Rabu, 26 Oktober 2011

Istri Untuk Suamiku Cerpen

Seorang wanita berusia 23 tahun sedang berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan perasaan gelisah. Ia semakin mempercepat langkahnya hingga berhenti di ujung lorong menuju kamar nomor 142. Membuka handle pintu, didalam sudah ada wanita paruh baya duduk didekat ranjang. Di atas ranjang itu sedang terbaring lemah tak berdaya, cowok berusia 15 tahun.

“Bu. Gimana keadaan Ray sekarang? Tadi dokter bilang apa?”tanya wanita itu cemas. Wanita paruh baya tersebut tidak menjawab, hanya suara isakan tangis yang keluar sebagai jawaban.
“Tolong jawab Oik, bu?”wanita bernama Oik itu duduk disamping ibunya.
“Tadi…huhuhuhu…dokter bilang…huhuhu…Ray harus segera di operasi”ucap ibunya sambil terisak menahan tangis. “Dan biayanya itu tidak sedikit Ik, sekitar 120 juta”lanjutnya pasrah.

Oik tersentak mendengar penjelasan ibunya, 120 juta? Uang sebanyak itu apakah bisa didapat dalam waktu singkat? Bahkan gajinya perbulan dikumpulkan dengan tabungannya tidak akan cukup. Tapi Ray tidak bisa menunggu terlalu lama, adiknya itu harus segera di operasi.

“Kita akan dapat uang sebanyak itu dari mana Ik?”ucap ibunya putus asa.
“Asalkan demi kesembuhan Ray, bu. Oik akan carikan uang itu”ucap Oik yakin. Yakin karena berusaha menghibur ibunya agar tidak sedih, entah bagaimana ia akan dapatkan uang sebanyak itu.


Sementara di rumah sakit yang sama, namun di ruangan berbeda. Seorang wanita 24 tahun terbaring koma di ruang ICU. Disampingnya dengan setia, seorang pria menemani wanita itu. Perasaanya sangat sakit, sama sakitnya dengan raga wanita itu. Saat ini istrinya sedang berjuang bertaruh nyawa melawan penyakitnya. Dokter yang menangani wanita itu memasuki ruangan, menyarankan pria itu agar tidak terlalu lama di dalam ruang ICU.


Setelah di luar ruang ICU. Ia pun mengikuti langkah sang dokter menuju ruangannya, spesialis penyakit dalam.

“Bagaimana dengan keadaan istriku Iel. Seberapa lama lagi dia bisa bertahan?”tanya pria tampan itu. Meskipun usianya sudah memasuki 25 tahun namun wajahnya masih terlihat cakep sama kaya masih muda dulu.
“Silahkan kamu duduk dulu, Cakka”dokter bernama Gabriel Damanik itu menyuruh pria yang bernama Cakka itu duduk. Ia pun menurut.
“Berat sebenarnya bagiku mengatakan ini kepada kamu. Namun Shilla hanya memiliki waktu tidal lebih dari setahun untuk bertahan kecuali jika dia mendapat donor jantung”Gabriel membolak-balik map yang berisi data kesehatan pasiennya.
“Tolong lakukan yang terbaik untuk istriku, Iel. Berapapun biayanya akan aku bayar”pinta Cakka pada dokter Gabriel agar istri yang di cintainya itu sembuh.
“Bukan soal biaya. Tapi sulitnya mencari seorang pendonor, aku sudah menghubungi pasar gelap untuk mencarikan donor jantung untuk Shilla. Namun hasilnya nihil”ucap Gabriel putus asa sama halnya seperti Cakka.
“Kalaupun dapat itu belum tentu cocok. Belum lagi urusannya dengan hukum, sekarang ini perdagangan organ manusia dilarang pemerintah”.
“Apa tidak ada jalan lain, Iel? Selain transpalantasi”tanya Cakka lagi.
“Itu jalan satu-satunya Cakka. Lagipula kini jantung Shilla hampir tidak berfungsi. Obat-obatan itu hanya bisa meredakan rasa sakit bukan menyembuhkan. Dan transpalantasi jantung adalah jalan satu-satunya”jelas Iel dengan telaten kepada Cakka.



Cakka keluar ruangannya dokter Gabriel, ia sudah tidak mau lagi dengar penjelasan dokter itu, lebih banyak lagi tentang kondisi istrinya tersebut. Ia berjalan kembali keruang tempat dimana Shilla istrinya itu dirawat.
Kali ini Cakka hanya menatap tanpa bisa menyentuh istrinya itu dari balik kaca ruang ICU.


“Kapan kamu sadar sayang. Aku sudah rindu dengan semua tentang kamu”hanya kata itu yang mampu keluar dari bibir seksinya.
Seakan mendengar suara suaminya, tangan Shilla yang lemas itu mulai bergerak perlahan. Cakka mengamatinya namun gerakkan itu terulang lagi, betapa senangnya dia melihat wanita sudah mulai menunjukkan kesadarannya. Ia bergegas kembali keruangan dokter Gabriel memberitahu bahwa Shilla menunjukkan tanda-tanda kalau dia akan sadar.

“Bener Iel, tadi aku sempet lihat tangannya bergerak”Cakka berusaha menyakinkan dokter Gabriel. Sampilah mereka berdua di depan ruang ICU.

Ketika dokter Gabriel dan Cakka memasuki ruangan, Shilla sudah sadar sepenuhnya. Gabriel segera memeriksa keadaan wanita itu, Cakka berdiri disamping istrinya.
“Ini sungguh luar biasa karunia tuhan. Keadaan Shilla tiba-tiba stabil, Cakka”kata Gabriel setelah memeriksa Shilla.
“Aku kenapa ada disini?”tanya Shilla lemah.
“Kamu sudah seminggu koma, sayang. Tapi sukurlah sekarang kamu sudah sadar untuk aku”Cakka menjelaskan sembari mencium kening istrinya itu.


Shilla akhirnya di pindahkan ke ruang perawatan biasa karena kondisinya tidak terlalu mengkhawatirkan untuk berlama-lama di ruang ICU.
Setelah beberapa hari kondisinya mulai membaik. Shilla minta untuk pulang saja, ia tampaknya tidak senang berlama-lama di rumah sakit. Dokter Gabriel pun mengijinkannya, mungkin saja suasana rumah bisa memberikan kenyaman baginya yang bisa berpengaruh pada ke stabilan kondisi Shilla.


^^^

Oik sedang berada di ruang administrasi rumah sakit tempat adiknya di rawat.

“Jadi berapa uang muka yang harus saya bayar dulu . Agar adik saya dapat melakukan operasi?”tanya Oik antusias.
“Anda harus membayar sekitar 50 juta dulu, sisanya bisa dibayar setelah pasien menjalani operasi”jelas suster yang bertugas sebagai administrasi.
“Apa 50 juta?”kata Oik terkejut padahal uang yang ia bawa saat ini jumlahnya tak sebanyak itu.
“Apa tidak boleh kurang ya sus, saya saat ini hanya punya uang 10 juta saja”.
“Maaf ya bu. Tapi ini sudah prosedur dari rumah sakit, kami tidak bisa melakukan operasi jika anda belum membayar sejumlah tadi”jelas sang suster lagi.
“Kalau gitu saya bayar dulu segini dulu sus, 40 jutanya nyusul”Oik menyerahkan amplop berisi uang itu pada suster tersebut.
“Baiklah. Kalau gitu silahkan tanda tangan disini”suster itu menyerahkan kwitansi bukti pembayaran pada Oik. Setelah menanda tangani Oik segera keluar ruangan.


“Gimana Ik? Suster tadi bilang apa?”tanya ibunya sudah tidak sabaran.
“Oik harus membayar uang mukanya sekitar 50 juta agar Ray bisa di operasi. Sementara uang yang Oik punya hanya 10 juta saja. Jadi Ray belum bisa melakukan operasinya itu”terlihat kesedihan lagi diwajah wanita paruh baya itu.
“Ibu tenang dulu ya. Oik akan berusaha pinjam uang itu demi Ray”.


^^^

Beberapa hari kemudian…
Oik belum juga mendapat pinjaman uang sebesar 40 juta. Itu baru 40 juta buat uang muka belum yang 70 juta yang harus ia bayar setelah adiknya itu selesai di operasi. Oik ingin sekali meminjam uang pada Debo kekasihnya itu, namun ia tidak mau merepotkan lagipula selama ini Debo sudah banyak membantu dia dan keluarganya.


Di kantornya, kerjaan Oik hanya melamun saja, namun matanya tetap berfokus pada layar komputer didepannya itu. Sampai tidak menyadari kalau bosnya itu sudah berdiri disampingnya.


“Oik!!!”panggilnya sekali lagi, namun Oik tidak menoleh juga. Hingga ia putuskan untuk menepuk pumdak wanita itu.
“Oik. kamu sedang melamun apa?”tanya sambil memiringkan kepalanya untuk menatap wajah karyawannya itu. Oik akhirnya tersadar dari lamunannya.
“Eh… bu Shilla, maaf saya tidak melihat anda tadi. Ada perlu apa bu?”tanya Oik.
“Kamu melamun!!! Apa ada masalah?”tanya balik Shilla. Oik terdiam sesaat, kemudian menemukan percakapan yang pas agar atasannya itu tidak bertanya tentang masalah yang ia hadapi.
“Ibu sudah sehat sekarang. Kapan pulang dari rumah sakit, maaf saya belum sempet menjengguk”.
“Tidak masalah Oik. Kamu kalau ada masalah cerita saja jangan sampai melamun kaya tadi, itu tidak baik”rajuknya tidak menjawab pertanyaan Oik.
“Jika ada masalah ceritakan saja ke saya. Mungkin saya bisa bantu”tawar Shilla tidak keberatan, lagipula Shilla itu atasan yang loyal pada karyawannya, jika ada salah satu karyawan yang membutuhkan uang yang mendesak ia tidak segan-segan untuk meminjamkannya. Lagian buat apa ini semua jika nantinya akan ia tinggalkan.



“Tapi tidak enak kalau ngomong disini, bu”Oik setengah membisik, ia pun terpaksa minta bantuan Shilla karena keadaanya mendesak.
“Baiklah. Kita bicara saja di ruangan saya”Shilla beranjak dari meja bilik Oik.
Oik mengikuti Shilla berjalan ke ruangan atasannya itu.
“Begini bu. Kalau tidak dalam keadaan mendesak saya tidak akan meminta bantuan ibu”Oik mulai mengutarakan niatnya itu.
“Katakan sajalah, apa yang kamu butuhkan. Saya siap membantu”kata Shilla langsung.
“Saya mau pinjam uang sebesar 40 juta untuk…”ucapan Oik terpotong.
“Pinjam uang 40 juta?”ulang Shilla, Oik mengangguk. “Buat apa uang sebanyak itu Oik?”tanya Shilla heran karena Oik meminjam uang sebanyak itu.
“Saya butuh uang itu untuk operasi Ray, adik saya”jelas Oik merasa tidak enak sendiri dengan Shilla karena atasannya itu juga baru keluar dari rumah sakit.
“Operasi? Operasi apa?”tanya Shilla ingin tau, ia mulai merasa iba dengan Oik. Adiknya Oik tidak bisa operasi karena terkendala biaya, sementara dirinya tidak mendapat donor jantung padahal dari segi biaya tidak ada masalah.
“Operasi jantung, bu. Sejak kecil adik saya menderita kelainan jantung, kini dia harus di operasi” penjelasan Oik membuatnya matanya mulai berkaca-laca , nasib dirinya dan Ray itu sama.
“Kalau untukku itu saya akan bantu Oik. berapa memangnya uang yang kamu butuhkan untuk operasi adik kamu?”tanya Shilla sambil mengeluarkan cek.
“1 20 juta, bu”jelas Oik singkat. Shilla langsung menulis nominal yang disebutkan Oik di atas cek tersebut.
“Ini. Kamu bisa ambil uang itu di bank, agar adik kamu bisa melakukan operasi”Shilla menyodorkan cek itu ke tangan Oik.
“Beneran ini bu”seakan tidak percaya dengan apa yang di terimanya, Oik membaca ulang cek itu nominal 120 juta bisa ia ambil di bank sekarang juga.
“Kamu tidak perlu mengembalikan uang itu, Oik. Asal kamu mau memenuhi semua permintaan saya nantinya”pinta Shilla.
“Permintaan apa itu, bu?”tanya Oik bingung. Shilla tau Oik tidak akan mungkin bisa mengembalikan uang sebanyak itu padanya, mungkin ini salah satu cara agar rencana dari keinginannya bisa tercapai.
“Tapi tidak sekarang saya kasih tau. Tapi kamu bisa menyanggupinya kan Oik?”tanya Shilla menyakinkan.
“Insyallah…saya akan menyanggupinya. Jika saya mampu”


Oik segera menuju bank untuk mencairkan cek tersebut, setelah uang 120 juta itu ditangannya ia segera menuju rumah sakit, melunasi uang administrasi untuk pengobatan Ray. Melihat anaknya yang bisa mendapatkan uang, ibunya senang sekali.


Sementara Shilla pulang ke rumahnya, Cakka sudah ada di rumah menyambutnya dengan cemas.

“Kenapa ke kantor sih. Kamu kan perlu istirahat sayang”kata Cakka segera memeluk Shilla.
“Aku rindu sekali dengan suasana kantor”Shilla melepaskan dirinya dari tubuh Cakka.
“Tapi kamu butuh istirahat yang cukup. Dokter bilang kamu tidak boleh kelelahan”Shilla segera meletakkan telunjuknya dibibir seksi Cakka, memberi isyarat agar suaminya itu diam.
“Nanti malam kita ke taman dekat kota ya, tempat pertama kali kita ketemu. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan padamu”pinta Shilla.


^^^


Malam menjelang, Shilla dan Cakka menuju taman kota tempat pertama mereka bertemu. Sepertinya wanita itu sudah tidak sabar mengutarakan niatnya pada Cakka, suaminya.
Mereka duduk di salah satu bangku.

“Apa yang ingin kamu sampaikan padaku?”tanya Cakka tak sabaran sepertinya ini akan jadi hal buruk baginya. Tangannya sudah menggenggam jemari istrinya.
“Kamu sayang tidak sama aku”kata Shilla membuat Cakka bingung.
“Tentu saja dong sayang. Kenapa kamu tanya gitu sih”.
“Kalau kamu sayang sama aku berarti kamu mau kan memenuhi semua keinginanku tanpa terkecuali”kali ini mata Shilla menatap Cakka.
“Apapun itu, jika aku sanggup”.
“Kamu harus menyanggupinya karena ini demi kelanjutan hidup kamu setelah aku tiada nanti”ucap Shilla yakin, hatinya terasa perih kala mengucapkan semua itu.
“Tidak. Kenapa kamu bilang begitu sih, kamu pasti sembuh aku yakin itu”.
“Kamu tadi sudah bilang kan akan memenuhi semua keinganku. Kalau tidak mau berarti kamu tidak sayang lagi padaku”ucap Shilla sedih.
“Baiklah, apa sih keinganmu? Katakan saja langsung”Cakka akhirnya mengalah, ia tidak mau jika Shilla sedih yang akan membuat kondisi istrinya drop nantinya.
“Kamu mau kan menikah lagi dengan perempuan lain dan memiliki anak dengannya”Shilla mencoba menguatkan hatinya untuk dapat berkata seperti itu. Hening sesaat…
“Apa sih yang kamu bicarakan sayang? Ngaco tau nggak?”ucap Cakka kesal mendengar keinginan konyol istrinya itu.
“Aku serius Cakka. Lagipula kamu tidak mungkin mengharapkan memiliki anak dariku, kamu tau kan kondisiku saat ini”.
“Tidak…aku tidak mau menikah dengan perempuan manapun. Aku cuman cinta sama kamu, tolong jangan memintaku untuk melakukan itu”ucap Cakka berlutut di hadapan Shilla.


