaman Oik, Alvin masuk ke mobilnya tanpa memperdulikan Oik yang tengah kesakitan.
Cakka segera menghampiri Oik yang kesakitan.
“Cakka…tolong, kamu kejar Lani sekarang. Ambil dia dari Alvin”pinta Oik ditengah rasa sakit yang menderanya.
Tiba-tiba saja cairan berwarna merah mengalir di kakinya, darah. Tangan kanannya memengangi perutnya, dan yang satunya memengangi lengan Cakka mencoba meredakan rasa sakitnya itu.
“Tidak. Kita harus ke rumah sakit sekarang. Kaki kamu berdarah”jelas Cakka panik. Pengacara Cakka, yang bernama Alyssa itu menghampiri mereka.
“Cakka. Kamu harus membawa Oik kerumah sakit sekarang. Sepertinya dia mengalami pendarahan”saran Alyssa sambil membantu Cakka membawa Oik ke mobil.
Cakka segera menuntun Oik menuju mobilnya dengan dibantu pengacaranya, tidak mungkin dia menggendong Oik yang pasti berat. Oik menolak, ia masih saja menyuruh Cakka mengejar Lani, namun dia tidak menghiraukannya.
^^^
Cakka berdiri didepan ruang UGD, tempat Oik dirawat. Kini perasaannya jadi tidak tenang takut terjadi apa-apa dengan Oik, apalagi sekarang Oik sedang mengandung anaknya. Dokter yang memeriksa Oik keluar dan Cakka segera menghampirinya.
“Bagaimana dengan keadaan istri saya, dok?”tanya Cakka sudah tidak sabaran.
“Kondisinya masih lemah, dan tekanan darahnya juga rendah yang di akibatkan oleh pendarahan tadi”kecemasan masih menyelimuti wajah Cakka.
“Tapi sekarang Oik baik-baik saja kan dok. Terus bagaimana dengan janin yang ada dalam kandungannya?”tanya Cakka lagi.
“Sebenarnya berat mengatakan ini semua kepada anda. Janinnya ternyata kembar tapi yang satu tidak bisa dipertahankan”.
“Tapi anda tidak perlu cemas karena satunya lagi masih bisa bertahan”lanjut sang dokter.
“Dan satu lagi, jangan sampai kejadian serupa terjadi lagi. Dan buat dia agar tidak stress”pesan dokter pada Cakka sebelum pergi.
Perasaan Cakka kini antara sedih dan kecewa. Sedih karena harus kehilangan salah satu anaknya, dan kecewa karena keputusan hakim barusan. Jika Oik tidak mengalami pendarahan tadi mungkin saat ini ia akan bahagia karena memiliki dua anak sekaligus.
Cakka melangkahkan kakinya menuju kamar rawat Oik, hatinya masih terasa perih. Namun ia mencoba untuk bersabar, apalagi saat di depan Oik.
Didalam kamar itu, Oik terbaring lemah di atas ranjang dengan dua selang yang menancap dilengan kirinya. Cakka menghampiri Oik dan duduk disebelahnya, meraih tangan kanan Oik dan menggenggamnya. Oik memalingkan wajahnya ketika Cakka masuk.
“Masih terasa sakit, Ik?”tanya Cakka.
“Masih”jawab Oik singkat tanpa memandang Cakka.
“Kalau gitu aku panggil dokter dulu, ya”ucap Cakka lalu berdiri.
“Tidak usah”cegah Oik. “Bukan dokter yang aku butuhkan saat ini…tapi Lani”lanjutnya. Cakka segera menghentikan langkahnya.
“Kenapa sih kamu masih saja memikirkan Lani dalam keadaan seperti ini”ucap Cakka mendekati Oik kembali.
“Bagaimana aku tidak memikirkan dia, pria yang selama ini tidak mau mengakuinya tiba-tiba saja datang mengambil Lani”jawab Oik sedikit kesal.
“Tapi tindakan barusan tadi sudah membunuh salah satu anak kita Ik”ucap Cakka sedih.
“Bodoh amat. Yang ku ingini saat ini adalah Lani. Cakka”kata Oik setengah membentak. “Dan aku masih kesal kepadamu karena kamu tidak mengambi Lani tadi”lanjutnya.
“Dan aku tidak mungkin membiarkan kesakitan tadi”Oik tidak menjawab. Cakka mengambil segelas susu di meja dekat Oik.