Shilla tertunduk, butir-butir air matanya jatuh membasahi wajah Cakka yang menghadapnya. Mungkin ini adalah jalan satu-satunya yang bisa ia lakukan agar suaminya bisa bahagia jika kelak dirinya pergi untuk selamanya.

“Aku yakin kamu pasti sembuh, dan nanti kita akan memiliki seorang anak. Dan hidup bahagia selamanya”jelas Cakka optimis.
“Itu tidak akan terwujud jika bersamaku. Kamu harus menikah lagi dengan perempuan lain, dan anak kamu dengan perempuan itu, akan jadi anakku juga, Kka”Shilla berusaha meyakinkan Cakka agar mau memenuhi permintaannya itu.
“Tapi kenapa harus dengan perempuan lain?”.
“Karena waktuku tidak banyak lagi untuk bersamamu, aku sudah menemukan perempuan yang cocok untuk menjadi pendamping hidupmu kelak jika aku sudah tiada”ucap Shilla penuh harapan
“Aku mau sebelum waktuku tiba. Kamu harus sudah bahagia dengan perempuan itu, jika perlu memiliki anak dengannya”Cakka sudah tidak mampu menjawab ucapan Shilla wajahnya tertunduk butiran air matanya sudah membasahi rerumputan dibawahnya.
“Kamu mau kan menyanggupinya demi aku?”Shilla berdiri, dan mengangkat wajah suaminya itu.
“Aku tidak mau melihatmu menangis, yang ku butuhkan adalah jawabanmu”Shilla menyuruhnya berdiri sejajar dengannya, menghapus air mata yang mengalir di pipinya yang chubby tersebut.


Cakka menguatkan hatinya untuk berkata ya, namun susah sekali. Tapi ia harus melakukannya jika hal itu bisa membuat istrinya bahagia.
“Baiklah aku mau, itu semua demi kamu”ucapnya yakin, Shilla menundukkan kepala Cakka sedikit dan segera mencium kening suaminya itu.

Rencana Shilla untuk meyakinkan Cakka sudah berhasil, kini giliran dia menyakinkan calon istri untuk suaminya tersebut.


^^^


Oik berdiri sambil mondar-mandir di depan ruang operasi. Hari ini Ray menjalani operasi. Sudah 2 jam lamanya Oik dan ibunya menunggu di luar dengan cemas.
Beberapa saat kemudian salah satu dokter keluar dari ruang operasi, Oik segera menghampirinya.

“Operasi berjalan dengan lancar, dan kondisi Ray mulai membaik”jelas dokter Riko, membuat Oik bernafas lega.

Rasa ketakutan akan kehilangan adiknya itu pupus sudah, justru yang ia pikirkan adalah permintaan Shilla tempo lalu. Membuatnya kepikiran terus.

Dan saat jam pulang kerja tiba, Oik mengemasi seluruh map yang ada di mejanya ke dalam tasnya, membawanya kerjaannya itu pulang. Hingga Shilla atasannya berjalan kearahnya.
“Sudah mau pulang Oik?”tanya Shilla.
“Iya nih. Bu”jelas Oik.
“Kamu bisa ikut saya sebentar, ada hal penting yang saya mau bicarakan sama kamu”Oik pun berjalan mengikuti langkah Shilla membawanya ke suatu tempat. Mereka berjalan menuju taman depan tak jauh dari gedung kantor.
Setelah mendapatkan tempat duduk yang nyaman dan teduh dibawah pohon, dan yakin tidak ada orang yang bakal menguping pembicaraannya. Shilla mulai mengutarakan niatnya pada Oik.

“Ik. Apa kamu sudah punya calon suami?”pertanyaan Shilla membuat Oik terdiam sesaat.
“Belum sih bu. Kenapa memangnya”Oik balik nanya.
“Apa kamu tidak ingin cepet menikah?”.
“Ya sebenarnya sih ingin, cuman calonnya belum ada…hehehe”ucap Oik sambil nyengir.
“Kalau begitu kamu mau kan menikah dengan Cakka”pinta Shilla, membuat Oik terdiam membisu di tempatnya. Apa menikah dengan Cakka?, batin Oik. Hanya satu yang ia ingat tentang nama itu. Yang tak lain adalah suami atasannya sendiri, ya Shilla memang beruntung menurut Oik memiliki suami yang tidak hanya orang berada namun tampan dan juga perhatian, Oik hanya pernah bertemu beberapa kali saja dengan Cakka, saat ia menjemput pulang bosnya tersebut.


“Cakka. Cakka suami ibu itu?”Oik mencoba meminta penjelasan dari Shilla, siapa tau kupingnya salah dengar, Shilla hanya menjawab dengan anggukan.
“Tapi itu tidak mungkin bu. Saya harus menikah dengannya”.
“Sekarang mungkin Oik. Kamu bisa kan menyanggupinya kan, lagian kamu sudah janji Ik akan memenuhi permintaanku”ucap Shilla yakin.
“Mana mungkin saya menikah dengan suami atasan saya. Lagipula saya tidak mau menyakiti perasaan ibu”Oik sebetulnya tidak mau memenuhi permintaan Shilla, kenapa malah jadi rumit seperti ini sih.
“Menyakiti perasaanku jika kamu merebut suami aku. Tapi kali ini aku yang memintannya padamu itu berarti aku tidak mungkin tersakiti. Justru kalau kamu menolaknya…”belum selesai Shilla ngomong sudah dipotong dengan Oik.
“Tapi saya tidak mau menikah dengan suami ibu. Saya sudah punya pacar, lagian suami ibu tidak akan menyetujuinya. Bagaimana tanggapan orang-orang nantinya?”
“Baru pacar kan belum suami kamu? Cakka sudah menyetujuinya. Ik jika kamu tidak mau memenuhi permintaanku ini, kamu harus mengembalikan uang itu hari ini juga dan kamu tidak perlu dengar gossip orang nantinya, lagipula jika aku mati Cakka berhak untuk menikah lagi”Shilla terpaksa mengancam Oik demi mendapatkan persetujuannya. Membuat Oik membisu kembali ditempatnya, mengembalikan uang 120 juta sekarang juga? Uang sebanyak itu tidak mungkin muncul dengan sendirinya (?). Tidak ada jalan lain mungkin itu jalan satu-satunya menurut Oik, tapi bagaimana perasaan kekasihnya itu. Bener-bener tidak ada jalan lain.
“Baiklah saya mau, jika itu keinginan ibu pada saya”ucap Oik terpaksa mengatakannya. Sebuah senyum terukir di bibir Shilla.

Beberapa hari setelah itu Shilla mengajak makan malam bersama di sebuah Restaurant, niatnya adalah memperkenalkan suaminya itu pada Oik sebelum menikah. Oik merasa tidak enak jika nantinya akan jadi orang ketiga di antara mereka, dan pasti orang beranggapan dia perebut suami orang.
“Nah sayang. Kenalkan ini Oik, perempuan yang akan menikah dengan kamu. Dia sesuai kan dengan kriteria kamu. Cantik, dan Oik ini orangnya baik setia pula lho”ucap Shilla senang, Oik hanya melirik sekilas wajah Cakka kemudian kembali menunduk.
“Ayo dong kalian saling berjabat tangan layaknya orang kalau kenalan”suruh Shilla. Oik mengangkat wajahnya untuk menatap suami atasannya tersebut.

Mata Oik dan Cakka saling bertemu. Deg…jantung Oik rasanya mau berhenti saat ini juga betapa tampan sekali dan berwibawa suaminya Shilla, yang sebentar lagi akan dinikahinya ini seperti mimpi disiang bolong.
Cakka mengulurkan tangannya, Oik juga mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Cakka. mulut Oik terasa kaku untuk menyebutkan namanya sendiri jadilah dia diam saja. Begitu pula Cakka, ia segera melepas tangannya dari Oik. Shilla tersenyum senang melihatnya.
“Kalian pasti canggung karena baru pertama bertemu, dan aku yakin nanti kalian akan akrab juga kok”ucap Shilla optimis.

Shilla menyuruh Cakka, agar mengajak Oik jalan-jalan untuk mengakrabkan diri. Namun saat Cakka pergi ia berpura-pura ketemu Oik.


Beberapa bulan berlalu setelah Shilla yakin kalau suaminya dan Oik sudah saling dekat. Ia menyuruh Cakka untuk segera menikah dengan Oik. Saat itu juga kondisinya kian memburuk. Dokter Gabriel bilang Shilla hanya bisa bertahan beberapa bulan saja.
Cakka terpaksa mengikuti semua keinginan Shilla itu, lagipula mertuanya Shilla ‘orang tua Cakka’ tidak keberatan jika anaknya menikah lagi. Toh istri anaknya yang sekarang tidak bisa memberikan seorang cucu padanya dan sebentar lagi akan meninggal *innalilahi* #lho? #Plakk.


Kedua orang tua Cakka tidak mempermasalahkan keadaan keluarga Oik, toh untuk apa harta dan semua kekayaannya itu bila menantunya itu tidak bisa memberikan keturunan padanya. Begitu pula dengan ibu Oik yang justru senang calon menantunya itu orang kaya.


Setelah melangsungkan pernikahan mereka secara tertutup dan sederhana, baik Cakka maupun Oik tidak ada yang senang dengan rencana ini. Mana mungkin Cakka bahagia diatas penderitaan istrinya, sementara Oik! apa yang harus ia katakan pada Debo kekasihnya itu?.


Sedangkan Shilla melihat itu dari kejauhan dengan perasaan sedih dan hancur melihat suaminya kini akan menjadi milik orang lain. Jika saja penyakit itu tidak hadir dalam dirinya mungkin saja saat ini dialah wanita paling bahagia dari wanita manapun. Namun tuhan punya rencana lain yang lebih indah untuknya.
Bahkan saat malam pertama pernikahan mereka, Oik dan Cakka tidak tidur bersama layaknya pasangan yang baru saja menikah. Shilla meminta Oik untuk tinggal dirumahnya yang nanti akan jadi rumahnya juga.


^^^



Seluruh karyawan tidak mengetahui jika Oik sudah menikah dengan suami atasannya itu. Apa jadinya jika mereka tau.
Siang harinya Debo menemui Oik saat jam istirahat kantor. Shilla yang mengetahuinya segera memperingatkan Debo.

“Mulai sekarang kamu tidak usah lagi ketemu dengan Oik. Dia sudah memiliki suami sekarang, tolong jangan gangu dia”tegur Shilla.
“Apa yang barusan anda bilang? Oik sudah memiliki suami???”ulang Debo mungkin saja dia salah dengar, Shilla menegaskan sekali lagi.
“Bener apa yang dibilang Shilla, Ik?”Oik hanya terdiam saat Debo meminta penjelasan yang sebenarnya pada Oik. “JAWAB IK???”bentak Debo, Oik hanya mampu menjawab dengan anggukan.
“Kamu dengar tidak penjelasanku tadi? Mending kamu putuskan dia, kamu tidak mau kan suami Oik marah”.
“Aku kecewa dengan kamu Ik, kenapa kamu tidak mengatakan dari awal. Mulai sekarang kita putus anggap saja kita tidak saling kenal”Debo segera meninggalkan Oik dengan perasaan hancur.
“Debo”lirih Oik menatap punggung lelaki tersebut.
“Kamu tidak usah sedih Ik, lagian kamu sudah menjadi istri Cakka. Tidak seharusnya kamu dengan pria lain”hibur Shilla.


^^^


Malam harinya Shilla sedang ngobrol dengan Cakka berdua di balkon atas rumah mereka, sementara Oik hanya berdiam diri di kamarnya.

“Permintaan kamu sudah aku penuhi sekarang”ucap Cakka.
“Iya. Terima kasih ya, sayang”ucap Shilla senang sambil mencium pipi suaminya.
“Tapi ada satu yang kurang. Kapan kamu memiliki anak dengan Oik? Jika kalian tidur tidak satu kamar begitu”pertanyaan Shilla membuat Cakka terdiam sesaat, dia menemukan sebuah ide.
“Kan bisa pakai bayi tabung jadi aku tidak perlu melakukannya dengan Oik. Lagipula aku tidak mau melakukan itu dengan perempuan yang sama sekali tidak aku cintai”Cakka memberikan saran, dan menolak permintaan aneh istrinya itu.
“Tidak. Aku tidak setuju dengan cara itu, lagipula itu hanya boleh dilakukan jika pasangan tersebut tidak bisa memiliki anak”tolak Shilla. “Kamu harus melakukannya dengan Oik agar kalian bisa memiliki anak”paksa Shilla agar Cakka menyetujuinya.
“Mana mungkin aku melakukan itu tanpa dasar rasa suka. Tolong kamu negrti’in itu”Cakka agak kesal dengan ide yang disarankan Shilla.
“Pokoknya kamu harus mau. Lagipula sekarang ini Oik adalah istri kamu yang sah”tegas Shilla.

Malam itu Cakka tidur dengan Oik, istri mudanya itu. Dan ia terpaksa melakukan hal itu dengan Oik tanpa dasar rasa suka, hingga beberapa kali.



^^^


Selama beberapa bulan ini keadaan Shilla dalam keadaan baik, mungkin ini semua karena perasaanya sedang senang. Cakka dan Oik mulai akrab tidak sekaku dulu, hal itu membuat Shilla lega.

Saat Oik memasak untuk makan malam Cakka membantunya, namun tidak ada canda’an di antara mereka. Shilla hanya mampu menatap sedih, namun dia harus senang bukannya itu yang dia mau. Melihat suaminya bahagia dengan wanita lain sebelum waktunya tiba.


Malam harinya ketiganya makan malam bersama. Masakan Oik enak sekali menurut Shilla.
“Kamu memang istri yang berbakat bisa masak juga, Ik”kata-kata itu tidak terlontar dari bibir Cakka, melainkan dari bibir Shilla.
“Terima kasih kak”kata Oik singkat.


Baru makan beberapa sendok saja perut Oik sudah mulai mual ingin muntah, ia menahan mulutnya dengan tangannya agar makanan yang barusan dimakan tidak keluar. Segera saja ia berlari menuju toilet. Shilla yang takut terjadi apa-apa dengan Oik segera menyusulnya, sementara Cakka sudah hilang nafsu makannya melihat Oik tadi. Ia juga memutuskan menyusul mereka.
“ Hooekhh.. Hoekkhh”Oik terus muntah diwastafel..
“Kamu kenapa Oik??”tanya Shilla setengah khawatir.
“ Nggak tau nih kak, perut aku rasanya mual sekali”jawab Oik kemudian muntah kembali.
“Mendingan kamu ke dokter saja ya, nanti kalau terjadi apa-apa denganmu bagaimana”saran Shilla.
“Nggak usah kak, mungkin aku hanya masuk angin saja”tolak Oik. “Tidak kamu harus ke rumah sakit sekarang”paksa Shilla, Oik hanya menurut.
“Kka, kamu antar ke rumah sakit ya. Aku tidak bisa ikut”suruh Shilla kepada suaminya itu. Cakka pun mengantarkan Oik ke rumah sakit.



Sesampainya di rumah sakit, dokter langsung memeriksa Oik. Beberapa saat kemudian dokter keluar dari ruangannya.

“Bagaimana keadaan istri saya dok? Apa dia baik-baik saja”tanya Cakka. Dokter mengulurkan tangannya sambil berkata.
“Istri bapak dalam kondisi baik kok. Selamat ya sebentar lagi anda akan menjadi seorang ayah. Saat ini istri anda sedang hamil, usia kandungannya sudah memasuki tiga bulan”ucap dokter memberikan penjelasan.
“Apa? Jadi istri saya sedang hamil sekarang. Serius kan dok”ucap Cakka setengah percaya. Dokter tersebut hanya mengangguk sebagai jawabannya


Entah perasaan Cakka harus senang atau tidak untuk saat ini. Senang karena ia akhirnya bisa memiliki seorang anak setelah sekian tahun menanti, tapi kenapa anaknya itu harus dari rahim wanita lain yang sama sekali tidak di cintainya, kenapa tidak di rahim istrinya, Shilla. Yang sangat di cintainya.

Setelah selesai di periksa Oik keluar dari ruangan dokter tangannya masih menggengam erat kertas hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa dia positif hamil, dan anak yang ada dalam rahimnya itu adalah buah cinta, dengan pria yang tidak ia cintai. Justru saat ini dia beranggap sudah melukai hati Shilla, yang sangat di hormatinya itu. Tapi mau gimana lagi ini semua sudah terjadi.

Dalam perjalanan pulang, didalam mobil baik Cakka maupun Oik hanya terdiam. Tidak ada yang berwajah senang saat dokter bilang mereka anak memiliki anak. Padahal dalam berumah tangga kehadiran sang buah hati adalah yang dinanti. Bagaimana mau senang coba? Jika semua itu dilakukan tanpa dasar rasa cinta, yang ada hanyalah keterpaksaan. Biarlah sang waktu yang akan menjawab sekaligus menunjukkan semuanya.

Sesampainya di rumah Shilla sudah menunggu mereka di ruang tamu. Ia sangat khawatir dengan keadaan Oik, padahal keadaannya malah lebih mengkhawatirkan. Oik hanya muntah-muntah saja Shilla sudah panik begitu. Menyambut Oik dengan beberapa pertanyaan setelah mereka memasuki rumah.

“Bagaimana dengan keadaan kamu, Oik. Apa kamu baik-baik saja?”tanya Shilla agak cemas.
“Sayang kamu tidak perlu mengkhawatirkan keadaan Oik, ia hanya…”ucap Cakka menggantungkan kalimat terakhirnya.
“Hanya apa?”tanya Shilla bingung. Cakka tidak menjawab begitupula Oik, kemudian Oik mengeluarkan amplop dari dalam tasnya menyerahkan pada Shilla.


Shilla menerimannya, lalu membuka amplop tersebut. Ternyata selembaran surat hasil pemeriksaan Oik, dan betapa kagetnya dia setelah membaca isi surat itu. Dalam surat itu menyatakan bahwa Oik Ramadlani wanita 24 tahun positif hamil.

Betapa perih hatinya sebentar lagi suaminya itu akan memiliki anak dengan wanita lain, yang artinya jika dia meninggal nanti pastilah Cakka akan bahagia dengan Oik dan anak mereka nantinya. Dengan begitu Cakka akan melupakannya, rasanya sesak sekali dadanya namun ia mencoba menguatkan dirinya bukankah itu yang dia mau.
“Kamu kenapa, sayang?”tanya Cakka cemas melihat Shilla terdiam membisu.
“Eh…tidak apa-apa kok. Aku senang saja akhirnya kamu akan memiliki seorang anak”ucap Shilla pura-pura senang.
“Permisi kak. Aku mau masuk dulu”kata Oik kemudian memasuki kamarnya.

Setelah tinggal berdua saja, Cakka mulai bicara pada Shilla. “Aku sudah memenuhi semua keinginanmu sekarang”kata Cakka datar.
“Terima kasih sayang, kamu sudah mengabulkan semua keinginanku”Shilla segera memeluk Cakka ‘Sebelum aku pergi, kamu sekarang akan hidup bahagia’lanjutnya dalam hati.


^^^


Keadaan Shilla akhir-akhir kian memburuk, sudah 18 kali dalam 5 bulan terakhir ini. Kali ini ia harus kembali terbaring koma di ruang ICU. Dengan setia Cakka menunggu disampingnya, Oik memasuki ruangan tempat Shilla dirawat. Mendekati ranjang tempat Shilla terbaring koma, dan duduk disebelah Cakka.

“Bagaimana kondisinya kak Shilla?”tanya Oik.
“Seperti yang kamu lihat sekarang tidak ada perubahan sama sekali”jelas Cakka terlihat kesedihan di raut wajahnya.


Seorang suster yang bertugas untuk mengontrol keadaan Shilla memasuki ruangan dan meminta mereka agar tidak terlalu lama di ruang ICU. Cakka dan Oik segera keluar.
Mereka duduk di bangku depan ruang ICU, namun saling berjauhan. Cakka akhirnya mendekat kearah Oik, mengajaknya mengobrol biar bagaimanapun Oik adalah istri sahnya tidak seharusnya dia tidak menganggap Oik. Apalagi kini wanita itu tengah mengandung buah hatinya yang sudah memasuki bulan ke delapan, terlihat dari perut Oik yang sudah besar. Dan sebentar lagi ia akan menjadi seorang ayah, apakah perasaannya ke Oik akan begini saja?.

“Biarpun kita ini sudah resmi sebagai suami istri, tapi kenapa perasaan kita seperti orang lain”Cakka mulai percakapan dengan Oik yang sejak tadi terdiam.
“Karena kita menikah tidak atas dasar saling suka, tapi karena keterpaksaan”entah jawaban itu meluncur begitu saja dari mulut Oik.
“Itu yang terjadi padaku saat harus menikah denganmu, terpaksa demi menuruti semua keinginan Shilla itu. Dia merasa kalau umurnya tidak lama lagi”sahut Cakka.
“Dan demi memenuhi keinginan kak Shilla, aku harus kehilangan orang yang aku cintai”.
“Shilla memang egois, dia hanya mementingkan perasaannya saja, tanpa memikirkan perasaan orang lain”umpat Cakka sedikit kesal.
“Awalnya aku juga berfikir seperti itu, tapi saat ini aku harus belajar mencintai kamu. Demi anak kita ini”Oik memberanikan dirinya untuk mengungkapkan isi hatinya saat ini, walau ia tahu Cakka tidak akan mungkin mencintainya. Cakka terdiam sesaat ucapan Oik barusan membuatnya berubah pikiran, memang benar kini dia harus mencintai wanita itu secara perlahan. Biar bagaimana pun Oik akan menjadi ibu dari anaknya kelak.

“Aku tidak berfikiran sejauh itu Ik”ucap Cakka agak bersalah pada Oik, tapi saat ini dia tidak memiliki rasa cinta pada wanita itu.
“Aku menyadari kok, kamu sama sekali tidak mencintai ku. Kalau anak ini lahir, kita pisah saja”Cakka tersentak dengan ucapan Oik, kenapa wanita itu tega sekali bicara seperti itu.

“Tidak akan Oik. Aku tidak mungkin menceraikanmu, biar bagaimanpun kamu adalah ibu dari anakku kelak”tolak Cakka. Oik membiarkan tangan Cakka menyentuh perutnya itu, bayi yang ada dalam kandungnya bergerak seakan merasakan sentuhan dari ayah mereka.
“Tapi buat apa ini semua di teruskan jika tidak ada perasaan cinta di antara kita”Cakka ingin menjawab ucapan Oik, namun tidak sempat karena dokter Gabriel menghampiri mereka.
“Cakka. Shilla ingin bertemu denganmu, beberapa menit yang lalu dia sudah sadar”jelas Gabriel memberitahu, Cakka segera memasuki ruang ICU di ikuti Oik.


^^^

Di dalam ruang ICU, Shilla sudah sadar sepenuhnya. Kini alat-alat yang menempel di tubuhnya sudah dilepas hanya tinggal respirator yang menempel di hidungnya, sebagai alat bantu nafas.
Sepertinya Gabriel sudah pasrah dengan kondisi Shilla saat ini. Cakka mendekati ranjang Shilla.
“Cak…hh..Cakka...hhh”panggilnya Shilla pelang dan terbata di iringin suara nafas yang memberat. Cakka membungkukan badannya agar bisa mendengar suara Shilla.
“Iya aku disini sayang”tangan Cakka meraih jemari Shilla, ia mulai merasakan sesuatu hal yang buruk akan terjadi pada istrinya.
“Pertama…hh…aku mau ngucapin…hh... ngucapin makasih buat kamu…udah…hh… mengabulkan semua keinginanku”Cakka mulai mengusap air mata yang mengalir dipipinya.
“Dan…kedua…Oik…hh…makasih juga kamu sudah…hh… memberikan anak pada suamiku ini, karena aku…hh…tidak akan mungkin bisa”pandangannya kini beralih ke Oik, matanya mulai berkaca-kaca.
"Dan.. hh.. Cakka.. kamu.. hh.. kamu lelaki terbaik.. hh.. yang pernah ada dalam kehidupan aku.. selain ayahku.. hh.. kamu lelaki…hh…yang aku cintai setulus hati…hh…” Cakka sesenggukan karena menangis. *ih lelaki kok cengeng kkkk~* #plakk #digamparCL’s.

“Cakkaa… hh…aku.. aku cinta sama kamu…cinta sekali…” ujar Shilla napasnya makin memberat. Tangan kanannya meraih jemari Oik sementara, tangan kirinya memengang jemari Cakka.

“Jika aku…hh…sudah tiada nanti…hh…kamu harus bahagia…hhh dengan Oik. Kalian tidak boleh bercerai…”tangan Shilla menyatukan jemari mereka. Cakka dan Oik saling berpandangan, tiba-tiba saja Shilla melepaskan tangannya dari jemari mereka. Bersamaan dengan datarnya garis di monitor, mata Shilla menutup. Untuk selamanya.

---------------------------------------------------------------


Setelah Shilla dimakamkan ditempat peristirahatannya yang terakhir, semua pelayat membubarkan diri, di kanan kiri makan banyak karangan bunga sebagai wujud duka, bukan hanya di makan namun juga di kantornya. Cakka masih enggan beranjak dari makam istrinya itu, tangannya masih memengangi batu nisan. Oik berdiri dibelakangnya.

“Cakka…Kita pulang sekarang, kayaknya sebentar lagi mau hujan nih”saran Oik. Dan memang cuaca hari ini mendung.


^^^

Rasanya sangat sulit bagi Cakka secepat itu melupakan Shilla, kini dia jadi agak pemurung dan pendiam berkali-kali ibunya menasehati agar tidak memikirkan orang yang sudah mati. Shilla adalah masa lalu yang harus dilupakan, kini dia harus belajar mencintai Oik sesuai pesan terakhir Shilla. Tapi rasanya sulit untuk mencintai Oik dalam waktu dekat, butuh waktu yang agak lama.


“Kamu harus melupakan Shilla. Dan belajar mencintai Oik”ucap ibunya.
“Apalagi sebentar lagi anak akan lahir”ucapan ibunya itu ada benarnya juga. Ternyata Shilla tidak sejahat yang ia kira, justru Shilla mencarikan kebahagian untuknya kala istrinya itu akan meninggalkannya untuk selamanya. Mungkin dia dan Shilla tidak berjodoh.
“Sekarang kamu temui Oik sana”suruh ibunya. Cakka segera menemui Oik yang duduk di kursi beranda rumahnya.


“Oik kamu sedang apa disini, malam-malam begini??”tanya Cakka kemudian duduk disampingnya.
“Cari angin saja lagian bosen juga di rumah terus”Oik menjelaskan.
“Sebaiknya kita masuk saja, nanti kamu sakit lagi. Itu bisa berdampak buruk nanti pada anak dalam kandunganmu”jelas Cakka mulai perhatian kepada Oik.
Saat hendak berdiri tiba-tiba saja perutnya terasa mulas di iringi sakit yang luar biasa seolah bayi yang ada didalam perutnya menendang-nendangnya.
“Awww”teriak Oik merintih sambil memegang perutnya. Cairan bercampur darah mengalir di kakinya.
“Oik kamu kenapa”ucap Cakka panik. Oik tidak menjawab, ia terus saja merintih menahan sakit.



^^^


Cakka segera membawa Oik ke rumah sakit. Dan dokter bilang Oik tidak apa-apa, ia hanya merasakan kontraksi yang biasanya terjadi pada wanita yang akan melahirkan.


Kini Cakka berdiri dengan gelisah di depan ruang bersalin. Dan berharap Oik dan bayinya akan baik-baik saja. Selama beberapa jam dua orang suster keluar dari ruang bersalin sambil membawa bayi.

“Selamat ya. Bayi anda lahir dengan sehat dan normal”jelas salah satu suster. Cakka agak bingung dengan suster yang satu lagi.
“Terus jika ini bayi saya. Yang satunya lagi siapa?”tanyanya.
“Oh ya saya lupa memberitahu. Bahwa anak anda terlahir kembar, cewek dan cowok”kini rasa duka kehilangan Shilla berganti dengan suka karena anaknya telah lahir, dua sekaligus. Cakka memasuki ruangan tempat Oik masih dirawat dengan menggendong bayinya yang cewek, sementara yang satunya ibunya yang membawanya masuk.


“Ibu bisa keluar sebentar tidak. Ada hal yang penting ingin aku bicarakan dengan Oik”kata Cakka pada ibu kandungnya.
“Tentu saja, nak”ibunya menyerahkan cucu yang cowok itu pada Oik. kemudian beranjak keluar.
“Kenapa kamu menyuruh ibu keluar”tanya Oik bingung. “Biar enak ngomongnya hehehe”.

“Sepertinya aku memang harus belajar mencintai kamu Ik. Tidak hanya demi permintaan Shilla, namun juga untuk aku dan anak kita, dan kamu tentunya. Tidak akan mungkin aku hidup sendiri dalam usia yang masih muda”Oik terharu dengan ucapan Cakka barusan.


“Aku cinta dan sayang kamu, Oik Ramadlani. Terima kasih sudah memberikanku seorang anak dua sekaligu”Cakka menundukkan kepalany untuk mencium pipi chubby Oik.
“Begitu pula aku”senyum terukir di bibirnya. “Jadi nama apa yang cocok buat anak kita?”tanya Oik, Cakka berfikir sebentar. Di otaknya sedang menyusun sebuah nama untuk dua buah hatinya.
Hening beberapa menit, dan akhirnya Cakka menemukkan nama yang cocok untuk keduanya.
“Bagaimana kalau Caca Tirani Nuradlani, itu nama untuk bayi kita yang cewek. Panggilannya Caca”.
“Bagus juga namanya. Terus yang cowoknya siapa?”tanya Oik lagi, Cakka berfikir sebentar.
“Hmm…kalau cowoknya. Eza Raka Grenda Nuradlani, panggilannya Raka”.
“Raka dan Caca, nama anak kita”.

Setelah beberapa bulan kemudian Cakka sudah mulai melupakan Shilla dan masa lalunya itu, apalagi dengan kehadiran sang buah hati membuatnya mulai mencintai Oik. Begitu pula keluarga Oik yang kini sudah tidak tinggal di rumah yang dulu, Oik membelikan rumah yang layak huni untuk Ray dan ibunya.


Kini Oik menjadi pemimpin di perusahaan Shilla, yang di wariskan kepadanya karena Shilla sudah tidak memiliki keluarga maupun kerabat dekat lagi, orang tuanya meninggal dalam kecelakaan, dan tidak memiliki saudara.
Sekarang Cakka sudah hidup bahagia bersama keluarga barunya selamanya.


____ENDING____

Senin, 24 Oktober 2011

Ku Temukan Penggantinya part 2

Keesokan hari Oik sudah bangun sebelum subuh tadi meninggalkan Cakka masih tertidur lelap, kemudian mandi setelah selesai mengambil ponsel untuk menelpon pembantu dirumahnya hanya sekedar menanyakan Lani. Oik bernafas lega saat pembantunya bilang Lani baik-baik saja.


Setelah itu terdengar suara ketukan dari arah pintu, Oik segera membukanya ternyata pramusaji hotel yang membawakan sarapan pagi untuk tamu, Oik menerimanya.
“Terima kasih”ucap Oik kemudian menutup pintu kembali. meletakkan sarapan paginya di atas meja.

Kemudian mendekati Cakka yang tertidur untuk membangunkannya dan mengajaknya sarapan bersama. Membelai rambut suaminya yang agak berantakan tersebut lalu berbisik lembut ditelinganya.