“Sebaiknya kamu minum susunya dulu. Biar anak kita kuat”Cakka menyodorkan segelas susu pada Oik. Bukannya meminumnya, Oik malah membanting gelas berisi susu itu ke lantai.
“Aku tidak mau meminumnya”Cakka segera membereskan pecahan gelas yang berceceran di lantai.
Cakka membuatkannya lagi, kemudian mendekati Oik. “Baiklah kalau itu maumu aku akan mencari Lani”ucap Cakka. “Jangan lupa kamu minum susunya”pesannya, kemudian beranjak dari kamar Oik.
Sebenernya Cakka enggan jika harus datang kerumah Alvin untuk mengambil Lani, lagi pula Alvin pasti tidak mengijinkan dirinya membawa Lani. Tapi apa salahnya menemui mantan suami Oik tersebut sekaligus membuat perhitungan dengannya. Yang sudah mencelakai Oik dan akibatnya dia harus kehilangan salah satu calon anaknya.
Beberapa saat kemudian Cakka sudah sampai didepan rumah Alvin, suasana tampak sepi disana. Maklumlah perumahan elit orang yang tinggal disana pastilah individualis.
Cakka memencet bel yang berada didekat pagar, keluarlah seorang satpam rumah Alvin.
“Maaf ada perlu apa anda kesini?”tanya si satpam.
“Saya rekan bisnisnya Alvin. Hari ini ada janji dengannya, kebetulan saya disuruh menunggu dirumahnya”satpam itu tidak begitu saja percaya. Cakka kemudian menunjukkan sms dari Alvin, yang sebetulnya adalah rekayasa dia sendiri.
“Baiklah kalau begitu silahkan anda tunggu tuan Alvin. Karena beliau masih ada urusan dengan nyonya”satpam itu menyuruh Cakka masuk.
Cakka berjalan menuju teras rumah, langkahnya terhenti saat mendengar suara tangisan anak kecil. Cakka mencoba menerka-nerkanya ternyata suara itu dari arah samping, iapun berjalan kearah sumber suara setelah hampir dekat dapat dipastikan itu suara Lani yang sedang menangis.
“Lani”panggil Cakka. Baby sister yang menggendong Lani menoleh kearah Cakka.
“Huhuhuuu…papa…huhuhuuuu”panggil Lani sambil terisak setelah mengetahui Cakka datang
“Maaf anda siapa ya?”tanya sang baby sister melihat orang asing tiba-tiba dirumahnya. Cakka pun menjelaskan semua padanya.
“Bolehkah saya gendong Lani sebentar”pinta Cakka. Baby sister itu menyerahkan Lani pada Cakka. Setelah dalam pelukan Cakka, Lani mulai merasa tenang dan nyaman.
“Lani tidak mau tinggal disini. Lani mau ikut papa cekarang”ucapnya setelah berhenti menangis.
“Kamu harus tetap tinggal disini sayang. Papa Alvin, itu papa Lani juga”Cakka mencoba memberikan pengertian pada Lani, namun gadis kecil itu tetap menolak tinggal bersama Alvin yang menurutnya orang lain.
“Tidak, dia bukan papa Lani. Papa Lani kan, Papa Cakka”.
Sementara itu Alvin sudah pulang bersama Shilla, kini mereka melanjutkan pertengkaran sejak di mobil tadi.
“Vin, aku mohon sama kamu maafin aku. Kamu tidak benar-benar akan menceraikan aku kan”kata Shilla sambil memegangi lengan Alvin.
“Aku tidak pernah main-main, dengan apa yang aku ucapkan. Aku paling tidak suka dibohongi Shill”tegas Alvin. Pak satpam segera menghampiri Alvin.
“Maaf tuan. Tadi ada tamu datang kesini, katanya ada janji dengan tuan”jelas si satpam.
“Siapa?”tanya Alvin.
“Dia bilang rekan bisnis tuan”.
“Sekarang dimana orangnya?”.
“Dihalaman samping”Alvin segera menuju samping rumahnya tidak memperdulikan Shilla yang memohon padanya.
Dilihatnya seorang pria sedang menggendong Lani, gadis kecil itu tampak tersenyum senang. Alvin mendekat dan betapa terkejutnya dia ternyata pria itu adalah Cakka. Alvin jadi tambah emosi, permasalahan dengan Shilla sudah membuatnya marah kini ditambah lagi melihat Cakka.