“Sayang ayo bangun, udah hampir siang nih”bisik Oik. Cakka menggeliatkan tubuhnya, lalu menoleh kearah Oik dan tersenyum.
“Kamu sudah bangun Ik?”tanyanya. “Sejak tadi malahan. Buruan bangun habis itu kita sarapan bersama”perintah Oik.
Cakka berjalan malas menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi ia mendekati Oik yang duduk di kursi balkon hotel.
“Duduk sini. Kita makan bersama”suruh Oik, Cakka menurut dan langsung duduk disebelahnya.
“Oik aku bisa makan sendiri kok”tolak Cakka saat Oik mulai menyuapkan sesendok nasi goreng kearahnya.
“Ah tidak apa-apa kok”kini mereka malah suap-suapan nasi goreng dengan mesra.


Kini Oik sudah bahagia dengan keluarga barunya bersama Lani juga tentu, dua bulan kemudian Oik menerima undangan pernikahan Obiet dengan Keke. Oik senang sekarang melihat Obiet yang sudah bahagia dengan pasangannya.

Paginya Oik melihat tanggal di kalender yang berada di atas meja. Sudah dua bulan ini ia tidak mengalami haid, padahal siklus haidnya lancar saja semenjak Lani berusia 5 bulan. Mencari sesuatu didalam lacinya, testpack. Oik segera menuju kamar mandi beberapa menit kemudian testpack itu menunjukkan dua garis berwarna merah yang berarti dia hamil, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya Oik mencobanya lagi ternyata hasilnya sama seperti tadi dua garis merah. Sebuah senyum terukir di bibirnya.

“Pasti Cakka senang mendengarnya, tapi sebaiknya aku tidak kasih tau dia dulu”guman Oik kemudian menyembunyikan testpack tersebut.

Cakka baru saja pulang kerja, Oik menyambutnya dengan senang.

“Dimana Lani?”tanya Cakka begitu sampai dirumah.
“Dia sedang bermain di taman belakang”jelas Oik, Cakka segera menuju belakang rumahnya. Dilihatnya disana Lani sedang asyik bermain ayunan dengan baby sisternya.
“Lani!!!”panggil Cakka. Merasa ada yang memanggil namanya Lani mencari sumber suara. Ternyata yang memanggilnya adalah Cakka, Lani tersenyum senang dan berlari kearahnya.
“Sini sayang peluk Papa dulu dong”suruh Cakka kemudian merendahkan tubuhnya agar Lani bisa memeluknya.
“Papa balu saja pulang kelja ya?”tanya Lani yang masih belum bisa menyebutkan huruf R.
“Iya. Kiss Papa dulu dong”Lani menurut dan segera mencium pipi Cakka dengan lembut. Cakka mencubit pipi anaknya dengan gemas.
“Sekarang kamu mandi dulu ya”Lani mengangguk, lalu melingkarkan kedua tangannya di leher papanya, Cakka menggendong Lani menuju kamar mandi. Oik mengikuti di belakangnya.


^^^

Cakka mengajak Oik dan Lani jalan-jalan ke Mall pada saat malam minggu, karena bosen dirumah terus. Ketiganya menuju Restaurant untuk makan malam bersama, setelah mendapatkan tempat duduk Cakka mulai memesan beberapa makanan.

“Tapi Mama telpon dan memintaku untuk ke Jogja, katanya beliau kangen”jelas Cakka, Oik hanya mengangguk mungkin mertuanya itu kangen dengan Cakka yang merupakan anak satu-satunya.
“Bulan depan saja kita kesana”saran Oik.
“Sepertinya tidak bisa Ik, karena di kantor kan sedang ada proyek. Lagian nanti Mama menyuruhku menetap disana”.
“Tidak masalah bagiku jika kita nanti akan tinggal disana. Orang tua ku sekarang tinggal di Semarang, jadi kapanpun kan aku bisa ketemu beliau”pesanan mereka akhirnya datang.
“Iya itu bisa dipikirkan nanti saja. Kita makan dulu sekarang”satu porsi makanan Cakka, ia makan bersama Lani.
Sementara Oik, porsinya untuk dia sendiri. Setelah makanan di depannya habis ia memanggil waiters dan memesan makanan lagi padahal makanan Cakka belum juga habis.
Cakka keheranan melihat perubahan pada Oik yang akhir-akhir ini.
“Memangnya kamu tidak kenyang ya makan segitu banyaknya. Porsi ku saja ini dengan Lani belum habis”.
“Aku lagi lapar ini”jelas Oik.
“Iya tapi jangan terlalu berlebihan gitu, tidak baik”Oik tidak memperdulikan nasehat Cakka tersebut.


Setelah selesai makan Lani minta dibelikan mainan, ketiganya pun menuju toko khusus menjual mainan anak-anak di lantai dua. Tiba-tiba saja perut Oik serasa mual rasanya ia ingin muntah, menutup mulutnya dengan tangan kirinya menahan sesuatu yang akan keluar dari mulutnya.

“Oik. Kamu kenapa?”tanya Cakka panik. Oik tidak menjawab ia segera melangkah cepat mencari toilet.
Sesampainya di toilet Oik segera menuju wastafel, memuntahkan sesuatu yang sudah mengajal dimulutnya. Ternyata makanan yang barusan dimakannya tadi keluar semua. Cakka segera menyusul Oik masuk ke toilet takut terjadi apa-apa dengan istrinya tersebut.
“Dibilangin tidak percaya sih. Kamu terlalu banyak makan tadi”omel Cakka, Oik tidak memperdulikan omelan suaminya tersebut. Perutnya semakin mual.
“Mending kita kerumah sakit sekarang. Aku takut terjadi sesuatu padamu nanti”suruh Cakka
“Tidak usah sayang. Aku cuman mual saja kok mungkin masuk angin gara-gara kena AC”tolak Oik.
“Sudahlah, kita harus ke rumah sakit sekarang untuk memastikan keadaanmu”Cakka lalu menggendong Lani dan menuntun Oik meninggalkan Mall.
“Aku mau beli mainan dulu”pinta Lani saat mereka melewati toko mainan. “Kita harus ke rumah sakit sekarang sayang. Mama lagi sakit”jelas Cakka pada Lani. “Beli mainannya nanti ya kalau udah pulang”lanjutnya, Lani mengangguk.


Sesampainya dirumah sakit Cakka dan Lani menunggu diluar ruang pemeriksaan. Beberapa saat kemudian dokter keluar dari ruangan tersebut.

“Bagaimana dok, keadaan istri saya. Apa dia baik-baik saja?”tanya Cakka setengah khawatir.
“Anda tidak perlu cemas, keadaan istri anda baik-baik saja kok”mendengar penjelasan dokter tadi Cakka kini bernafas lega.
“Selamat ya sebentar lagi anda akan menjadi seorang ayah. Menurut periksaan kami tadi istri ada sedang hamil dan usia kandungannya sudah memasuki tiga bulan”jelas sang dokter. Kini perasaan Cakka antara percaya dan tidak.
“Serius kan dok”Cakka memastikan, dokter tersebut mengangguk. “Saya permisi dulu”.

Cakka segera memasuki ruangan dan menghampiri Oik yang hendak melangkah keluar.
“Tadi dokter barusan bilang, kalau kamu baik-baik saja membuatku lega. Dan satu hal lagi yang membuatku senang ternyata kamu sedang hamil, Oik”Cakka langsung memeluk tubuh Oik.
“Iya aku sudah tau kok”jawab Oik santai.
“Jadi kamu sebelumnya sudah tau. Dan tidak memberitahuku?”tanya Cakka agak sedikit kesal.
“Yang penting kamu kan sudah tau sekarang. Lagipula aku kan pernah hamil sebelum ini masa tidak tau sih”Oik terkekeh melihat eskpersi Cakka.

^^^
Cakka semakin perhatian ke Oik, bahkan menyuruhnya berhenti bekerja namun Oik menolaknya dia baru berhenti kalau sudah melahirkan nantinya. Hari demi hari yang di lalui Oik dengan keluarga barunya begitu indah.


Sore harinya Obiet mengundang Oik untuk datang ke acara syukuran, karena Obiet baru saja membeli rumah baru. Oik datang sendirian, Cakka tidak bisa menemaninya karena ada pekerjaan kantor yang tidak bisa di tinggalkan.

Obiet dan Keke menyambut Oik yang baru saja datang dengan ramah. Oik menyalami keduanya memberikan selamat.
“Datang dengan siapa Ik?”tanya Keke yang melihat Oik sendirian.
“Sendirian saja”jelas Oik.
“Lah memangnya Cakka kemana?”kali ini giliran Obiet yang tanya.
“Dia tidak bisa datang karena ada pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan. Cakka titip salam buat kalian berdua”Keke memperhatikan Oik sekilas kemudian mendekatinya.
“Sudah berapa bulan memangnya? Semoga saja aku bisa ketularan kamu, cepet hamil”tanya Keke sambil mengelus perut Oik yang mulai membesar itu.
“Oh, sudah 5 bulan kok, Ke. Semoga saja”jelas Oik.
“Aku tidak sabar ingin cepat-cepat hamil dan punya anak”Obiet hanya tersenyum melihat keinginan Keke.

^^^

Sementara itu di rumahnya. Alvin tanpa sengaja menemukan sebuah lembaran kertas yang ternyata adalah hasil tes DNA di almari Shilla, membuat Alvin kaget karena suratnya yang dulu itu sudah di robek oleh Oik. Dalam surat tersebut ternyata isinya berbeda dengan yang dulu yang menyatakan bahwa Nathalani Cahaya Sindunata dan Alvin Jonathan Sindunata memiliki ikatan darah. Yang berarti Lani memanglah anak kandungnya.

Kini Alvin mulai paham kalau tes dulu itu sudah di rekayasa, dan yang menyuruhnya untuk melakukan tes DNA di rumah sakit harapan kasih adalah Shilla. Alvin mulai curiga kalau Shilla ada hubungannya dengan semua ini.

“Alvin sedang apa kamu disitu?”tanya Shilla saat memasuki kamar, melihat Alvin berdiri di almarinya yang terbuka.
“Aku butuh penjelasan kamu Shill”Alvin berbalik dan mendekati Shilla sambil membawa selembaran kertas.
“Dari mana kamu dapat itu?”Shilla berusaha merebutnya dari tangan Alvin.
“Sekarang jelaskan maksud dari semua ini, Shill”kata Alvin dengan nada tinggi.

Shilla hanya terdiam tidak mampu menjelaskan ke Alvin.

“JAWAB SHILL”bentak Alvin dengan emosi.
“Iya. Aku yang melakukannya, karena aku mencintaimu apapun akan ku lakukan, Vin”jelas Shilla, dia beranggapan Alvin tidak akan marah padanya karena toh mereka sudah memiliki anak yaitu Alshill Zahranatha Sindunata.

PLAKKKK!!! Sebuah tamparan dari tangan Alvin mendarat mulus di pipi Shilla yang langsung berubah merah.

“Jadi kamu yang sudah merekayasa semua itu. Beraninya kamu melakukan itu kepadaku, Shill”geram Alvin.
“Maafin aku Vin. Aku melakukannya demi anak kita yang waktu masih di dalam kandunganku”Shilla berlutut di kaki Alvin meminta maaf pada suaminya tersebut.
“Aku tidak menyangka kamu akan melakukannya”sorot mata Alvin menunjukan kemarahan pada Shilla. Dan berusaha melepaskan kakinya yang di pegangi Shilla.
“Lepasin aku Shill”suruh Alvin. “Tidak. Aku tidak akan melepasnya sebelum kamu memaafkan aku”ucap Shilla menangis dan makin mempererat pegangannya.
Melihat Shilla yang tidak melepaskan kakinya. Alvin menunduk untuk melepaskan diri dari Shilla dengan mendorong dengan kasar tubuh wanita itu. Kepala Shilla membentur kaki meja riasnya sendiri.
“Alvinnnnnnnnn”teriak Shilla sambil merintih menahan sakit di kepalanya. Namun Alvin tidak memperdulikannya.


^^^

“Oik…Ada orang yang ingin ketemu kamu tuh, dia menunggu di lobby bawah”ucap salah satu rekan kerja Oik memberi tahu.
“Siapa?”tanya Oik.
“Aku tidak tahu soalnya dia tidak menyebutkan namanya”jelas temannya tersebut. Oik segera menuju lobby di lantai satu.
Disana sudah ada seseorang yang menunggunya, orang itu berbalik saat Oik mulai mendekatinya. Ternyata orang itu adalah Alvin. Untuk apa lagi Alvin menemuinya lagi, batin Oik.
“Mau apa kamu datang kesini?”tanya Oik.
“Menemuimu karena ada sesuatu hal yang ingin ku bicarakan. Tapi tidak disini”Alvin segera menarik tangan Oik untuk mengikutinya keluar dari kantornya. Oik memberontak mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Alvin.

Kau datang dan pergi oh begitu saja…Semua kuterima apa adanya…

Kini Oik sudah berada dalam mobil Alvin, mobil itu beberapa menit sudah meninggalkan parkiran kantor.
“Memangnya kita mau kemana sih, Vin”tanya Oik di tengah perjalanan.
“Nanti kamu juga tahu sendiri”jawab Alvin singkat. Akhirnya mobil tersebut sampai di sebuah Caffe yang tak jauh dari kantor Oik.
“Apa sih maumu Vin. Kalau ada sesuatu hal yang ingin kamu bicarakan katakan saja langsung”Oik mulai agak kesal melihat sikap Alvin yang tiba-tiba saja menemuinya dan membawanya pergi saat jam kerja kantor.
“Kita masuk dulu biar lebih enak ngobrolnya”.

Setelah mendapatkan tempat duduk di dalam Caffe. Alvin langsung menyodorkan sebuah map ke Oik.
“Baca itu”suruh Alvin. Oik kemudian membuka map itu dan membacanya, dalam surat itu Alvin meminta hak asuh Lani.
“Apa maksud dari semua ini?”tanya Oik setelah membaca seluruh isi surat dalam map tersebut.
“Disitu sudah jelaskan Ik. Kalau aku mau Lani tinggal bersamaku, hanya saja aku perlu tanda tanganmu di surat itu”telunjuk Alvin menunjukkan kolom tanda tangan di dalam surat tersebut
“Maksudmu kamu mau mengambil Lani dariku”Oik memastikan maksud Alvin tersebut.
“Iya. Kini aku sadar bahwa Lani memang anak kandungku”.
“Kenapa? Kenapa baru sekarang Vin, kamu menyadarinya? Kenapa tidak dari dulu”.
“Ternyata Shilla yang sudah merekayasa semua itu, dan aku baru mengetahuinya”kata Alvin penuh penyesalan.
“Dan baru sekarang kamu menyesal. Saat aku dan Lani mulai melupakanmu”.
“Aku tidak mengharapkanmu lagi. Yang ku ingini adalah Lani”tegas Alvin.
“Tidak. Tidak semudah itu, aku tidak akan menyerahkan Lani kepadamu. Aku masih sakit hati dengan sikapmu dua tahun yang lalu yang tidak mau mengakuinya”kata Oik dengan kesal.
“Apa susahnya sih Ik, tinggal tanda tangan disini. Bukankah kamu butuh pengakuan untuk status Lani”.
“Itu dulu Vin. Sekarang tidak lagi”Oik semakin tidak mengerti jalan pikiran Alvin
“Sudahlah Ik serahkan Lani padaku, toh kamu juga bakal punya anak lagikan”Alvin mengamati Oik sekilas. “Jadi kamu sudah nikah sama Obiet”.
“Sudah ku katakan kepadamu, aku tidak memiliki perasaan apapun sama Obiet. Dan aku tidak menikah dengannya”Oik berdiri dan hendak melangkah pergi, Alvin mencekal tangannya.
“Kalau kamu tidak mau tanda tangan disini, aku akan menggunakan jalur hukum untuk mengambil dia”.
“Silahkan saja”tantang Oik, kemudian melepaskan tangannya dari genggaman Alvin.

^^^
Di kamarnya Oik sedang memikirkan kejadian tadi, antara dia dan Alvin. Bagaimana jika Alvin akan mengambil Lani darinya? Sementara Lani tidak mengenali Alvin sebagai ayah kandungnya. Apakah Lani mau tinggal bersamanya?, batin Oik. Ia belum siap berpisah dengan Lani.
Karena sibuk memikirkan hal tersebut Oik tidak menyadari kalau Cakka sudah duduk disebelahnya.
“Kamu sedang memikirkan apa sih sayang, daritadi aku perhatikan kamu ngelamun terus?”tanya Cakka sambil memeluk Oik dari belakang, menyandarkan kepalanya di punggung Oik.
Oik membalikan badannya dan menghadap Cakka. “Tidak ada kok”ucap Oik bohong sembari tersenyum.
“Tidak usah bohong. Apakah ada sesuatu yang kamu sembunyikan, ceritakan saja aku ini kan suami kamu”.
“Aku cuman memikirkan kapan kita ke Jogja. Itu saja kok”Oik akhirnya menemukan alasan yang tepat untuk menutupi masalahnya yang sedang dia pikirkan.
“Kan sudah ku bilang, untuk beberapa bulan ini kita tidak bisa kesana”.
“Ada apa memangnya kamu ingin sekali ke Jogja”Cakka mulai ada yang aneh dengan Oik.
Kedua tangan Cakka memegang pundak Oik dan menatap mata istrinya itu. Oik balik menatap Cakka dan seakan ia jatuh didalamnya. Oik akhirnya jujur menceritakan semuanya kepada Cakka, mungkin saja suaminya itu bisa membantu.
“Apa…Jadi tadi Alvin dan memintamu untuk menyerahkan Lani”kata Cakka terkejut setelah mendengar pengakuan Oik.
Oik mengangguk dan hampir menangis. “Aku minta sama kamu tolong lakukan sesuatu agar Lani tetap bersamaku”.
“Apapun itu. Asal demi kamu sayang”Cakka mendekatkan wajahnya kearah Oik, mengangkat sedikit wajahnya dan mencium kening wanita yang sangat dicintainya itu.
“Aku juga tidak rela jika Alvin mengambil Lani begitu saja. Meskipun bukan anak kandungku aku sudah menganggapnya seperti anakku sendiri”kata Cakka berusaha menenangkan Oik, kemudian memeluknya.
Oik melepaskan pelukannya dari tubuh Cakka, memandang wajah suaminya tersebut sambil berkata “Makasih ya, sayang”mendekatkan wajahnya ke arah Cakka, mencium bibir seksi pria tersebut. Cakka kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan mengambil segelas susu hangat yang baru dibikin untuk Oik.
“Ini kamu minum dulu susunya entar keburu dingin lagi. Habisin ya”Cakka menyodorkan gelas yang berisi susu tadi.
“Sepertinya Lani sudah tidak sabar ingin memiliki seorang adik”ucap Cakka lalu meletakkan tangannya diatas perut Oik yang sudah mulai membesar itu.
Oik hanya tersenyum kecil.

^^^
Seminggu kemudian…
Sore harinya Alvin datang ke rumah Oik yang berarti rumah Cakka juga, tapi Alvin belum mengetahui kalau Oik menikah dengan Cakka, bukan Obiet. Kebetulan juga Oik dan Cakka serta Lani juga ada dirumah mereka sedang bersantai di dekat taman sebelah rumah.
“Tuan, didepan ada tamu”ucap salah satu pembantu memberitahu Cakka yang sedang asyik bermain dengan Lani.
“Siapa, Bi?”tanya Cakka. “Tidak tau soalnya dia tidak menyebutkan namanya. Dia cuman bilang mau ketemu nyonya”jelas pembantunya.
“Ketemu saya bi”Oik memastikan, pembantunya mengangguk.

Oik segera menuju depan rumahnya di ikuti Cakka sambil menggendong Lani, di halaman rumahnya sudah berdiri dua orang pria, yang satu memakai jas. Orang tersebut menoleh saat Oik mendekatinya.
Ternyata orang itu adalah mantan suaminya, Alvin. Beserta pengacaranya, Riko. Alvin agak kaget melihat Cakka.
“Jadi kamu sekarang menikah dengan Cakka ya”ucap Alvin.
Oik tidak menjawab. “Mau apa kamu kesini, Vin?”tanya Oik langsung.
“Mengambil Lani tentunya”jelas Alvin singkat, lalu mendekati Lani yang di gendong Cakka.

Cewek kecil itu takut melihat orang yang tidak dikenalnya mendekat. “Lani sini sayang kamu ikut papa”ajak Alvin.
Lani memeluk Cakka semakin erat dan berkata. “Tidak mau”ucapnya sambil menggeleng.
“Kamu tidak bisa seenaknya mengambil dia. Lagian juga Lani tidak kenal siapa kamu”Cakka membawa Lani menjauhi Alvin.
“Cakka. berikan Lani padaku, karena aku ayah kandungnya. Sementara kamu bukan siapa-siapanya”kata Alvin.
“Tidak akan. Lagi pula kamu sudah keterlaluan, Vin. Tidak mengakui dia dulu”Cakka menyuruh pembantunya membawa Lani masuk ke rumah. Lani sudah mulai menangis karena ketakutan.
Alvin hendak mengejar Lani namun Oik menghadangnya. “Tidak akan ku biarkan kamu membawa Lani pergi. Seenaknya saja kamu mau mengambil dia”.
“Menyingkirlah dari hadapanku, aku mau mengambil anakku”kata Alvin namun Oik mencegahnya. Alvin yang kesal dengan Oik yang tidak mengijinkannya menemui Lani. Mengangkat tangannya dan hendak memukul Oik, namun Cakka mencegahnya.
“Cukup Vin, kamu menyakiti perasaan Oik. mendingan kamu cepetan keluar dari rumahku”.
“Lihat saja nanti jika hak asuh Lani itu jatuh di tanganku. Aku tidak akan pernah mengijinkanmu untuk ketemu dengan dia, selamanya”ancam Alvin sambil menunjuk Oik.
Karena tidak berhasil mendapatkan Lani. Alvin dan Riko kemudian meninggalkan rumah Cakka.

Oik memasuki rumahnya dan segera menuju kamar, menangis. Hanya itu yang ingin ia tumpahkan hari ini. Sementara Cakka berusaha menenangkan Lani yang sejak tadi menangis terus, namun gadis kecil tidak mau berhenti.
“Mama…huhuuuuu….”kata Lani sembari menangis, Cakka segera membawa Lani ke kamar menemui Oik.
“Lani…huhuhuuu…mau ketemu…mama…huhuhuuuuu”ucapnya.

Cakka memasuki kamar dan melihat Oik duduk di atas kasur, melihat kehadiran Cakka. Oik segera menghapus air matanya.
“Aku sudah berusaha menenangkannya, namun Lani tidak berhenti menangis”kata Cakka kemudian mendekati Oik, lalu menurunkan Lani. Oik segera memeluknya, menenggelamkan kepala gadis kecil itu dalam pelukannya membuat Lani berhenti menangis dan mulai tenang.
“Kamu jangan nangis lagi sayang. Mama disini”Oik menahan lagi air matanya agar tidak menangis. Ia tidak mau Lani melihatnya menangis.

^^^
Ternyata Alvin membawa masalah ini ke jalur hukum untuk mengambil Lani karena Oik menolak untuk menanda tangani surat pengalihan hak asuh atas anaknya itu. Oik semakin cemas jika Alvin memenangkan perkara tersebut dapat ia pastikan tidak akan ketemu Lani lagi, apalagi Alvin akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan keingannya.

Kini Oik bersama Cakka dan juga Lani berada dalam ruang persidangan. Alvin dan juga Riko sudah tidak sabar ingin mendengar putusan hakim nantinya. Shilla juga disana, wajahnya terlihat kesal melihat tindakan konyol yang di lakukan suaminya itu, sungguh menyesal dirinya karena ceroboh.

Setelah beberapa lama disana, akhirnya hakim itu akan membacakan keputusan siapakah yang berhak mengasuh Lani.

“Setelah menimbang perkara ini. Maka pengadilan memutuskan bahwa hak asuh atas Nathalani Cahaya Sindunata, perempuan berusia 2 tahun. Jatuh kepada Alvin Jonathan Sindunata, yang tak lain adalah ayah kandungnya”hakim yang memimpin sidang itu membacakan hasil akhirnya.
Tok…tok…tok… di iringi suara ketukan palu yang berarti keputusan itu tidak bisa di ganggu gugat.

Oik tidak puas dengan keputusan itu, karena hakim itu terkesan berpihak pada Alvin. Ia melangkah menuju meja hakim. Ia ingin mengajukan banding.
“Kenapa anda memutuskan hak asuh Lani jatuh ke Alvin. Apakah anda tidak melihat keterangan dari pengacara saya tadi”protes Oik.
“Maaf bu tapi ini adalah keputusan akhir kami. Tidak bisa di ganggu lagi”.

Semua orang membubarkan diri, termasuk Alvin. Oik sedang bernegoisasi dengan hakim pemimpin sidang Cakka disebelahnya. Lani ada dalam gendongan pembantunya.
Alvin memanfaatkannya untuk mengambil Lani.

“Serahkan Lani ke saya”pinta Alvin secara paksa. “Tidak akan”bi Inah berusaha mempertahankan Lani. Dengan bantuan Riko, Alvin berhasil membawa Lani, mendorong wanita paruh baya itu hingga jatuh.

Lani melihat orang yang tidak dikenalnya itu tiba-tiba saja memeluknya, menangis.

“Mamaaaaaa….huuhuhuhuuuu….”teriak Lani sambil menangis. Oik yang melihat Alvin sudah membawa Lani keluar ruang persidangan, menghentikan pembicaraannya dengan hakim dan berusaha mengejar mereka. Cakka mengikuti dari belakang.
“Alvin…berhenti, kembalikan Lani padaku”Oik mempercepat langkahnya, namun Alvin tidak menghiraukannya.
Lani menangis sambil memberontak memukul Alvin dengan tangannya, berusaha melepaskan diri.
“Lani tenangnya, sekarang kamu sudah sama papa”bujuk Alvin menenangkan gadis kecil itu. Tapi Lani tidak menghiraukan Alvin, bagainya sekarang adalah pria yang menggendongnya, adalah orang asing.
“Tidak mau. Kamu bukan papa Lani…huhuhuhuuuuuuuu”.

Mereka sampai di parkiran, saat Alvin hendak masuk ke mobilnya. Oik sudah mencekal tangannya, membuat Alvin tidak jadi masuk ke mobilnya.

“Kembalikan Lani padaku. Dia tidak akan bahagia denganmu, Vin”Oik berusaha merebut Lani dari gendongan Alvin.
“Tidak akan. Kamu dengar tidak putusan hakim tadi, Lani sekarang tinggal bersamaku”Alvin mempertahakan Lani agar tidak di ambil kembali oleh Oik.
“Riko. Kamu bawa Lani sebentar”Alvin menyerahkan Lani pada Riko yang sudah didalam mobil.
“Vin aku mohon padamu, kembalikan Lani padaku”pinta Oik, ia menahan lengan Alvin yang hendak masuk.
“Tidak akan Ik, sekarang lepaskan aku”karena Oik tidak juga melepaskan tangannya. Alvin mendorong tubuh Oik hingga ia terjatuh.
“Arghhhhh…”teriak Oik kesakitan.

Akibatnya sangat fatal, setelah terjatuh tadi tiba-tiba saja perut Oik terasa sakit sekali. Setelah terbebas dari genggaman Oik, Alvin masuk ke mobilnya tanpa memperdulikan Oik yang tengah kesakitan.

Cakka segera menghampiri Oik yang kesakitan.

“Cakka…tolong, kamu kejar Lani sekarang. Ambil dia dari Alvin”pinta Oik ditengah rasa sakit yang menderanya.

Tiba-tiba saja cairan berwarna merah mengalir di kakinya, darah. Tangan kanannya memengangi perutnya, dan yang satunya memengangi lengan Cakka mencoba meredakan rasa sakitnya itu.
“Tidak. Kita harus ke rumah sakit sekarang. Kaki kamu berdarah”jelas Cakka panik. Pengacara Cakka, yang bernama Alyssa itu menghampiri mereka.
“Cakka. Kamu harus membawa Oik kerumah sakit sekarang. Sepertinya dia mengalami pendarahan”saran Alyssa sambil membantu Cakka membawa Oik ke mobil.
Cakka segera menuntun Oik menuju mobilnya dengan dibantu pengacaranya, tidak mungkin dia menggendong Oik yang pasti berat. Oik menolak, ia masih saja menyuruh Cakka mengejar Lani, namun dia tidak menghiraukannya.


^^^

Cakka berdiri didepan ruang UGD, tempat Oik dirawat. Kini perasaannya jadi tidak tenang takut terjadi apa-apa dengan Oik, apalagi sekarang Oik sedang mengandung anaknya. Dokter yang memeriksa Oik keluar dan Cakka segera menghampirinya.

“Bagaimana dengan keadaan istri saya, dok?”tanya Cakka sudah tidak sabaran.
“Kondisinya masih lemah, dan tekanan darahnya juga rendah yang di akibatkan oleh pendarahan tadi”kecemasan masih menyelimuti wajah Cakka.
“Tapi sekarang Oik baik-baik saja kan dok. Terus bagaimana dengan janin yang ada dalam kandungannya?”tanya Cakka lagi.
“Sebenarnya berat mengatakan ini semua kepada anda. Janinnya ternyata kembar tapi yang satu tidak bisa dipertahankan”.
“Tapi anda tidak perlu cemas karena satunya lagi masih bisa bertahan”lanjut sang dokter.
“Dan satu lagi, jangan sampai kejadian serupa terjadi lagi. Dan buat dia agar tidak stress”pesan dokter pada Cakka sebelum pergi.

Perasaan Cakka kini antara sedih dan kecewa. Sedih karena harus kehilangan salah satu anaknya, dan kecewa karena keputusan hakim barusan. Jika Oik tidak mengalami pendarahan tadi mungkin saat ini ia akan bahagia karena memiliki dua anak sekaligus.


Cakka melangkahkan kakinya menuju kamar rawat Oik, hatinya masih terasa perih. Namun ia mencoba untuk bersabar, apalagi saat di depan Oik.

Didalam kamar itu, Oik terbaring lemah di atas ranjang dengan dua selang yang menancap dilengan kirinya. Cakka menghampiri Oik dan duduk disebelahnya, meraih tangan kanan Oik dan menggenggamnya. Oik memalingkan wajahnya ketika Cakka masuk.

“Masih terasa sakit, Ik?”tanya Cakka.
“Masih”jawab Oik singkat tanpa memandang Cakka.
“Kalau gitu aku panggil dokter dulu, ya”ucap Cakka lalu berdiri.
“Tidak usah”cegah Oik. “Bukan dokter yang aku butuhkan saat ini…tapi Lani”lanjutnya. Cakka segera menghentikan langkahnya.
“Kenapa sih kamu masih saja memikirkan Lani dalam keadaan seperti ini”ucap Cakka mendekati Oik kembali.
“Bagaimana aku tidak memikirkan dia, pria yang selama ini tidak mau mengakuinya tiba-tiba saja datang mengambil Lani”jawab Oik sedikit kesal.
“Tapi tindakan barusan tadi sudah membunuh salah satu anak kita Ik”ucap Cakka sedih.
“Bodoh amat. Yang ku ingini saat ini adalah Lani. Cakka”kata Oik setengah membentak. “Dan aku masih kesal kepadamu karena kamu tidak mengambi Lani tadi”lanjutnya.
“Dan aku tidak mungkin membiarkan kesakitan tadi”Oik tidak menjawab. Cakka mengambil segelas susu di meja dekat Oik.
“Sebaiknya kamu minum susunya dulu. Biar anak kita kuat”Cakka menyodorkan segelas susu pada Oik. Bukannya meminumnya, Oik malah membanting gelas berisi susu itu ke lantai.
“Aku tidak mau meminumnya”Cakka segera membereskan pecahan gelas yang berceceran di lantai.
Cakka membuatkannya lagi, kemudian mendekati Oik. “Baiklah kalau itu maumu aku akan mencari Lani”ucap Cakka. “Jangan lupa kamu minum susunya”pesannya, kemudian beranjak dari kamar Oik.

Sebenernya Cakka enggan jika harus datang kerumah Alvin untuk mengambil Lani, lagi pula Alvin pasti tidak mengijinkan dirinya membawa Lani. Tapi apa salahnya menemui mantan suami Oik tersebut sekaligus membuat perhitungan dengannya. Yang sudah mencelakai Oik dan akibatnya dia harus kehilangan salah satu calon anaknya.


Beberapa saat kemudian Cakka sudah sampai didepan rumah Alvin, suasana tampak sepi disana. Maklumlah perumahan elit orang yang tinggal disana pastilah individualis.
Cakka memencet bel yang berada didekat pagar, keluarlah seorang satpam rumah Alvin.

“Maaf ada perlu apa anda kesini?”tanya si satpam.
“Saya rekan bisnisnya Alvin. Hari ini ada janji dengannya, kebetulan saya disuruh menunggu dirumahnya”satpam itu tidak begitu saja percaya. Cakka kemudian menunjukkan sms dari Alvin, yang sebetulnya adalah rekayasa dia sendiri.
“Baiklah kalau begitu silahkan anda tunggu tuan Alvin. Karena beliau masih ada urusan dengan nyonya”satpam itu menyuruh Cakka masuk.

Cakka berjalan menuju teras rumah, langkahnya terhenti saat mendengar suara tangisan anak kecil. Cakka mencoba menerka-nerkanya ternyata suara itu dari arah samping, iapun berjalan kearah sumber suara setelah hampir dekat dapat dipastikan itu suara Lani yang sedang menangis.

“Lani”panggil Cakka. Baby sister yang menggendong Lani menoleh kearah Cakka.
“Huhuhuuu…papa…huhuhuuuu”panggil Lani sambil terisak setelah mengetahui Cakka datang
“Maaf anda siapa ya?”tanya sang baby sister melihat orang asing tiba-tiba dirumahnya. Cakka pun menjelaskan semua padanya.
“Bolehkah saya gendong Lani sebentar”pinta Cakka. Baby sister itu menyerahkan Lani pada Cakka. Setelah dalam pelukan Cakka, Lani mulai merasa tenang dan nyaman.
“Lani tidak mau tinggal disini. Lani mau ikut papa cekarang”ucapnya setelah berhenti menangis.
“Kamu harus tetap tinggal disini sayang. Papa Alvin, itu papa Lani juga”Cakka mencoba memberikan pengertian pada Lani, namun gadis kecil itu tetap menolak tinggal bersama Alvin yang menurutnya orang lain.
“Tidak, dia bukan papa Lani. Papa Lani kan, Papa Cakka”.


Sementara itu Alvin sudah pulang bersama Shilla, kini mereka melanjutkan pertengkaran sejak di mobil tadi.

“Vin, aku mohon sama kamu maafin aku. Kamu tidak benar-benar akan menceraikan aku kan”kata Shilla sambil memegangi lengan Alvin.
“Aku tidak pernah main-main, dengan apa yang aku ucapkan. Aku paling tidak suka dibohongi Shill”tegas Alvin. Pak satpam segera menghampiri Alvin.
“Maaf tuan. Tadi ada tamu datang kesini, katanya ada janji dengan tuan”jelas si satpam.
“Siapa?”tanya Alvin.
“Dia bilang rekan bisnis tuan”.
“Sekarang dimana orangnya?”.
“Dihalaman samping”Alvin segera menuju samping rumahnya tidak memperdulikan Shilla yang memohon padanya.

Dilihatnya seorang pria sedang menggendong Lani, gadis kecil itu tampak tersenyum senang. Alvin mendekat dan betapa terkejutnya dia ternyata pria itu adalah Cakka. Alvin jadi tambah emosi, permasalahan dengan Shilla sudah membuatnya marah kini ditambah lagi melihat Cakka.


“Cakka, ngapain lo kerumah gue”tanya Alvin.
“Menemui Lani tentunya”jawab Cakka santai.
“Untuk apa? Lagian Lani bukan anak kandung lo. Ini yang terakhir kalinya lo bisa ketemu dia”.
“Gue mau bawa dia sebentar untuk menemui Mamanya”.
“Membawa Lani dari sini. Jangan terlalu berharap banyak, gue bakal ngijinin lo bawa dia pergi apalagi menemui Oik”Alvin mendekati untuk mengambil anaknya tersebut dari gendongan Cakka.
“Tapi tolong sekali ini saja Vin. Biarkan gue bawa Lani sebentar untuk ketemu dengan Oik”Alvin tidak menghiraukan permintaan Cakka, ia pun mengambil paksa Lani. Gadis kecil itu memberonta dan kembali menangis.
“Wulan tolong kamu bawa masuk Lani”suruh Alvin pada baby sisternya. Cakka berusaha mengejar Lani yang dibawa masuk oleh Wulan. Namun Alvin menghadangnya.
“Mendingan lo pergi deh dari rumah gue sekarang. Sebelum gue panggil satpam untuk ngusir lo”suruh Alvin paksa.
“Gue jadi heran melihat jalan pikiran lo itu. Dulu waktu dia masih bayi lo nggak mau ngakuin malah menuduh Oik. Dan sekarang tanpa rasa bersalah lo ngambil Lani gitu saja, saat dia udah nggak ngenalin lo sebagai ayah kandungnya belum puas lo nyakitin perasaannya Oik”ucap Cakka emosi.
“Dan tadi lo udah ngedorong Oik sampai jatuh, hal itu menyebabkan anak gue yang ada dalam kandungannya meninggal. Lo itu memang lelaki brensek Vin”lanjutnya sambil mengumpat kesal ke Alvin.
“Peduli amat gue sama semua itu. Lagian yang mampus juga anak lo, harusnya Oik senang karena Lani udah tinggal bersama ayah kandungnya bukannya itu yang jadi keinginannya”balas Alvin.
“Mendingan lo segera keluar dari rumah gue, sebelum gue panggil satpam untuk mengusir lo”Alvin berusaha menyuruh Cakka segera meninggalkan rumahnya.


Shilla yang mendengar suara keributan antara dua pria itu segera menghampiri. “Vin sudahlah serahkan Lani pada Cakka, biar dia ikut ibu kandungnya. Toh dia disini
tidak bahagia”Shilla memberikan saran yang membuat Alvin tambah geram kepadanya.

“Mendingan lo diam saja, Shill”bentak Alvin. Shilla langsung terdiam.
“Sekarang buruan lo pergi dari sini”Alvin mendorong Cakka keluar rumahnya.

Cakka segera kembali kerumah sakit, dia bener-bener tertekan bagaimana perasaannya Oik jika dia tidak berhasil membawa Lani. Padahal yang dibutuhkannya adalah Lani, apalagi dokter berpesan Oik tidak boleh stress karena itu bisa berpengaruh pada janin yang ada dikandungannya.

Berhenti di depan ruang tempat Oik dirawat, duduk disalah satu bangku. Menyandarkan kepalanya di tembok dan menenggelamkan wajahnya pada kedua telapak tangannya. Setelah agak tenang Cakka memutuskan untuk menemui Oik.

“Dimana Lani, apa kamu berhasil membawa dia kemari?”tanya Oik antusias saat Cakka memasuki ruangan.
“Tidak. Alvin tidak mengijinkannya”jelas Cakka apa adanya. Terlihat kekecewaan pada diri Oik.
“Kamu memang tidak bisa di andalkan membawa Lani kemari saja tidak bisa. Tau gitu biar aku saja yang kesana”Oik mengumpat kesal ke Cakka.
“Aku tidak menyangka kamu akan berkata seperti itu padaku”ucap Cakka kecewa mendengar kata-kata Oik yang menyinggungnya. Tapi Oik tidak memperdulikan Cakka.

“Bukankah itu yang kamu mau. Lani bisa di akui sama ayah kandungnya, lagian Alvin tidak mungkin akan menyakiti Lani”Oik tidak bergeming.
“Kamu memang tidak mengerti perasaanku saat ini, Ik”Cakka segera beranjak dari ruang itu, meninggalkan Oik sendirian. Ia memutuskan untuk pulang saja kerumah, setidaknya bisa menenangkan pikirannya.
^^^

Setelah kondisi Oik membaik maka ia di ijinkan untuk pulang, Cakka menjemputnya di rumah sakit. Oik mulai merasakan sikap Cakka kini dingin padanya. Jadilah didalam mobil mereka saling berdiam diri.

Oik mulai merasa bersalah sebagai seorang istri tidak seharusnya dia melakukan itu pada Cakka, ia mulai berfikir positif bahwa Lani akan baik-baik saja dengan Alvin lagian dia kan ayahnya bukan orang lain. Sepertinya ia harus memperbaiki hubungannya dengan Cakka, jika tidak mungkin nasib anak dalam kandungannya akan seperti Lani, Oik tidak mau itu terjadi.


Dikamarnya mereka masih saling diam, Oik sedang berfikir bagaimana memulai untuk minta maaf ke Cakka.

Sementara Cakka berkutak dengan Hpnya, sebuah sms masuk dari rekan bisnisnya yang meminta untuk bertemu.
“Aku mau keluar ada urusan, mungkin agak malam pulangnya”pamit Cakka ke Oik tanpa memandang wajah istrinya. Terasa sakit hati Oik melihat sikap Cakka barusan semudah itukah dia membencinya.

Malam menjelang Cakka belum juga pulang padahal waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 tepat. Oik tidak bisa tidur, ia menunggu di ruang tamu sampai suaminya itu pulang. Beberapa saat kemudian terdengar suara deru mobil.
Cakka memasuki rumahnya dan mendapati Oik duduk di ruang tamu, memandangnya hampa. Oik mengekor dibelakang Cakka, saat suaminya itu masuk kamar. Oik ingin bicara dengan Cakka namun tidak sempat, karena Cakka langsung menuju kamar mandi.

Oik duduk ditepi tempat tidurnya menunggu Cakka sampai selesai mandi. Setelah selesai mandi Cakka berganti baju dan cuek kepada Oik. Membuat wanita itu merasa bersalah, berjalan kearah suaminya dan memeluk dengan erat pinggang pria itu dari belakang, menyandarkan kepalanya di punggung suaminya.

“Tolong jangan perlakukan aku dengan sikap kamu yang kaya gini. Maafkan ucapankan tempo lalu yang udah buat kamu kecewa”kata Oik menyesal.
“Maaf masih belum cukup untuk menghapus semuanya. Dan waktu dokter bilang kalau salah satu anak aku meninggal, sakit Ik rasanya. Sama kaya perasaan kamu saat Alvin mengambil Lani”.
“Baiklah aku tidak akan mencari Lani lagi dan melupakan dia, jika itu bisa membuatmu bahagia. Tapi tolong bantu aku buat melupakan mereka semua”pinta Oik air matanya sudah mulai mengalir dari pelupuk matanya.
“Aku tidak mungkin bisa membuatmu melupakan mereka biar bagaimanapun. Lani dan Alvin pernah hadir dalam kehidupanmu”.
“Kamu masih marah sama aku?”.
Cakka terdiam membuat Oik semakin bersalah, kemudian melepaskan diri dari Oik. membalikkan badannya. Dan kini gilirannya memeluk Oik.
“Aku udah maafin kamu kok, sayang. Tapi jangan di ulangi lagi ya”ucap Cakka sembari tersenyum kemudian melepaskan pelukannya, membuat Oik lega.
“Iya”ucap Oik sambil mengangguk. Cakka membalasnya dengan mencium kening Oik.
“Dan satu lagi…jaga anak kita baik-baik ya”pinta Cakka sembari meletakkan tangannya di perut Oik.
“Maaf gara-gara aku. Kita harus kehilangan salah satunya”ucap oik menyesal. Cakka segera meletakkan telunjuknya dibibir Oik.
“Sttt…ini bukan sepenuhnya salah kamu, sayang”.


Kini Cakka dan Oik sudah baikan lagi. Oik akhirnya mengundurkan diri dari pekerjaannya, awalnya Obiet keberataan dan menyarankan Oik cuti saja, namun Oik mengatakan bahwa dia ke Jogja dalam waktu yang cukup lama.

Cakka pun akhirnya mengajak Oik pindah ke Jogja untuk waktu yang cukup lama sampai anak mereka udah besar, setidaknya tempat baru akan membuat Oik lebih tenang dan tidak kepikiran Lani terus.


___Bersambung___

Selasa, 18 Oktober 2011

Ku Temukan Penggantinya


Kesakitanku bertambah pahit…Ketika harus aku akui…Aku menahan rasa cintaku untukmu…Namun kau tak ada…




Seorang wanita berusia 23 tahun berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan menggendong babynya yang masih berusia 3 hari. Wajahnya wanita itu terlihat sedih dan kecewa saat dia melahirkan anak pertamanya, suaminya tidak ada disampingnya.
Mengambil ponsel di tasnya dan segera memencet salah satu nomor, menelpon salah satu supir pribadinya.

“Pak Budi sekarang bisa jemput saya dirumah sakit”kata wanita tersebut pada supirnya.
“Baiklah saya tunggu, jangan terlalu lama ya, Pak”wanita itu mengakhiri pembicaraan via telpon dengan supirnya.

Dilihatnya sekali lagi wajah babynya yang sangat cantik dan mungil itu persis dirinya hanya bibirnya yang mirip dengan sang ayah.
“Sabar ya sayang sebentar lagi kita akan pulang ke rumah dan kamu akan segera bertemu dengan Papamu itu”jelasnya sambil mengusap wajah mulus babynya.

“Ny Oik Ramadlani”panggil salah satu suster yang bertugas sebagai resepsionis, wanita itu berdiri sambil membawa babynya menuju resepsionis.
“Silahkan tanda tangan disini”suster itu menunjuk selembar kertas bukti pembayar perawatan dan persalinan Oik selama di rumah sakit.

Seorang lelaki tiba-tiba menghampiri Oik.
“Hai Oik”sapa orang tersebut kemudian duduk disampingnya.
“Eh hai juga Obiet, sedang apa disini?”ternyata orang itu adalah Obiet Panggrahito bos ditempat Oik bekerja.
“Ini lagi mengurus Asuransi kesehatan untuk para karyawan”Obiet menjelaskan, melihat Oik yang sedang sendirian ia mulai bertanya. “Kok sendirian disini?”.
“Iya ini lagi menunggu supir untuk menjemputku”jelas Oik.
“Menunggu supir? Memangnya suami kamu kemana?!”tanya Obiet membuat Oik sedikit murung.
“Eh maaf kalau pertanyaanku menyinggung mu”kata Obiet merasa tidak enak.
“Tidak apa-apa. Lagian aku berharap Alvin segera kesini agar dia melihat anaknya”sekali lagi Oik memandang wajah anaknya.
“Dia cewek atau cowok?”tanya Obiet. “Cewek”jelas Oik singkat.
“Boleh aku menggendongnya sebentar Ik?”pinta Obiet saat melihat anak Oik yang begitu lucu dan menggemaskan.
“Tentu saja boleh”Oik menyerahkan anaknya dalam gendongan Obiet.
“Dia bener-bener mirip kamu Ik, cantik dan imut”guman Obiet. “Jelaslah mirip aku, dia kan anakku”Oik memukul pelan lengan Obiet.
“Hahahahaha bercanda Ik”Obiet terkekeh. Kemudian lelaki paruh baya menghampiri keduannya ternyata itu pak Budi supir Oik.

“Nyonya Oik”panggil pak Budi. Oik menoleh ke sumber suara.
“Biet maaf ya aku harus pulang dulu”pamit Oik. Obiet segera menyerahkan baby tersebut dalam pelukan Oik.
“Ya. Lagian aku juga mau balik ke kantor kok”Obiet beranjak pergi meninggalkan Oik.

Sesampainya dirumah hanya ada pembantu-pembantunya, Oik berjalan menuju kamarnya. Menidurkan babynya yang tengah terlelap.
Mengambil ponsel di tasnya dan menghubungi suaminya, tidak ada jawaban. Yang ada hanya suara operator yang berbicara dari seberang sana.
“Sabar ya sayang sebentar lagi pasti papa akan pulang untuk melihat dan memelukmu”Oik mengecup pipi mulus anaknya.

Malam mulai menjelang, Oik tiduran di kamarnya. Seseorang mengetuk kamarnya dari luar.
“Masuk saja tidak di kunci”ucap Oik mempersilahkan orang tersebut masuk. Orang tersebut masuk yang tak lain adalah pembantunya sendiri..
“Ada apa bi?”tanya Oik. “Saya cuman memberitahu kalau tuan sudah pulang dan sekarang lagi di bawah”jelas pembantu Oik.
“Betulkah itu bi”kata Oik senang, pembantunya hanya mengangguk. Oik segera turun menuju ruang tamu, di lihatnya pria yang di cintainya sudah ada disana.
“Alvin”panggil Oik. Alvin menoleh kearahnya.
“Ya???”panggil Alvin datar, kemudian beranjak dari tempatnya berdiri menuju kamar. Oik merasa aneh dengan sikap Alvin yang tiba-tiba berubah gitu.

Oik mengikutinya dari belakang, sesampainya di kamar Alvin kaget melihat seorang bayi mungil dan lucu di tempat tidurnya.
“Itu anak kita, Vin. Apa kamu tidak ingin memeluk dan menggendongnya”Oik menjelaskan.
“Aku sedang capek Oik, dan pengen istirahat sekarang”Alvin segera meninggalkan kamarnya tapi Oik mencekal tangannya.
“Apa kamu tidak ingin memeluknya sebentar Vin?”pinta Oik, Alvin melepaskan tangan Oik dengan kasar.
“Nanti saja, aku ingin tidur”kali ini Oik tidak mencegah Alvin, menatap punggung suaminya dengan sedih.

Pagi-pagi sekali Alvin sudah rapi, dan bersiap pergi lagi. Ternyata Oik juga sudah bangun lebih dulu sambil menggendong anaknya.
“Aku mau berangkat ke kantor pagi ini soalnya ada janji dengan client”pamit Alvin yang sudah bersiap di mobilnya.
“Kamu tidak sarapan dulu? Aku sudah menyiapkan semuanya”.
“Nanti saja, aku bisa makan diluar. Maaf aku buru-buru Oik”Alvin langsung menutup pintu mobilnya.


Oik mulai merasa Alvin mulai berubah, dia merasa Alvin yang sekarang adalah orang lain. Sore menjelang sesuatu banget Alvin sudah pulang lebih awal dari biasanya.
“Tumben sudah pulang jam segini?”tanya Oik begitu suaminya sampai di rumahnya.
“Iya tadi cuman sebentar habis itu makan-makan dengan teman kantor”jelas Alvin. “Mana anak itu aku mau melihatnya?”tanya Alvin, Oik tersentak kaget kata-kata Alvin barusan.
“Dia ada di kamar sedang tidur”Alvin berjalan menuju kamarnya, Oik mengekor di belakangnya.

Sesampainya disana Alvin mendekati ranjang kecil dikamar, di dalamnya tidurlah seorang bayi mungil dan cantik. Memperhatikan setiap detail wajah anak itu.
“Aku ingin kamu yang ngasih nama buat anak kita”Oik tersenyum penuh harap.
“Anak kita? Lihat saja dia sama sekali tidak mirip denganku, Oik. Aku tidak mau memberikan nama untuk dia”ucap Alvin.
“Sekarang kenapa sikap kamu jadi berubah seperti ini, aku merasa kita jauh Vin bukan seperti suami istri lagi”terlihat kekecewaan dalam setiap kata-kata Oik.
“Mungkin saja dia bukan anakku, anak ini sama sekali tidak mirip aku”kata Alvin santai.
“Jadi kamu menuduhku?”kali ini habis kesabaran Oik melihat sikap Alvin.
“Kamu merasa sekarang, sebelum kita menikah kamu dekatkan sama Obiet atasan kamu itu kan. Mungkin saja ini anak dia”kata-kata Alvin tak kalah sengit dengan Oik.
“Ya ampun Alvin kenapa kamu berfikir seperti itu, aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Obiet. Hanya sebatas atasan dan karyawan itu saja”.
“Kalau itu beneran terjadi, aku siap untuk menceraikanmu”kali ini Oik tidak menjawab lagi, ucapan Alvin malah seperti ancaman. Tanpa terasa air matanya mengalir deras.

Setelah kejadian itu Alvin pergi dan tak pernah pulang, Oik akhirnya memberi nama putrinya tersebut, Nathalani Cahaya Sindunata. Sampai suatu hari saat Alvin pulang ke rumah membuat Oik senang karena suaminya itu pulang, tiba-tiba Oik menemukan bukti pembayaran bahwa Alvin menginap dihotel dengan seorang wanita bernama Ashilla Zahrantiara. Saat Oik meminta penjelasan tentang siapa wanita bernama Ashilla ini, Alvin selalu memberikan jawaban yang tidak masuk akal.

Oik yang tidak puas dengan alasan Alvin akhirnya mencari tahu siapa wanita bernama Ashilla, dan ternyata itu adalah sekertaris Alvin. Oik datang ke kantor Alvin untuk menemui Ashilla, terjadi insiden kecil karena Oik langsung melabrak wanita itu. Alvin yang mengetahuinya sangat murka pada Oik.

PLAKKKK!!!! Sesampainya dirumah Alvin langsung menampar Oik yang menurutnya sudah lancang, Oik hanya bisa menangis.
“Beraninya kamu datang ke kantorku dan membuat keributan disana”geram Alvin.
“Jadi karena wanita itu kamu berpaling dariku dan tidak mau mengakui Lani sebagai anak kamu. Iya kan Vin”akhirnya Oik mulai berani berbicara.
“Lancang sekali kamu menunduh Shilla, baiklah kalau itu maumu. Aku akan segera menceraikan mu”ini sudah sudah kedua kalinya Alvin mengucap kata cerai, yang berarti Alvin sudah menjatuhkan talak pada Oik.

Oik memasuki kamarnya dan memilih mengalah, didalam kamarnya ia hanya bisa menangis karena rumah tangganya dengan Alvin mengalami keretakan. Hingga seminggu kemudian seorang wanita yang Oik ketahui adalah Ashilla datang kerumahnya, dan mengaku kalau dia mau meminta pertanggung jawaban pada Alvin yang telah menghamilinya. Oik berusaha mengusir wanita yang telah merebut suaminya. Alvin juga kebetulan ada dirumah, melihat Oik yang berusaha mengusir Shilla. Alvin marah pada Oik yang sudah lancang mengusir tamunya itu.

“Berani sekali kamu mengusir Shilla”kata Alvin geram.
“Jadi bener apa yang dikatakan wanita itu, dan selama ini kamu selingkuh dariku Vin. Kenapa kamu lakukan itu kepadaku”mata Oik mulai berkaca-kaca.
“Iya. Karena aku sudah tidak mencintaimu lagi, dan satu hal yang perlu kamu ingat kalau Lani itu bukan anakku kan”tegas Alvin.
“Dan kamu masih menuduhku kalau Lani adalah anak Obiet?”.
“Itu sudah jelas karena selama ini kamu memang memiliki hubungan khusus dengan dia”Oik merasa Alvin hanya mencari alasan saja.

Setelah itu Shilla sering datang kerumahnya dan Alvin menyambutnya dengan ramah, Oik yang sudah tidak tahan melihat kelakuan Alvin yang tidak menganggapnya istri lagi. Berniat pergi dari rumah yang telah ditempatinya selama satu tahun lebih. Rumah itu akan menjadi kenangan setelah ia pergi dari situ.
“Nyonya mau kemana?”tanya pembantunya saat Oik mengemasi semua pakaiannya.
“Aku mau pergi dari sini bik. Aku sudah tidak tahan melihat kelakuan Alvin”ucap Oik disertai isak tangis.
“Tuan memang keterlaluan sekali”pembantunya berusaha menenangkan Oik.
“Terus nyonya mau tinggal dimana?”tanya pembantunya. “Sementara ini aku akan tinggal dirumah kontrakan bik”jelas Oik.
Supirnya yang tidak tega melihat Oik segera mengantarkannya mencari rumah kontrakan. Rumah kontrakan yang didapat Oik kecil dan hanya ada satu kamar disebuah pemukiman padat penduduk di sudut kota.
“Maaf ya sayang mama hanya bisa menyewa rumah seperti ini, kamu pasti tidak nyaman ya tinggal disini”Oik berusaha menenangkan Lani yang sejak tadi tak berhenti menangis meskipun sudah diberikan susu.
Waktu terus berjalan, Obiet yang tidak tega melihat nasib Oik tinggal di tempat seperti itu segera mencarikan rumah yang nyaman untuk ditinggali, namun Oik menolak karena biar bagaimana pun dia masih sah sebagai istri Alvin, karena mereka belum resmi bercerai. Lagian jika Oik menepati rumah Obiet, Alvin pasti menyangka kalau ia pergi dari rumah karena mau tinggal bersama Obiet yang menurut Alvin sebagai selingkuhan Oik.

“Sebelumnya aku berterima kasih atas bantuanmu, tapi maaf aku tidak bisa menerimannya”tolak Oik secara halus.
“Kamu tahu kan kalau hubunganku dengan Alvin sedang tidak harmonis. Aku tidak mau Alvin menuduhmu nantinya”lanjutnya.
“Aku mengerti. Jika kamu butuh bantuan, aku siap membantu”kata Obiet sambil menggengam tangannya. Oik merasa terhibur sekarang, dan sesaat bisa melupakan masalah yang sedang menimpanya.

^^^
Suatu pagi di hari libur Oik sedang menyuapi Lani, tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu dari luar. Oik berhenti menyuapi Lani untuk melihat siapa yang datang, saat Oik membuka pintu disana berdirilah seorang pria berpakaian rapi memakai jas dan membawa map. Perasaan Oik berubah jadi tidak tenang.
“Maaf anda siapa ya? Dan ada perlu apa?”tanya Oik.
“Saya Riko Anggara pengacaranya Alvin dan ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan pada anda”jelas orang tersebut. Oik mempersilahkan orang tersebut masuk.
“Maaf sebelumnya saya kesini di tugasi Alvin untuk mengurus surat perceraian antara kalian”penjelasan Riko bagaikan petir di siang bolong yang menyambar dirinya, Oik sudah memastikan hal ini akan terjadi juga.
Riko menyerahkan surat gugatan cerai itu, Oik menerima dan membacanya dengan seksama isi gugatan cerai itu ternyata alasan bahwa Lani bukan anaknya tertulis disana sebagai salah satu bukti dan juga hubungannya dengan Obiet sebagai selingkuhannya. Setelah selesai membacanya Oik menyerahkan berkas itu pada Riko.

“Silahkan tanda tangan disini?”Riko menunjuk kolom tempat Oik menanda tangani surat tersebut.
“Saya tidak mau tanda tangan dulu, sebelum bicara dengan Alvin”jelas Oik. “Bisakah anda bicara dengan Alvin untuk menemui saya”pinta Oik.
“Baiklah saya akan mengatur pertemuan anda dengan Client saya”Riko segera mengemasi semua berkas. “Saya permisi dulu”pamit Riko.

^^^
Akhirnya Oik bisa bertemu dengan Alvin disebuah Caffe.
“Perlu bicara apalagi Oik?”tanya Alvin dingin.
“Kenapa kamu masih tidak mengakui Lani sebagai anak kamu? Apa perlu kita adakan tes DNA!”tantang Oik.
“Buat apa melakukan tes itu? Toh aku yakin dia bukan anakku. Kamu melakukan itu karena mau meminta hartaku kan, itu tidak akan pernah terjadi jangan terlalu berharap banyak”Alvin menuduh Oik yang memintanya mengadakan tes DNA hanya karena ingin mendapatkan harta Alvin.
“Kenapa pemikiran kamu seperti itu, aku hanya butuh kejelasan status Lani bukan untuk meminta harta kamu. Lagian aku bisa mencarinya”Oik mulai kesal dengan tuduhan Alvin.
“Biar semua pengacaraku yang mengatur, aku tidak bisa mengobrol lama-lama denganmu. Masih banyak yang harus ku kerjakan”Alvin mengambil map dan menyodorkan ke Oik.
“Jangan lupa kamu cepet tanda tangan disitu, biar cepet selesai”ucap Alvin. “Agar kamu bisa cepet nikah sama Shilla”seru Oik.
“Harusnya kamu berterima kasih padaku Oik, aku mau menceraikanmu dengan begitu kamu bebas menikah dengan Obiet tanpa ada yang melarang”balas Alvin. Oik tidak membalas perkataan Alvin, jika diteruskan malah akan terjadi keributan apalagi ini tempat umum.

^^^
Seminggu kemudian….
Oik dan Lani berada di rumah sakit begitu pula dengan Alvin berserta pengacaranya menunggu hasil dari tes dari labolatorium.
“Jika terbukti kalau Lani bukan anakku kamu harus segera menanda tangani surat ini. Jika postif aku akan mengakui dia sebagai anakku”jelas Alvin yang membuat Oik lega.
“Aku yakin hasilnya nanti positif karena Lani memang anak kamu Vin”ucap Oik optimis.
“Jangan terlalu yakin dulu sebelum hasilnya keluar”.

Dokter kemudian keluar membawa hasil tes DNA dan menyerahkan pada Alvin. Ternyata hasilnya negative, Oik tidak percaya dengan hasil tes tersebut yang kemungkinan sudah direkayasa. Oik terpaksa menanda tangani surat gugatan cerai dari Alvin, buat apa mempertahankan rumah tangganya dengan Alvin yang sudah tidak menyayangi dirinya dan juga Lani. Mungkin cerai jalan yang terbaik Oik terlanjur kecewa dengan sikap Alvin, setelah tiga kali sidang Oik sudah resmi bercerai dengan Alvin. Kini statusnya adalah single parent. Kini Oik harus terbiasa hidup seorang diri dengan seorang anak yang masih membutuhkan kasih sayangnya, Alvin bahkan belum sama sekali menyentuh dan memeluk Lani. Waktu terus berjalan seperti air yang mengalir. Kini Lani sudah berusia 4 bulan.


Saat hendak menyiapkan makanan buat Lani ternyata bubur dan susunya sudah habis, hari ini Oik segera ke Mall untuk membeli makanan dan kebutuhan lainnya.
Setelah keranjangnya penuh dengan barang-barang Oik hendak melangkah ke kasir untuk membayar semua. Tiba-tiba saja dari arah yang berlainan seorang pria yang terburu-buru tanpa sengaja menabrak Oik.
BRUKKKKKKKKK!!! keduanya jatuh bersamaan seluruh barang bawaan Oik berjatuhan di lantai.
“Aduhh!!!”teriak Oik. “Kalau jalan lihat-lihat dong”umpat Oik kesal kemudian memungguti semua barang-barangnya.
“Maaf aku nggak sengaja tadi, habisnya terburu-buru sih”orang itu meminta maaf sambil membantu Oik memunguti barang-barangnya. Oik sepertinya tidak asing dengan suara pria tersebut, saat mendongakan kepalanya untuk menatapnya.
“Cakka!!!”. “Oik!!!”ucap keduanya bebarengan.
“Eh maaf soal yang tadi aku lagi buru-buru soalnya”jawabnya.
“Tidak apa-apa, kamu sekarang tinggal di Jakarta lagi?”tanya Oik memastikan karena dulu selepas SMA Cakka pindah ke Jogja.

Cakka adalah teman satu sekolah Oik dulu sewaktu SMA bersama Alvin, namum Cakka kemudian pindah ke Jogja mengikuti kedua orang tuanya, sehingga Oik udah lost contact dengan Cakka. Padahal mereka dulu teman akrab, Cakka mengajak Oik makan di Restoran sambil bernostalgia ke masa-masa SMA. Mereka mulai bercerita tentang kehidupan masing-masing namun Oik tidak bercerita tentang Alvin.
“Aku harus pulang sekarang”pamit Oik saat selesai makan.
“Kok buru-buru sih padahal aku masih ingin ngobrol lama denganmu”kata Cakka.
“Lain kali saja ya kita sambung lagi”Oik mengambil barang-barangnya. “Biar aku antar pulang, tidak apa-apakan?”tawar Cakka.
“Tidak usah lagian aku bisa naik taksi kok, nanti malah merepotkan kamu lagi”tolak Oik.
“Sama sekali tidak merepotkan, boleh kan aku mengantarmu pulang. Aku sedang tidak sibuk hari ini”Oik akhirnya mau di antar pulang Cakka lagian tidak akan ada yang memarahinya.
“Kamu tinggal dimana sekarang?”tanya Cakka. Oik menunjukan alamat rumah kontrakannya. Cakka tidak terlalu hafal sudut kota Jakarta karena baru seminggu dia tinggal di Jakarta setelah sekian lama. Mobil yang di kendarai Cakka memasuki jalanan sempit, membuatnya agak kaget jika Oik tinggal di perumahan kaya gini. Sesampainya di ujung jalan mobil Cakka terpaksa berhenti, karena mobilnya tidak bisa masuk kegang yang sempit.
“Makasih ya udah nganterin aku pulang”ucap Oik setelah turun dari mobil Cakka. “Tidak perlu berterima kasih segala. Aku boleh kan mampir ke rumahmu”tanya Cakka.
“Tentu saja boleh, tapi beneran nih kamu tidak apa-apa?”Oik memastikan Cakka, takutnya jika pria itu risih melihat rumah yang ditempati Oik.

Cakka mengikuti Oik menyusuri gang yang sempit, antara rumah satu dan yang lainnya berdempetan. Cakka tidak menyangka Oik tinggal di tempat yang menurutnya tidak layak huni padahal orang tua Oik juga orang berada. Mereka sampai di sebuah rumah kecil bercat coklat.
“Jadi selama ini kamu tinggal di sini”kata Cakka tidak percaya.
“Tidak. Baru saja empat bulan yang lalu. Masuk dulu yuk”jelas Oik sambil mempersilahkan Cakka masuk.
“Oik”panggil seseorang dari luar, ternyata itu adalah tetangga sebelah rumah Oik.
“Kamu sudah pulang ya. Aku cuman mau mengantarkan Lani, dia sedang tidur”Cakka agak kaget melihat ternyata Oik sudah memiliki anak.
“Kenapa tidak bilang kalau kamu sudah menikah dan memiliki anak. Aku kan jadi nggak enak jika harus mampir ke rumahmu, entar suami kamu marah lagi”ujar Cakka. Oik tersenyum pahit membuat Cakka bingung.
“Tidak perlu khawatir gitu. aku tinggal sendirian kok disini sama Lani”Cakka semakin tidak mengerti dengan ucapan Oik.
“Maksud kamu apa? Aku masih tidak mengerti”tanya Cakka.
“Kamu tau kan kalau aku dan Alvin dulu berpacaran. Dan membawa hubungan kami ke pernikahan”jelas Oik, Cakka mengangguk mengerti. Kemudian Oik mulai bercerita dari awal pernikahannya dengan Alvin dan memiliki seorang anak yang tidak pernah diakuinya, hingga perceraiannya yang harus menjadi solusi atas semua masalah antara dia dan Alvin.

“Aku tidak menyangka Alvin akan berbuat seperti itu padamu, padahal kalian dulu romantic sekali. Sabar ya”Cakka berusaha menghibur Oik.
“Iya. Sekarang aku sudah terbiasa hidup tanpa Alvin dan mengurus Lani sendirian”Lani mulai terbangun saat mendengar suara Oik dan Cakka yang sedang mengobrol.
“Heyy….anak Mama sudah bangun ya?”kata Oik senang sambil mengecup pipi putrinya tersebut.
“Dia cantik dan imut Ik, mirip sekali dengan kamu”jelas Cakka, Oik jadi heran banyak yang bilang Lani persis dirinya. Hal itu mungkin yang membuat Alvin tidak yakin Lani bukan anaknya karena tidak mirip dengannya.
“Lucu sekali. Bolehkah aku menggendongnya”pinta Cakka. semua orang yang melihat Lani selalu ingin menggendongnya andaikan yang meminta itu adalah Alvin betapa senangnya dia.
“Oh ya Oik aku harus pulang dulu udah sore ini”pamit Cakka kemudian menyerahkan Lani pada Oik.
“Oh ya. Makasih udah mau mampir kesini”ucap Oik senang.

Semenjak kejadian itu Oik sudah mulai akrab dengan Cakka, begitu pula dengan Lani. Terkadang Cakka juga mengantar Oik ke kantornya, Oik juga tidak keberatan selama dia bekerja Cakka membawa Lani ke rumahnya dan meminta pembantunya untuk mengasuh Lani. Dan setiap sore Oik menjemput Lani di rumahnya Cakka.
Cakka juga mulai senang ia bisa begitu dekat dengan Oik, karena sesungguhnya dia menyimpan rasa suka pada Oik semenjak SMA namun tidak berani mengungkapkan karena Oik lebih memilih Alvin. Kini kesempatannya untuk lebih dekat Oik, dan tidak masalah dengan status Oik yang single parent. Kini Lani sudah berusia setahun Cakka mulai mengajarinya untuk memanggilnya Papa.

^^^
Berakhir sudah pencarian cintaku…Jiwa ini tak lagi sepi…Hati ini telah ada yang miliki…

Suatu hari di pertengahan bulan Mei Cakka mengajak Oik dan Lani ke sebuah taman kota.
“Kenapa kamu mengajari Lani untuk memanggilmu Papa?”tanya Oik bingung, setiap kali ketemu Cakka putrinya itu selalu memanggilnya Papa.
“Memangnya kenapa? Lagipula nanti Lani juga bakalan jadi anakku kan”Oik kaget mendengarkan penjelasan Cakka barusan.
“Maksud kamu apa?”tanya Oik tidak mengerti.
Cakka menggengam jemari Oik, menyakinkan wanita yang sudah lama di cintainya tersebut.
“Maukah kamu menikah denganku?”Cakka mengeluarkan kotak kecil dalam sakunya dan membukanya yang ternyata isinya adalah dua pasang cincin.
“Menikah?”.
“Iya”
“Tidak. Eh…maksudku tidak semudah itu Cakka, lagian status kita sudah berbeda”tolak Oik secara halus.
“Aku tidak mempermasalahkan status kamu yang sekarang, lagipula apa kamu tidak kasihan sama Lani dia masih kecil”ucap Cakka meyakinkan Oik.
“Bukan…Bukan seperti itu yang aku maksud. Lagian masih banyak kan gadis lain yang masih single dari pada aku”.
“Aku tidak menyukai gadis manapun selain kamu Oik, bahkan rasa ini sudah ada sejak kita masih SMA”.
“Kenapa meski aku?”tanya Oik.
“Karena aku mencintaimu, Oik”Cakka menggengam jemari Oik semakin erat dan kedua mata mereka saling berpandangan.
“Maaf aku tidak bisa memberikanmu jawaban sekarang. Aku butuh waktu untuk berfikir”sebenarnya Oik mau saja menikah dengan Cakka lagian pria mana lagi yang mau menikah dengan Single Parent sepertinya, tapi di lain sisi apakah orang tua Cakka mau menerimanya.
“Tidak masalah aku akan tunggu jawabanmu. Kapanpun kamu siap”.



Oik tidak memikirkan jawaban apa yang harus dikatakan pada Cakka, ia sedang sibuk mengerjakan proyek di perusahaannya. Sementara Obiet ingin ketemu dengan Oik namun tidak ada waktu untuk ngobrol berdua, lagipula dia ragu apakah Oik mau menerimanya atau tidak. Mencari waktu yang tepat untuk mengungkapkan.
Dan tetangganya mulai menanyakan dimanakah Ayahnya Lani karena melihat Oik yang hanya tinggal berdua saja. Memang benar dia memang harus menikah lagi, lagipula Alvin juga sudah menikah dengan perempuan yang sudah membuat rumah tangganya hancur.
Kali ini Oik mengajak Cakka kesebuah taman tanpa membawa Lani, tempat dimana dia dan Alvin dulu menghabiskan waktu bersama ketika masih berpacaran. Oik ingin mengulang masa-masa itu meskipun bukan bersama Alvin.
“Aku mengajakmu kesini, karena aku akan memberikan jawaban kepadamu”jelas Oik tanpa ragu.
“Sungguh”kata Cakka sudah tidak sabar menunggu jawaban Oik.
“Iya. Mungkin kini saatnya aku membalas perasaanmu itu padaku”ucap Oik. “Aku mau menikah denganmu, lagian bener perkataanmu tempo lalu kalau Lani butuh seorang Papa”lanjutnya. Sebuah senyum mengembang dibibir Cakka saat mendengar jawaban Oik.
“Terima kasih Oik”kata Cakka senang sambil memasang sebuah cincin di jari manis Oik, begitu pula sebaliknya.
“Tapi…”masih ada yang menganjal didalam pikiran Oik. “Kalau soal Papa dan Mama kamu tidak usah khawatir, mereka menyetujuinya kok”jawab Cakka langsung, perasaan Oik mulai lega.
Hari itu tepat tanggal 7 Juni Cakka bertunangan dengan Oik di sebuah taman, tempat dimana Oik dan Alvin juga melakukan hal yang sama. Apakah di dalam hati kecil Oik dia masih mencintai Alvin? Entahlah hanya waktu yang bisa menjawabnya.

Tiba diriku di penghujung mencari cinta…Hati ini tak lagi sepi…Kini aku tak sendiri…


Setelah itu Cakka mengajak Oik beserta Lani tinggal dirumahnya. Oik memang wanita yang rajin pagi-pagi sekali dia sudah bangun menyiapkan sarapan pagi untuk Cakka meskipun sudah ada pembantu, begitu pula Lani yang sudah bangun pagi dan meminta Mamanya untuk memandikannya. Setelah semuanya selesai kini saatnya membangunkan Cakka yang masih tertidur, membawakan segelas susu hangat. Lani mengikuti Mamanya untuk membangunkan Cakka.

Akhirnya Obiet memiliki waktu untuk ngobrol dengan Oik di Caffe dekat kantornya. Sepertinya Obiet tidak sabar ingin mengatakan sesuatu yang sudah lama ia simpan pada Oik.
“Ada sesuatu hal penting yang ingin aku bicarakan padamu”ucap Obiet memulai pembicaraan.
“Katakan saja aku siap mendengarnya”kata Oik sambil mengaduk-aduk jus jeruknya.
“Aku mengajakmu kesini karena aku ingin…”Obiet menggantungkan kalimat terakhirnya membuat Oik bingung.
“Ingin apa Biet?”tanya Oik ingin tau.
“Maukah kamu menikah denganku Oik”jelas Obiet sambil menunjukkan sebuah cincin. Oik terdiam sesaat antara kaget dan tidak percaya, menarik nafas dalam-dalam sebelum berkata.
“Menikah denganmu?”tanya Oik memastikan mungkin saja dia salah dengar. “Iya”Obiet mengangguk yakin.
“Tapi maaf sebelumnya Biet. Aku tidak bisa menikah denganmu”.
“Kenapa?”tanya Obiet.
Oik terdiam. “Aku tidak mempermasalahkan status kamu yang single parent itu”.
“Bukan…Bukan soal itu”.
“Lantas?”.
“Karena aku sudah bertunangan dengan orang lain, Biet”jelas Oik sembari memperlihatkan cincin yang melingkar di jari manisnya.
“Maaf aku tidak bisa menikah denganmu”.

Hancur hati Obiet saat mendengar penjelasan Oik, seandainya dari awal dia punya keberanian untuk mengungkapkan. Mungkin kini Oik akan menjadi miliknya, menurutnya betapa beruntungnya lelaki yang akan menikah dengannya.
Oik merasa tidak enak dan bersalah pada Obiet, tapi harus bagaimana lagi. Mendingan membatalkan yang belum terjadi dari pada yang sudah terjadi. Semenjak kejadian itu sikap Obiet menurut Oik agak berubah.
Kini Oik harus belajar untuk mencintai Cakka dan menikah dengannya bukan karena demi Lani saja, tapi untuk dirinya juga. Usia 24 tahun masih terlalu muda untuk hidup sendiri.
Tepat pada tanggal 20 November 2011. Oik dan Cakka melangsungkan pernikahan mereka dengan sederhana karena Oik yang memintanya. Obiet dengan berat hati datang kesana.
“Selamat ya Oik”kata Obiet sambil menyalami Oik.
“Terima kasih ya kamu sudah mau datang kesini”ucap Oik senang.
Obiet langsung pulang dia tidak mau berlama-lama disana, hanya bisa tersenyum pahit melihat Oik kini sudah menjadi istri orang lain lagi.

Saat aku mencoba merubah segalanya…Saat aku meratapi kekalahanku…Selama aku masih bisa bernafas…Masih sanggup berjalan...Dengarkan aku ku merindukanmu…

Setelah resmi menikah, Cakka membelikan sebuah rumah untuk Oik sebagai hadiah pernikahan mereka. Rumah itu malah lebih besar daripada rumah yang pernah dibeli Alvin.
Malam harinya Cakka dan Oik menginap disebuah hotel untuk menghabiskan malam pertama mereka.
“Kenapa meski di hotel sih, dirumah kan juga tidak masalah”kata Oik pada Cakka.
“Biar tidak ada yang mengangu kita”jelas Cakka sambil tersenyum. Dulu pernikahannya yang pertama Alvin juga mengajaknya menginap di hotel pada malam pertamanya.
“Terserah deh”
“Buruan mandi sana”suruh Cakka sambil melemparkan handuk. Oik mendekati Cakka dan mencium bibir pria itu dengan mesra, sebelum akhirnya beranjak ke kamar mandi.

Setelah selesai Oik keluar dari kamar mandi hanya dengan berbalutkan handuk ditubuhnya, mendekati Cakka yang duduk di atas kasur.
“Aku sudah selesai mandi sekarang”Oik memegang lengan Cakka. “Aku sudah tidak sabar melakukan ini padamu”kali ini tangan Oik berpindah membuka seluruh kancing kemeja Cakka, kemudian melepas pakaian suaminya tersebut.

“Iya karena kamu sudah pernah melakukannya kan”Cakka menaikan tubuhnya diatas kasur, lalu di ikuti Oik.
“Kali ini aku harus melakukannya lagi denganmu”kata Oik senang, Cakka segera menarik handuk yang menutupi tubuh Oik. Kini Cakka bisa melihat seluruh tubuh Oik tanpa busana.

Kemudian Oik menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. “Tidak masalah bagiku kalau aku yang kedua”Cakka menarik kembali selimut yang menutupi tubuh Oik. Kali ini malah nyali Oik yang ciut.

“Kamu tenang saja nggak sakitkan. Lagian kamu sudah pernah melakukannya”rayu Cakka sambil menciumi bibir Oik dengan gemas.
Oik melepaskan bibirnya dari Cakka“Bukan masalah aku. Tapi kamu yang belum pernah melakukannya”.
“Aku tidak mempermasalahkan itu Oik. Kamu tidak usah meragukanku”Cakka kemudian memeluk Oik dan menciuminya lagi dengan gemas. Napas hangat Cakka menggelitik di leher Oik. Membuatnya terkekeh geli.

“Ah, Cakka…Mmm…”.
“Aku sayang kamu”Cakka mulai membaringkan tubuh Oik ke kasur di ikuti dirinya dan menutupi tubuh mereka dengan selimut. Keduanya saling berpangutan. Oik meremas tubuh Cakka hingga membekas bagaikan luka cakaran yang panjang.

Malam itu begitu indah seperti taburan bintang di gelapnya langit hitam malam. Sinar rembulan menjadi penerang bumi kala dimalam hari. Hanya suara televise dengan volume keras yang terdengar.


____Bersambung____