“Cakka, ngapain lo kerumah gue”tanya Alvin.
“Menemui Lani tentunya”jawab Cakka santai.
“Untuk apa? Lagian Lani bukan anak kandung lo. Ini yang terakhir kalinya lo bisa ketemu dia”.
“Gue mau bawa dia sebentar untuk menemui Mamanya”.
“Membawa Lani dari sini. Jangan terlalu berharap banyak, gue bakal ngijinin lo bawa dia pergi apalagi menemui Oik”Alvin mendekati untuk mengambil anaknya tersebut dari gendongan Cakka.
“Tapi tolong sekali ini saja Vin. Biarkan gue bawa Lani sebentar untuk ketemu dengan Oik”Alvin tidak menghiraukan permintaan Cakka, ia pun mengambil paksa Lani. Gadis kecil itu memberonta dan kembali menangis.
“Wulan tolong kamu bawa masuk Lani”suruh Alvin pada baby sisternya. Cakka berusaha mengejar Lani yang dibawa masuk oleh Wulan. Namun Alvin menghadangnya.
“Mendingan lo pergi deh dari rumah gue sekarang. Sebelum gue panggil satpam untuk ngusir lo”suruh Alvin paksa.
“Gue jadi heran melihat jalan pikiran lo itu. Dulu waktu dia masih bayi lo nggak mau ngakuin malah menuduh Oik. Dan sekarang tanpa rasa bersalah lo ngambil Lani gitu saja, saat dia udah nggak ngenalin lo sebagai ayah kandungnya belum puas lo nyakitin perasaannya Oik”ucap Cakka emosi.
“Dan tadi lo udah ngedorong Oik sampai jatuh, hal itu menyebabkan anak gue yang ada dalam kandungannya meninggal. Lo itu memang lelaki brensek Vin”lanjutnya sambil mengumpat kesal ke Alvin.
“Peduli amat gue sama semua itu. Lagian yang mampus juga anak lo, harusnya Oik senang karena Lani udah tinggal bersama ayah kandungnya bukannya itu yang jadi keinginannya”balas Alvin.
“Mendingan lo segera keluar dari rumah gue, sebelum gue panggil satpam untuk mengusir lo”Alvin berusaha menyuruh Cakka segera meninggalkan rumahnya.
Shilla yang mendengar suara keributan antara dua pria itu segera menghampiri. “Vin sudahlah serahkan Lani pada Cakka, biar dia ikut ibu kandungnya. Toh dia disini
tidak bahagia”Shilla memberikan saran yang membuat Alvin tambah geram kepadanya.
“Mendingan lo diam saja, Shill”bentak Alvin. Shilla langsung terdiam.
“Sekarang buruan lo pergi dari sini”Alvin mendorong Cakka keluar rumahnya.
Cakka segera kembali kerumah sakit, dia bener-bener tertekan bagaimana perasaannya Oik jika dia tidak berhasil membawa Lani. Padahal yang dibutuhkannya adalah Lani, apalagi dokter berpesan Oik tidak boleh stress karena itu bisa berpengaruh pada janin yang ada dikandungannya.
Berhenti di depan ruang tempat Oik dirawat, duduk disalah satu bangku. Menyandarkan kepalanya di tembok dan menenggelamkan wajahnya pada kedua telapak tangannya. Setelah agak tenang Cakka memutuskan untuk menemui Oik.
“Dimana Lani, apa kamu berhasil membawa dia kemari?”tanya Oik antusias saat Cakka memasuki ruangan.
“Tidak. Alvin tidak mengijinkannya”jelas Cakka apa adanya. Terlihat kekecewaan pada diri Oik.
“Kamu memang tidak bisa di andalkan membawa Lani kemari saja tidak bisa. Tau gitu biar aku saja yang kesana”Oik mengumpat kesal ke Cakka.
“Aku tidak menyangka kamu akan berkata seperti itu padaku”ucap Cakka kecewa mendengar kata-kata Oik yang menyinggungnya. Tapi Oik tidak memperdulikan Cakka.
“Bukankah itu yang kamu mau. Lani bisa di akui sama ayah kandungnya, lagian Alvin tidak mungkin akan menyakiti Lani”Oik tidak bergeming.
“Kamu memang tidak mengerti perasaanku saat ini, Ik”Cakka segera beranjak dari ruang itu, meninggalkan Oik sendirian. Ia memutuskan untuk pulang saja kerumah, setidaknya bisa menenangkan pikirannya.
^^^
Setelah kondisi Oik membaik maka ia di ijinkan untuk pulang, Cakka menjemputnya di rumah sakit. Oik mulai merasakan sikap Cakka kini dingin padanya. Jadilah didalam mobil mereka saling berdiam diri.
Oik mulai merasa bersalah sebagai seorang istri tidak seharusnya dia melakukan itu pada Cakka, ia mulai berfikir positif bahwa Lani akan baik-baik saja dengan Alvin lagian dia kan ayahnya bukan orang lain. Sepertinya ia harus memperbaiki hubungannya dengan Cakka, jika tidak mungkin nasib anak dalam kandungannya akan seperti Lani, Oik tidak mau itu terjadi.
Dikamarnya mereka masih saling diam, Oik sedang berfikir bagaimana memulai untuk minta maaf ke Cakka.
Sementara Cakka berkutak dengan Hpnya, sebuah sms masuk dari rekan bisnisnya yang meminta untuk bertemu.
“Aku mau keluar ada urusan, mungkin agak malam pulangnya”pamit Cakka ke Oik tanpa memandang wajah istrinya. Terasa sakit hati Oik melihat sikap Cakka barusan semudah itukah dia membencinya.
Malam menjelang Cakka belum juga pulang padahal waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 tepat. Oik tidak bisa tidur, ia menunggu di ruang tamu sampai suaminya itu pulang. Beberapa saat kemudian terdengar suara deru mobil.
Cakka memasuki rumahnya dan mendapati Oik duduk di ruang tamu, memandangnya hampa. Oik mengekor dibelakang Cakka, saat suaminya itu masuk kamar. Oik ingin bicara dengan Cakka namun tidak sempat, karena Cakka langsung menuju kamar mandi.
Oik duduk ditepi tempat tidurnya menunggu Cakka sampai selesai mandi. Setelah selesai mandi Cakka berganti baju dan cuek kepada Oik. Membuat wanita itu merasa bersalah, berjalan kearah suaminya dan memeluk dengan erat pinggang pria itu dari belakang, menyandarkan kepalanya di punggung suaminya.
“Tolong jangan perlakukan aku dengan sikap kamu yang kaya gini. Maafkan ucapankan tempo lalu yang udah buat kamu kecewa”kata Oik menyesal.
“Maaf masih belum cukup untuk menghapus semuanya. Dan waktu dokter bilang kalau salah satu anak aku meninggal, sakit Ik rasanya. Sama kaya perasaan kamu saat Alvin mengambil Lani”.
“Baiklah aku tidak akan mencari Lani lagi dan melupakan dia, jika itu bisa membuatmu bahagia. Tapi tolong bantu aku buat melupakan mereka semua”pinta Oik air matanya sudah mulai mengalir dari pelupuk matanya.
“Aku tidak mungkin bisa membuatmu melupakan mereka biar bagaimanapun. Lani dan Alvin pernah hadir dalam kehidupanmu”.
“Kamu masih marah sama aku?”.
Cakka terdiam membuat Oik semakin bersalah, kemudian melepaskan diri dari Oik. membalikkan badannya. Dan kini gilirannya memeluk Oik.
“Aku udah maafin kamu kok, sayang. Tapi jangan di ulangi lagi ya”ucap Cakka sembari tersenyum kemudian melepaskan pelukannya, membuat Oik lega.
“Iya”ucap Oik sambil mengangguk. Cakka membalasnya dengan mencium kening Oik.
“Dan satu lagi…jaga anak kita baik-baik ya”pinta Cakka sembari meletakkan tangannya di perut Oik.
“Maaf gara-gara aku. Kita harus kehilangan salah satunya”ucap oik menyesal. Cakka segera meletakkan telunjuknya dibibir Oik.
“Sttt…ini bukan sepenuhnya salah kamu, sayang”.
Kini Cakka dan Oik sudah baikan lagi. Oik akhirnya mengundurkan diri dari pekerjaannya, awalnya Obiet keberataan dan menyarankan Oik cuti saja, namun Oik mengatakan bahwa dia ke Jogja dalam waktu yang cukup lama.
Cakka pun akhirnya mengajak Oik pindah ke Jogja untuk waktu yang cukup lama sampai anak mereka udah besar, setidaknya tempat baru akan membuat Oik lebih tenang dan tidak kepikiran Lani terus.
___Bersambung___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar