Rabu, 26 Oktober 2011

Istri Untuk Suamiku Cerpen

Seorang wanita berusia 23 tahun sedang berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan perasaan gelisah. Ia semakin mempercepat langkahnya hingga berhenti di ujung lorong menuju kamar nomor 142. Membuka handle pintu, didalam sudah ada wanita paruh baya duduk didekat ranjang. Di atas ranjang itu sedang terbaring lemah tak berdaya, cowok berusia 15 tahun.

“Bu. Gimana keadaan Ray sekarang? Tadi dokter bilang apa?”tanya wanita itu cemas. Wanita paruh baya tersebut tidak menjawab, hanya suara isakan tangis yang keluar sebagai jawaban.
“Tolong jawab Oik, bu?”wanita bernama Oik itu duduk disamping ibunya.
“Tadi…huhuhuhu…dokter bilang…huhuhu…Ray harus segera di operasi”ucap ibunya sambil terisak menahan tangis. “Dan biayanya itu tidak sedikit Ik, sekitar 120 juta”lanjutnya pasrah.

Oik tersentak mendengar penjelasan ibunya, 120 juta? Uang sebanyak itu apakah bisa didapat dalam waktu singkat? Bahkan gajinya perbulan dikumpulkan dengan tabungannya tidak akan cukup. Tapi Ray tidak bisa menunggu terlalu lama, adiknya itu harus segera di operasi.

“Kita akan dapat uang sebanyak itu dari mana Ik?”ucap ibunya putus asa.
“Asalkan demi kesembuhan Ray, bu. Oik akan carikan uang itu”ucap Oik yakin. Yakin karena berusaha menghibur ibunya agar tidak sedih, entah bagaimana ia akan dapatkan uang sebanyak itu.


Sementara di rumah sakit yang sama, namun di ruangan berbeda. Seorang wanita 24 tahun terbaring koma di ruang ICU. Disampingnya dengan setia, seorang pria menemani wanita itu. Perasaanya sangat sakit, sama sakitnya dengan raga wanita itu. Saat ini istrinya sedang berjuang bertaruh nyawa melawan penyakitnya. Dokter yang menangani wanita itu memasuki ruangan, menyarankan pria itu agar tidak terlalu lama di dalam ruang ICU.


Setelah di luar ruang ICU. Ia pun mengikuti langkah sang dokter menuju ruangannya, spesialis penyakit dalam.

“Bagaimana dengan keadaan istriku Iel. Seberapa lama lagi dia bisa bertahan?”tanya pria tampan itu. Meskipun usianya sudah memasuki 25 tahun namun wajahnya masih terlihat cakep sama kaya masih muda dulu.
“Silahkan kamu duduk dulu, Cakka”dokter bernama Gabriel Damanik itu menyuruh pria yang bernama Cakka itu duduk. Ia pun menurut.
“Berat sebenarnya bagiku mengatakan ini kepada kamu. Namun Shilla hanya memiliki waktu tidal lebih dari setahun untuk bertahan kecuali jika dia mendapat donor jantung”Gabriel membolak-balik map yang berisi data kesehatan pasiennya.
“Tolong lakukan yang terbaik untuk istriku, Iel. Berapapun biayanya akan aku bayar”pinta Cakka pada dokter Gabriel agar istri yang di cintainya itu sembuh.
“Bukan soal biaya. Tapi sulitnya mencari seorang pendonor, aku sudah menghubungi pasar gelap untuk mencarikan donor jantung untuk Shilla. Namun hasilnya nihil”ucap Gabriel putus asa sama halnya seperti Cakka.
“Kalaupun dapat itu belum tentu cocok. Belum lagi urusannya dengan hukum, sekarang ini perdagangan organ manusia dilarang pemerintah”.
“Apa tidak ada jalan lain, Iel? Selain transpalantasi”tanya Cakka lagi.
“Itu jalan satu-satunya Cakka. Lagipula kini jantung Shilla hampir tidak berfungsi. Obat-obatan itu hanya bisa meredakan rasa sakit bukan menyembuhkan. Dan transpalantasi jantung adalah jalan satu-satunya”jelas Iel dengan telaten kepada Cakka.



Cakka keluar ruangannya dokter Gabriel, ia sudah tidak mau lagi dengar penjelasan dokter itu, lebih banyak lagi tentang kondisi istrinya tersebut. Ia berjalan kembali keruang tempat dimana Shilla istrinya itu dirawat.
Kali ini Cakka hanya menatap tanpa bisa menyentuh istrinya itu dari balik kaca ruang ICU.


“Kapan kamu sadar sayang. Aku sudah rindu dengan semua tentang kamu”hanya kata itu yang mampu keluar dari bibir seksinya.
Seakan mendengar suara suaminya, tangan Shilla yang lemas itu mulai bergerak perlahan. Cakka mengamatinya namun gerakkan itu terulang lagi, betapa senangnya dia melihat wanita sudah mulai menunjukkan kesadarannya. Ia bergegas kembali keruangan dokter Gabriel memberitahu bahwa Shilla menunjukkan tanda-tanda kalau dia akan sadar.

“Bener Iel, tadi aku sempet lihat tangannya bergerak”Cakka berusaha menyakinkan dokter Gabriel. Sampilah mereka berdua di depan ruang ICU.

Ketika dokter Gabriel dan Cakka memasuki ruangan, Shilla sudah sadar sepenuhnya. Gabriel segera memeriksa keadaan wanita itu, Cakka berdiri disamping istrinya.
“Ini sungguh luar biasa karunia tuhan. Keadaan Shilla tiba-tiba stabil, Cakka”kata Gabriel setelah memeriksa Shilla.
“Aku kenapa ada disini?”tanya Shilla lemah.
“Kamu sudah seminggu koma, sayang. Tapi sukurlah sekarang kamu sudah sadar untuk aku”Cakka menjelaskan sembari mencium kening istrinya itu.


Shilla akhirnya di pindahkan ke ruang perawatan biasa karena kondisinya tidak terlalu mengkhawatirkan untuk berlama-lama di ruang ICU.
Setelah beberapa hari kondisinya mulai membaik. Shilla minta untuk pulang saja, ia tampaknya tidak senang berlama-lama di rumah sakit. Dokter Gabriel pun mengijinkannya, mungkin saja suasana rumah bisa memberikan kenyaman baginya yang bisa berpengaruh pada ke stabilan kondisi Shilla.


^^^

Oik sedang berada di ruang administrasi rumah sakit tempat adiknya di rawat.

“Jadi berapa uang muka yang harus saya bayar dulu . Agar adik saya dapat melakukan operasi?”tanya Oik antusias.
“Anda harus membayar sekitar 50 juta dulu, sisanya bisa dibayar setelah pasien menjalani operasi”jelas suster yang bertugas sebagai administrasi.
“Apa 50 juta?”kata Oik terkejut padahal uang yang ia bawa saat ini jumlahnya tak sebanyak itu.
“Apa tidak boleh kurang ya sus, saya saat ini hanya punya uang 10 juta saja”.
“Maaf ya bu. Tapi ini sudah prosedur dari rumah sakit, kami tidak bisa melakukan operasi jika anda belum membayar sejumlah tadi”jelas sang suster lagi.
“Kalau gitu saya bayar dulu segini dulu sus, 40 jutanya nyusul”Oik menyerahkan amplop berisi uang itu pada suster tersebut.
“Baiklah. Kalau gitu silahkan tanda tangan disini”suster itu menyerahkan kwitansi bukti pembayaran pada Oik. Setelah menanda tangani Oik segera keluar ruangan.


“Gimana Ik? Suster tadi bilang apa?”tanya ibunya sudah tidak sabaran.
“Oik harus membayar uang mukanya sekitar 50 juta agar Ray bisa di operasi. Sementara uang yang Oik punya hanya 10 juta saja. Jadi Ray belum bisa melakukan operasinya itu”terlihat kesedihan lagi diwajah wanita paruh baya itu.
“Ibu tenang dulu ya. Oik akan berusaha pinjam uang itu demi Ray”.


^^^

Beberapa hari kemudian…
Oik belum juga mendapat pinjaman uang sebesar 40 juta. Itu baru 40 juta buat uang muka belum yang 70 juta yang harus ia bayar setelah adiknya itu selesai di operasi. Oik ingin sekali meminjam uang pada Debo kekasihnya itu, namun ia tidak mau merepotkan lagipula selama ini Debo sudah banyak membantu dia dan keluarganya.


Di kantornya, kerjaan Oik hanya melamun saja, namun matanya tetap berfokus pada layar komputer didepannya itu. Sampai tidak menyadari kalau bosnya itu sudah berdiri disampingnya.


“Oik!!!”panggilnya sekali lagi, namun Oik tidak menoleh juga. Hingga ia putuskan untuk menepuk pumdak wanita itu.
“Oik. kamu sedang melamun apa?”tanya sambil memiringkan kepalanya untuk menatap wajah karyawannya itu. Oik akhirnya tersadar dari lamunannya.
“Eh… bu Shilla, maaf saya tidak melihat anda tadi. Ada perlu apa bu?”tanya Oik.
“Kamu melamun!!! Apa ada masalah?”tanya balik Shilla. Oik terdiam sesaat, kemudian menemukan percakapan yang pas agar atasannya itu tidak bertanya tentang masalah yang ia hadapi.
“Ibu sudah sehat sekarang. Kapan pulang dari rumah sakit, maaf saya belum sempet menjengguk”.
“Tidak masalah Oik. Kamu kalau ada masalah cerita saja jangan sampai melamun kaya tadi, itu tidak baik”rajuknya tidak menjawab pertanyaan Oik.
“Jika ada masalah ceritakan saja ke saya. Mungkin saya bisa bantu”tawar Shilla tidak keberatan, lagipula Shilla itu atasan yang loyal pada karyawannya, jika ada salah satu karyawan yang membutuhkan uang yang mendesak ia tidak segan-segan untuk meminjamkannya. Lagian buat apa ini semua jika nantinya akan ia tinggalkan.



“Tapi tidak enak kalau ngomong disini, bu”Oik setengah membisik, ia pun terpaksa minta bantuan Shilla karena keadaanya mendesak.
“Baiklah. Kita bicara saja di ruangan saya”Shilla beranjak dari meja bilik Oik.
Oik mengikuti Shilla berjalan ke ruangan atasannya itu.
“Begini bu. Kalau tidak dalam keadaan mendesak saya tidak akan meminta bantuan ibu”Oik mulai mengutarakan niatnya itu.
“Katakan sajalah, apa yang kamu butuhkan. Saya siap membantu”kata Shilla langsung.
“Saya mau pinjam uang sebesar 40 juta untuk…”ucapan Oik terpotong.
“Pinjam uang 40 juta?”ulang Shilla, Oik mengangguk. “Buat apa uang sebanyak itu Oik?”tanya Shilla heran karena Oik meminjam uang sebanyak itu.
“Saya butuh uang itu untuk operasi Ray, adik saya”jelas Oik merasa tidak enak sendiri dengan Shilla karena atasannya itu juga baru keluar dari rumah sakit.
“Operasi? Operasi apa?”tanya Shilla ingin tau, ia mulai merasa iba dengan Oik. Adiknya Oik tidak bisa operasi karena terkendala biaya, sementara dirinya tidak mendapat donor jantung padahal dari segi biaya tidak ada masalah.
“Operasi jantung, bu. Sejak kecil adik saya menderita kelainan jantung, kini dia harus di operasi” penjelasan Oik membuatnya matanya mulai berkaca-laca , nasib dirinya dan Ray itu sama.
“Kalau untukku itu saya akan bantu Oik. berapa memangnya uang yang kamu butuhkan untuk operasi adik kamu?”tanya Shilla sambil mengeluarkan cek.
“1 20 juta, bu”jelas Oik singkat. Shilla langsung menulis nominal yang disebutkan Oik di atas cek tersebut.
“Ini. Kamu bisa ambil uang itu di bank, agar adik kamu bisa melakukan operasi”Shilla menyodorkan cek itu ke tangan Oik.
“Beneran ini bu”seakan tidak percaya dengan apa yang di terimanya, Oik membaca ulang cek itu nominal 120 juta bisa ia ambil di bank sekarang juga.
“Kamu tidak perlu mengembalikan uang itu, Oik. Asal kamu mau memenuhi semua permintaan saya nantinya”pinta Shilla.
“Permintaan apa itu, bu?”tanya Oik bingung. Shilla tau Oik tidak akan mungkin bisa mengembalikan uang sebanyak itu padanya, mungkin ini salah satu cara agar rencana dari keinginannya bisa tercapai.
“Tapi tidak sekarang saya kasih tau. Tapi kamu bisa menyanggupinya kan Oik?”tanya Shilla menyakinkan.
“Insyallah…saya akan menyanggupinya. Jika saya mampu”


Oik segera menuju bank untuk mencairkan cek tersebut, setelah uang 120 juta itu ditangannya ia segera menuju rumah sakit, melunasi uang administrasi untuk pengobatan Ray. Melihat anaknya yang bisa mendapatkan uang, ibunya senang sekali.


Sementara Shilla pulang ke rumahnya, Cakka sudah ada di rumah menyambutnya dengan cemas.

“Kenapa ke kantor sih. Kamu kan perlu istirahat sayang”kata Cakka segera memeluk Shilla.
“Aku rindu sekali dengan suasana kantor”Shilla melepaskan dirinya dari tubuh Cakka.
“Tapi kamu butuh istirahat yang cukup. Dokter bilang kamu tidak boleh kelelahan”Shilla segera meletakkan telunjuknya dibibir seksi Cakka, memberi isyarat agar suaminya itu diam.
“Nanti malam kita ke taman dekat kota ya, tempat pertama kali kita ketemu. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan padamu”pinta Shilla.


^^^


Malam menjelang, Shilla dan Cakka menuju taman kota tempat pertama mereka bertemu. Sepertinya wanita itu sudah tidak sabar mengutarakan niatnya pada Cakka, suaminya.
Mereka duduk di salah satu bangku.

“Apa yang ingin kamu sampaikan padaku?”tanya Cakka tak sabaran sepertinya ini akan jadi hal buruk baginya. Tangannya sudah menggenggam jemari istrinya.
“Kamu sayang tidak sama aku”kata Shilla membuat Cakka bingung.
“Tentu saja dong sayang. Kenapa kamu tanya gitu sih”.
“Kalau kamu sayang sama aku berarti kamu mau kan memenuhi semua keinginanku tanpa terkecuali”kali ini mata Shilla menatap Cakka.
“Apapun itu, jika aku sanggup”.
“Kamu harus menyanggupinya karena ini demi kelanjutan hidup kamu setelah aku tiada nanti”ucap Shilla yakin, hatinya terasa perih kala mengucapkan semua itu.
“Tidak. Kenapa kamu bilang begitu sih, kamu pasti sembuh aku yakin itu”.
“Kamu tadi sudah bilang kan akan memenuhi semua keinganku. Kalau tidak mau berarti kamu tidak sayang lagi padaku”ucap Shilla sedih.
“Baiklah, apa sih keinganmu? Katakan saja langsung”Cakka akhirnya mengalah, ia tidak mau jika Shilla sedih yang akan membuat kondisi istrinya drop nantinya.
“Kamu mau kan menikah lagi dengan perempuan lain dan memiliki anak dengannya”Shilla mencoba menguatkan hatinya untuk dapat berkata seperti itu. Hening sesaat…
“Apa sih yang kamu bicarakan sayang? Ngaco tau nggak?”ucap Cakka kesal mendengar keinginan konyol istrinya itu.
“Aku serius Cakka. Lagipula kamu tidak mungkin mengharapkan memiliki anak dariku, kamu tau kan kondisiku saat ini”.
“Tidak…aku tidak mau menikah dengan perempuan manapun. Aku cuman cinta sama kamu, tolong jangan memintaku untuk melakukan itu”ucap Cakka berlutut di hadapan Shilla.


Shilla tertunduk, butir-butir air matanya jatuh membasahi wajah Cakka yang menghadapnya. Mungkin ini adalah jalan satu-satunya yang bisa ia lakukan agar suaminya bisa bahagia jika kelak dirinya pergi untuk selamanya.

“Aku yakin kamu pasti sembuh, dan nanti kita akan memiliki seorang anak. Dan hidup bahagia selamanya”jelas Cakka optimis.
“Itu tidak akan terwujud jika bersamaku. Kamu harus menikah lagi dengan perempuan lain, dan anak kamu dengan perempuan itu, akan jadi anakku juga, Kka”Shilla berusaha meyakinkan Cakka agar mau memenuhi permintaannya itu.
“Tapi kenapa harus dengan perempuan lain?”.
“Karena waktuku tidak banyak lagi untuk bersamamu, aku sudah menemukan perempuan yang cocok untuk menjadi pendamping hidupmu kelak jika aku sudah tiada”ucap Shilla penuh harapan
“Aku mau sebelum waktuku tiba. Kamu harus sudah bahagia dengan perempuan itu, jika perlu memiliki anak dengannya”Cakka sudah tidak mampu menjawab ucapan Shilla wajahnya tertunduk butiran air matanya sudah membasahi rerumputan dibawahnya.
“Kamu mau kan menyanggupinya demi aku?”Shilla berdiri, dan mengangkat wajah suaminya itu.
“Aku tidak mau melihatmu menangis, yang ku butuhkan adalah jawabanmu”Shilla menyuruhnya berdiri sejajar dengannya, menghapus air mata yang mengalir di pipinya yang chubby tersebut.


Cakka menguatkan hatinya untuk berkata ya, namun susah sekali. Tapi ia harus melakukannya jika hal itu bisa membuat istrinya bahagia.
“Baiklah aku mau, itu semua demi kamu”ucapnya yakin, Shilla menundukkan kepala Cakka sedikit dan segera mencium kening suaminya itu.

Rencana Shilla untuk meyakinkan Cakka sudah berhasil, kini giliran dia menyakinkan calon istri untuk suaminya tersebut.


^^^


Oik berdiri sambil mondar-mandir di depan ruang operasi. Hari ini Ray menjalani operasi. Sudah 2 jam lamanya Oik dan ibunya menunggu di luar dengan cemas.
Beberapa saat kemudian salah satu dokter keluar dari ruang operasi, Oik segera menghampirinya.

“Operasi berjalan dengan lancar, dan kondisi Ray mulai membaik”jelas dokter Riko, membuat Oik bernafas lega.

Rasa ketakutan akan kehilangan adiknya itu pupus sudah, justru yang ia pikirkan adalah permintaan Shilla tempo lalu. Membuatnya kepikiran terus.

Dan saat jam pulang kerja tiba, Oik mengemasi seluruh map yang ada di mejanya ke dalam tasnya, membawanya kerjaannya itu pulang. Hingga Shilla atasannya berjalan kearahnya.
“Sudah mau pulang Oik?”tanya Shilla.
“Iya nih. Bu”jelas Oik.
“Kamu bisa ikut saya sebentar, ada hal penting yang saya mau bicarakan sama kamu”Oik pun berjalan mengikuti langkah Shilla membawanya ke suatu tempat. Mereka berjalan menuju taman depan tak jauh dari gedung kantor.
Setelah mendapatkan tempat duduk yang nyaman dan teduh dibawah pohon, dan yakin tidak ada orang yang bakal menguping pembicaraannya. Shilla mulai mengutarakan niatnya pada Oik.

“Ik. Apa kamu sudah punya calon suami?”pertanyaan Shilla membuat Oik terdiam sesaat.
“Belum sih bu. Kenapa memangnya”Oik balik nanya.
“Apa kamu tidak ingin cepet menikah?”.
“Ya sebenarnya sih ingin, cuman calonnya belum ada…hehehe”ucap Oik sambil nyengir.
“Kalau begitu kamu mau kan menikah dengan Cakka”pinta Shilla, membuat Oik terdiam membisu di tempatnya. Apa menikah dengan Cakka?, batin Oik. Hanya satu yang ia ingat tentang nama itu. Yang tak lain adalah suami atasannya sendiri, ya Shilla memang beruntung menurut Oik memiliki suami yang tidak hanya orang berada namun tampan dan juga perhatian, Oik hanya pernah bertemu beberapa kali saja dengan Cakka, saat ia menjemput pulang bosnya tersebut.


“Cakka. Cakka suami ibu itu?”Oik mencoba meminta penjelasan dari Shilla, siapa tau kupingnya salah dengar, Shilla hanya menjawab dengan anggukan.
“Tapi itu tidak mungkin bu. Saya harus menikah dengannya”.
“Sekarang mungkin Oik. Kamu bisa kan menyanggupinya kan, lagian kamu sudah janji Ik akan memenuhi permintaanku”ucap Shilla yakin.
“Mana mungkin saya menikah dengan suami atasan saya. Lagipula saya tidak mau menyakiti perasaan ibu”Oik sebetulnya tidak mau memenuhi permintaan Shilla, kenapa malah jadi rumit seperti ini sih.
“Menyakiti perasaanku jika kamu merebut suami aku. Tapi kali ini aku yang memintannya padamu itu berarti aku tidak mungkin tersakiti. Justru kalau kamu menolaknya…”belum selesai Shilla ngomong sudah dipotong dengan Oik.
“Tapi saya tidak mau menikah dengan suami ibu. Saya sudah punya pacar, lagian suami ibu tidak akan menyetujuinya. Bagaimana tanggapan orang-orang nantinya?”
“Baru pacar kan belum suami kamu? Cakka sudah menyetujuinya. Ik jika kamu tidak mau memenuhi permintaanku ini, kamu harus mengembalikan uang itu hari ini juga dan kamu tidak perlu dengar gossip orang nantinya, lagipula jika aku mati Cakka berhak untuk menikah lagi”Shilla terpaksa mengancam Oik demi mendapatkan persetujuannya. Membuat Oik membisu kembali ditempatnya, mengembalikan uang 120 juta sekarang juga? Uang sebanyak itu tidak mungkin muncul dengan sendirinya (?). Tidak ada jalan lain mungkin itu jalan satu-satunya menurut Oik, tapi bagaimana perasaan kekasihnya itu. Bener-bener tidak ada jalan lain.
“Baiklah saya mau, jika itu keinginan ibu pada saya”ucap Oik terpaksa mengatakannya. Sebuah senyum terukir di bibir Shilla.

Beberapa hari setelah itu Shilla mengajak makan malam bersama di sebuah Restaurant, niatnya adalah memperkenalkan suaminya itu pada Oik sebelum menikah. Oik merasa tidak enak jika nantinya akan jadi orang ketiga di antara mereka, dan pasti orang beranggapan dia perebut suami orang.
“Nah sayang. Kenalkan ini Oik, perempuan yang akan menikah dengan kamu. Dia sesuai kan dengan kriteria kamu. Cantik, dan Oik ini orangnya baik setia pula lho”ucap Shilla senang, Oik hanya melirik sekilas wajah Cakka kemudian kembali menunduk.
“Ayo dong kalian saling berjabat tangan layaknya orang kalau kenalan”suruh Shilla. Oik mengangkat wajahnya untuk menatap suami atasannya tersebut.

Mata Oik dan Cakka saling bertemu. Deg…jantung Oik rasanya mau berhenti saat ini juga betapa tampan sekali dan berwibawa suaminya Shilla, yang sebentar lagi akan dinikahinya ini seperti mimpi disiang bolong.
Cakka mengulurkan tangannya, Oik juga mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Cakka. mulut Oik terasa kaku untuk menyebutkan namanya sendiri jadilah dia diam saja. Begitu pula Cakka, ia segera melepas tangannya dari Oik. Shilla tersenyum senang melihatnya.
“Kalian pasti canggung karena baru pertama bertemu, dan aku yakin nanti kalian akan akrab juga kok”ucap Shilla optimis.

Shilla menyuruh Cakka, agar mengajak Oik jalan-jalan untuk mengakrabkan diri. Namun saat Cakka pergi ia berpura-pura ketemu Oik.


Beberapa bulan berlalu setelah Shilla yakin kalau suaminya dan Oik sudah saling dekat. Ia menyuruh Cakka untuk segera menikah dengan Oik. Saat itu juga kondisinya kian memburuk. Dokter Gabriel bilang Shilla hanya bisa bertahan beberapa bulan saja.
Cakka terpaksa mengikuti semua keinginan Shilla itu, lagipula mertuanya Shilla ‘orang tua Cakka’ tidak keberatan jika anaknya menikah lagi. Toh istri anaknya yang sekarang tidak bisa memberikan seorang cucu padanya dan sebentar lagi akan meninggal *innalilahi* #lho? #Plakk.


Kedua orang tua Cakka tidak mempermasalahkan keadaan keluarga Oik, toh untuk apa harta dan semua kekayaannya itu bila menantunya itu tidak bisa memberikan keturunan padanya. Begitu pula dengan ibu Oik yang justru senang calon menantunya itu orang kaya.


Setelah melangsungkan pernikahan mereka secara tertutup dan sederhana, baik Cakka maupun Oik tidak ada yang senang dengan rencana ini. Mana mungkin Cakka bahagia diatas penderitaan istrinya, sementara Oik! apa yang harus ia katakan pada Debo kekasihnya itu?.


Sedangkan Shilla melihat itu dari kejauhan dengan perasaan sedih dan hancur melihat suaminya kini akan menjadi milik orang lain. Jika saja penyakit itu tidak hadir dalam dirinya mungkin saja saat ini dialah wanita paling bahagia dari wanita manapun. Namun tuhan punya rencana lain yang lebih indah untuknya.
Bahkan saat malam pertama pernikahan mereka, Oik dan Cakka tidak tidur bersama layaknya pasangan yang baru saja menikah. Shilla meminta Oik untuk tinggal dirumahnya yang nanti akan jadi rumahnya juga.


^^^



Seluruh karyawan tidak mengetahui jika Oik sudah menikah dengan suami atasannya itu. Apa jadinya jika mereka tau.
Siang harinya Debo menemui Oik saat jam istirahat kantor. Shilla yang mengetahuinya segera memperingatkan Debo.

“Mulai sekarang kamu tidak usah lagi ketemu dengan Oik. Dia sudah memiliki suami sekarang, tolong jangan gangu dia”tegur Shilla.
“Apa yang barusan anda bilang? Oik sudah memiliki suami???”ulang Debo mungkin saja dia salah dengar, Shilla menegaskan sekali lagi.
“Bener apa yang dibilang Shilla, Ik?”Oik hanya terdiam saat Debo meminta penjelasan yang sebenarnya pada Oik. “JAWAB IK???”bentak Debo, Oik hanya mampu menjawab dengan anggukan.
“Kamu dengar tidak penjelasanku tadi? Mending kamu putuskan dia, kamu tidak mau kan suami Oik marah”.
“Aku kecewa dengan kamu Ik, kenapa kamu tidak mengatakan dari awal. Mulai sekarang kita putus anggap saja kita tidak saling kenal”Debo segera meninggalkan Oik dengan perasaan hancur.
“Debo”lirih Oik menatap punggung lelaki tersebut.
“Kamu tidak usah sedih Ik, lagian kamu sudah menjadi istri Cakka. Tidak seharusnya kamu dengan pria lain”hibur Shilla.


^^^


Malam harinya Shilla sedang ngobrol dengan Cakka berdua di balkon atas rumah mereka, sementara Oik hanya berdiam diri di kamarnya.

“Permintaan kamu sudah aku penuhi sekarang”ucap Cakka.
“Iya. Terima kasih ya, sayang”ucap Shilla senang sambil mencium pipi suaminya.
“Tapi ada satu yang kurang. Kapan kamu memiliki anak dengan Oik? Jika kalian tidur tidak satu kamar begitu”pertanyaan Shilla membuat Cakka terdiam sesaat, dia menemukan sebuah ide.
“Kan bisa pakai bayi tabung jadi aku tidak perlu melakukannya dengan Oik. Lagipula aku tidak mau melakukan itu dengan perempuan yang sama sekali tidak aku cintai”Cakka memberikan saran, dan menolak permintaan aneh istrinya itu.
“Tidak. Aku tidak setuju dengan cara itu, lagipula itu hanya boleh dilakukan jika pasangan tersebut tidak bisa memiliki anak”tolak Shilla. “Kamu harus melakukannya dengan Oik agar kalian bisa memiliki anak”paksa Shilla agar Cakka menyetujuinya.
“Mana mungkin aku melakukan itu tanpa dasar rasa suka. Tolong kamu negrti’in itu”Cakka agak kesal dengan ide yang disarankan Shilla.
“Pokoknya kamu harus mau. Lagipula sekarang ini Oik adalah istri kamu yang sah”tegas Shilla.

Malam itu Cakka tidur dengan Oik, istri mudanya itu. Dan ia terpaksa melakukan hal itu dengan Oik tanpa dasar rasa suka, hingga beberapa kali.



^^^


Selama beberapa bulan ini keadaan Shilla dalam keadaan baik, mungkin ini semua karena perasaanya sedang senang. Cakka dan Oik mulai akrab tidak sekaku dulu, hal itu membuat Shilla lega.

Saat Oik memasak untuk makan malam Cakka membantunya, namun tidak ada canda’an di antara mereka. Shilla hanya mampu menatap sedih, namun dia harus senang bukannya itu yang dia mau. Melihat suaminya bahagia dengan wanita lain sebelum waktunya tiba.


Malam harinya ketiganya makan malam bersama. Masakan Oik enak sekali menurut Shilla.
“Kamu memang istri yang berbakat bisa masak juga, Ik”kata-kata itu tidak terlontar dari bibir Cakka, melainkan dari bibir Shilla.
“Terima kasih kak”kata Oik singkat.


Baru makan beberapa sendok saja perut Oik sudah mulai mual ingin muntah, ia menahan mulutnya dengan tangannya agar makanan yang barusan dimakan tidak keluar. Segera saja ia berlari menuju toilet. Shilla yang takut terjadi apa-apa dengan Oik segera menyusulnya, sementara Cakka sudah hilang nafsu makannya melihat Oik tadi. Ia juga memutuskan menyusul mereka.
“ Hooekhh.. Hoekkhh”Oik terus muntah diwastafel..
“Kamu kenapa Oik??”tanya Shilla setengah khawatir.
“ Nggak tau nih kak, perut aku rasanya mual sekali”jawab Oik kemudian muntah kembali.
“Mendingan kamu ke dokter saja ya, nanti kalau terjadi apa-apa denganmu bagaimana”saran Shilla.
“Nggak usah kak, mungkin aku hanya masuk angin saja”tolak Oik. “Tidak kamu harus ke rumah sakit sekarang”paksa Shilla, Oik hanya menurut.
“Kka, kamu antar ke rumah sakit ya. Aku tidak bisa ikut”suruh Shilla kepada suaminya itu. Cakka pun mengantarkan Oik ke rumah sakit.



Sesampainya di rumah sakit, dokter langsung memeriksa Oik. Beberapa saat kemudian dokter keluar dari ruangannya.

“Bagaimana keadaan istri saya dok? Apa dia baik-baik saja”tanya Cakka. Dokter mengulurkan tangannya sambil berkata.
“Istri bapak dalam kondisi baik kok. Selamat ya sebentar lagi anda akan menjadi seorang ayah. Saat ini istri anda sedang hamil, usia kandungannya sudah memasuki tiga bulan”ucap dokter memberikan penjelasan.
“Apa? Jadi istri saya sedang hamil sekarang. Serius kan dok”ucap Cakka setengah percaya. Dokter tersebut hanya mengangguk sebagai jawabannya


Entah perasaan Cakka harus senang atau tidak untuk saat ini. Senang karena ia akhirnya bisa memiliki seorang anak setelah sekian tahun menanti, tapi kenapa anaknya itu harus dari rahim wanita lain yang sama sekali tidak di cintainya, kenapa tidak di rahim istrinya, Shilla. Yang sangat di cintainya.

Setelah selesai di periksa Oik keluar dari ruangan dokter tangannya masih menggengam erat kertas hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa dia positif hamil, dan anak yang ada dalam rahimnya itu adalah buah cinta, dengan pria yang tidak ia cintai. Justru saat ini dia beranggap sudah melukai hati Shilla, yang sangat di hormatinya itu. Tapi mau gimana lagi ini semua sudah terjadi.

Dalam perjalanan pulang, didalam mobil baik Cakka maupun Oik hanya terdiam. Tidak ada yang berwajah senang saat dokter bilang mereka anak memiliki anak. Padahal dalam berumah tangga kehadiran sang buah hati adalah yang dinanti. Bagaimana mau senang coba? Jika semua itu dilakukan tanpa dasar rasa cinta, yang ada hanyalah keterpaksaan. Biarlah sang waktu yang akan menjawab sekaligus menunjukkan semuanya.

Sesampainya di rumah Shilla sudah menunggu mereka di ruang tamu. Ia sangat khawatir dengan keadaan Oik, padahal keadaannya malah lebih mengkhawatirkan. Oik hanya muntah-muntah saja Shilla sudah panik begitu. Menyambut Oik dengan beberapa pertanyaan setelah mereka memasuki rumah.

“Bagaimana dengan keadaan kamu, Oik. Apa kamu baik-baik saja?”tanya Shilla agak cemas.
“Sayang kamu tidak perlu mengkhawatirkan keadaan Oik, ia hanya…”ucap Cakka menggantungkan kalimat terakhirnya.
“Hanya apa?”tanya Shilla bingung. Cakka tidak menjawab begitupula Oik, kemudian Oik mengeluarkan amplop dari dalam tasnya menyerahkan pada Shilla.


Shilla menerimannya, lalu membuka amplop tersebut. Ternyata selembaran surat hasil pemeriksaan Oik, dan betapa kagetnya dia setelah membaca isi surat itu. Dalam surat itu menyatakan bahwa Oik Ramadlani wanita 24 tahun positif hamil.

Betapa perih hatinya sebentar lagi suaminya itu akan memiliki anak dengan wanita lain, yang artinya jika dia meninggal nanti pastilah Cakka akan bahagia dengan Oik dan anak mereka nantinya. Dengan begitu Cakka akan melupakannya, rasanya sesak sekali dadanya namun ia mencoba menguatkan dirinya bukankah itu yang dia mau.
“Kamu kenapa, sayang?”tanya Cakka cemas melihat Shilla terdiam membisu.
“Eh…tidak apa-apa kok. Aku senang saja akhirnya kamu akan memiliki seorang anak”ucap Shilla pura-pura senang.
“Permisi kak. Aku mau masuk dulu”kata Oik kemudian memasuki kamarnya.

Setelah tinggal berdua saja, Cakka mulai bicara pada Shilla. “Aku sudah memenuhi semua keinginanmu sekarang”kata Cakka datar.
“Terima kasih sayang, kamu sudah mengabulkan semua keinginanku”Shilla segera memeluk Cakka ‘Sebelum aku pergi, kamu sekarang akan hidup bahagia’lanjutnya dalam hati.


^^^


Keadaan Shilla akhir-akhir kian memburuk, sudah 18 kali dalam 5 bulan terakhir ini. Kali ini ia harus kembali terbaring koma di ruang ICU. Dengan setia Cakka menunggu disampingnya, Oik memasuki ruangan tempat Shilla dirawat. Mendekati ranjang tempat Shilla terbaring koma, dan duduk disebelah Cakka.

“Bagaimana kondisinya kak Shilla?”tanya Oik.
“Seperti yang kamu lihat sekarang tidak ada perubahan sama sekali”jelas Cakka terlihat kesedihan di raut wajahnya.


Seorang suster yang bertugas untuk mengontrol keadaan Shilla memasuki ruangan dan meminta mereka agar tidak terlalu lama di ruang ICU. Cakka dan Oik segera keluar.
Mereka duduk di bangku depan ruang ICU, namun saling berjauhan. Cakka akhirnya mendekat kearah Oik, mengajaknya mengobrol biar bagaimanapun Oik adalah istri sahnya tidak seharusnya dia tidak menganggap Oik. Apalagi kini wanita itu tengah mengandung buah hatinya yang sudah memasuki bulan ke delapan, terlihat dari perut Oik yang sudah besar. Dan sebentar lagi ia akan menjadi seorang ayah, apakah perasaannya ke Oik akan begini saja?.

“Biarpun kita ini sudah resmi sebagai suami istri, tapi kenapa perasaan kita seperti orang lain”Cakka mulai percakapan dengan Oik yang sejak tadi terdiam.
“Karena kita menikah tidak atas dasar saling suka, tapi karena keterpaksaan”entah jawaban itu meluncur begitu saja dari mulut Oik.
“Itu yang terjadi padaku saat harus menikah denganmu, terpaksa demi menuruti semua keinginan Shilla itu. Dia merasa kalau umurnya tidak lama lagi”sahut Cakka.
“Dan demi memenuhi keinginan kak Shilla, aku harus kehilangan orang yang aku cintai”.
“Shilla memang egois, dia hanya mementingkan perasaannya saja, tanpa memikirkan perasaan orang lain”umpat Cakka sedikit kesal.
“Awalnya aku juga berfikir seperti itu, tapi saat ini aku harus belajar mencintai kamu. Demi anak kita ini”Oik memberanikan dirinya untuk mengungkapkan isi hatinya saat ini, walau ia tahu Cakka tidak akan mungkin mencintainya. Cakka terdiam sesaat ucapan Oik barusan membuatnya berubah pikiran, memang benar kini dia harus mencintai wanita itu secara perlahan. Biar bagaimana pun Oik akan menjadi ibu dari anaknya kelak.

“Aku tidak berfikiran sejauh itu Ik”ucap Cakka agak bersalah pada Oik, tapi saat ini dia tidak memiliki rasa cinta pada wanita itu.
“Aku menyadari kok, kamu sama sekali tidak mencintai ku. Kalau anak ini lahir, kita pisah saja”Cakka tersentak dengan ucapan Oik, kenapa wanita itu tega sekali bicara seperti itu.

“Tidak akan Oik. Aku tidak mungkin menceraikanmu, biar bagaimanpun kamu adalah ibu dari anakku kelak”tolak Cakka. Oik membiarkan tangan Cakka menyentuh perutnya itu, bayi yang ada dalam kandungnya bergerak seakan merasakan sentuhan dari ayah mereka.
“Tapi buat apa ini semua di teruskan jika tidak ada perasaan cinta di antara kita”Cakka ingin menjawab ucapan Oik, namun tidak sempat karena dokter Gabriel menghampiri mereka.
“Cakka. Shilla ingin bertemu denganmu, beberapa menit yang lalu dia sudah sadar”jelas Gabriel memberitahu, Cakka segera memasuki ruang ICU di ikuti Oik.


^^^

Di dalam ruang ICU, Shilla sudah sadar sepenuhnya. Kini alat-alat yang menempel di tubuhnya sudah dilepas hanya tinggal respirator yang menempel di hidungnya, sebagai alat bantu nafas.
Sepertinya Gabriel sudah pasrah dengan kondisi Shilla saat ini. Cakka mendekati ranjang Shilla.
“Cak…hh..Cakka...hhh”panggilnya Shilla pelang dan terbata di iringin suara nafas yang memberat. Cakka membungkukan badannya agar bisa mendengar suara Shilla.
“Iya aku disini sayang”tangan Cakka meraih jemari Shilla, ia mulai merasakan sesuatu hal yang buruk akan terjadi pada istrinya.
“Pertama…hh…aku mau ngucapin…hh... ngucapin makasih buat kamu…udah…hh… mengabulkan semua keinginanku”Cakka mulai mengusap air mata yang mengalir dipipinya.
“Dan…kedua…Oik…hh…makasih juga kamu sudah…hh… memberikan anak pada suamiku ini, karena aku…hh…tidak akan mungkin bisa”pandangannya kini beralih ke Oik, matanya mulai berkaca-kaca.
"Dan.. hh.. Cakka.. kamu.. hh.. kamu lelaki terbaik.. hh.. yang pernah ada dalam kehidupan aku.. selain ayahku.. hh.. kamu lelaki…hh…yang aku cintai setulus hati…hh…” Cakka sesenggukan karena menangis. *ih lelaki kok cengeng kkkk~* #plakk #digamparCL’s.

“Cakkaa… hh…aku.. aku cinta sama kamu…cinta sekali…” ujar Shilla napasnya makin memberat. Tangan kanannya meraih jemari Oik sementara, tangan kirinya memengang jemari Cakka.

“Jika aku…hh…sudah tiada nanti…hh…kamu harus bahagia…hhh dengan Oik. Kalian tidak boleh bercerai…”tangan Shilla menyatukan jemari mereka. Cakka dan Oik saling berpandangan, tiba-tiba saja Shilla melepaskan tangannya dari jemari mereka. Bersamaan dengan datarnya garis di monitor, mata Shilla menutup. Untuk selamanya.

---------------------------------------------------------------


Setelah Shilla dimakamkan ditempat peristirahatannya yang terakhir, semua pelayat membubarkan diri, di kanan kiri makan banyak karangan bunga sebagai wujud duka, bukan hanya di makan namun juga di kantornya. Cakka masih enggan beranjak dari makam istrinya itu, tangannya masih memengangi batu nisan. Oik berdiri dibelakangnya.

“Cakka…Kita pulang sekarang, kayaknya sebentar lagi mau hujan nih”saran Oik. Dan memang cuaca hari ini mendung.


^^^

Rasanya sangat sulit bagi Cakka secepat itu melupakan Shilla, kini dia jadi agak pemurung dan pendiam berkali-kali ibunya menasehati agar tidak memikirkan orang yang sudah mati. Shilla adalah masa lalu yang harus dilupakan, kini dia harus belajar mencintai Oik sesuai pesan terakhir Shilla. Tapi rasanya sulit untuk mencintai Oik dalam waktu dekat, butuh waktu yang agak lama.


“Kamu harus melupakan Shilla. Dan belajar mencintai Oik”ucap ibunya.
“Apalagi sebentar lagi anak akan lahir”ucapan ibunya itu ada benarnya juga. Ternyata Shilla tidak sejahat yang ia kira, justru Shilla mencarikan kebahagian untuknya kala istrinya itu akan meninggalkannya untuk selamanya. Mungkin dia dan Shilla tidak berjodoh.
“Sekarang kamu temui Oik sana”suruh ibunya. Cakka segera menemui Oik yang duduk di kursi beranda rumahnya.


“Oik kamu sedang apa disini, malam-malam begini??”tanya Cakka kemudian duduk disampingnya.
“Cari angin saja lagian bosen juga di rumah terus”Oik menjelaskan.
“Sebaiknya kita masuk saja, nanti kamu sakit lagi. Itu bisa berdampak buruk nanti pada anak dalam kandunganmu”jelas Cakka mulai perhatian kepada Oik.
Saat hendak berdiri tiba-tiba saja perutnya terasa mulas di iringi sakit yang luar biasa seolah bayi yang ada didalam perutnya menendang-nendangnya.
“Awww”teriak Oik merintih sambil memegang perutnya. Cairan bercampur darah mengalir di kakinya.
“Oik kamu kenapa”ucap Cakka panik. Oik tidak menjawab, ia terus saja merintih menahan sakit.



^^^


Cakka segera membawa Oik ke rumah sakit. Dan dokter bilang Oik tidak apa-apa, ia hanya merasakan kontraksi yang biasanya terjadi pada wanita yang akan melahirkan.


Kini Cakka berdiri dengan gelisah di depan ruang bersalin. Dan berharap Oik dan bayinya akan baik-baik saja. Selama beberapa jam dua orang suster keluar dari ruang bersalin sambil membawa bayi.

“Selamat ya. Bayi anda lahir dengan sehat dan normal”jelas salah satu suster. Cakka agak bingung dengan suster yang satu lagi.
“Terus jika ini bayi saya. Yang satunya lagi siapa?”tanyanya.
“Oh ya saya lupa memberitahu. Bahwa anak anda terlahir kembar, cewek dan cowok”kini rasa duka kehilangan Shilla berganti dengan suka karena anaknya telah lahir, dua sekaligus. Cakka memasuki ruangan tempat Oik masih dirawat dengan menggendong bayinya yang cewek, sementara yang satunya ibunya yang membawanya masuk.


“Ibu bisa keluar sebentar tidak. Ada hal yang penting ingin aku bicarakan dengan Oik”kata Cakka pada ibu kandungnya.
“Tentu saja, nak”ibunya menyerahkan cucu yang cowok itu pada Oik. kemudian beranjak keluar.
“Kenapa kamu menyuruh ibu keluar”tanya Oik bingung. “Biar enak ngomongnya hehehe”.

“Sepertinya aku memang harus belajar mencintai kamu Ik. Tidak hanya demi permintaan Shilla, namun juga untuk aku dan anak kita, dan kamu tentunya. Tidak akan mungkin aku hidup sendiri dalam usia yang masih muda”Oik terharu dengan ucapan Cakka barusan.


“Aku cinta dan sayang kamu, Oik Ramadlani. Terima kasih sudah memberikanku seorang anak dua sekaligu”Cakka menundukkan kepalany untuk mencium pipi chubby Oik.
“Begitu pula aku”senyum terukir di bibirnya. “Jadi nama apa yang cocok buat anak kita?”tanya Oik, Cakka berfikir sebentar. Di otaknya sedang menyusun sebuah nama untuk dua buah hatinya.
Hening beberapa menit, dan akhirnya Cakka menemukkan nama yang cocok untuk keduanya.
“Bagaimana kalau Caca Tirani Nuradlani, itu nama untuk bayi kita yang cewek. Panggilannya Caca”.
“Bagus juga namanya. Terus yang cowoknya siapa?”tanya Oik lagi, Cakka berfikir sebentar.
“Hmm…kalau cowoknya. Eza Raka Grenda Nuradlani, panggilannya Raka”.
“Raka dan Caca, nama anak kita”.

Setelah beberapa bulan kemudian Cakka sudah mulai melupakan Shilla dan masa lalunya itu, apalagi dengan kehadiran sang buah hati membuatnya mulai mencintai Oik. Begitu pula keluarga Oik yang kini sudah tidak tinggal di rumah yang dulu, Oik membelikan rumah yang layak huni untuk Ray dan ibunya.


Kini Oik menjadi pemimpin di perusahaan Shilla, yang di wariskan kepadanya karena Shilla sudah tidak memiliki keluarga maupun kerabat dekat lagi, orang tuanya meninggal dalam kecelakaan, dan tidak memiliki saudara.
Sekarang Cakka sudah hidup bahagia bersama keluarga barunya selamanya.


____ENDING____

4 komentar:

  1. wewwww seruuu, mantaaaapss,, ni baru cerita, dari awal sampe akhir nyambung gak ada kata2 yang di lewati, seperti kehidupan sehari-hari,,tapi capek juga bacanya,,,bikin ngantuk hehehe, I LIKE,,
    berkarya yang lebih bagus lagi gan, aku tunggu cerita berikutnya,,, ^_^

    BalasHapus
  2. Baguuuuuuus n terharuuu. Capek bacanya.

    BalasHapus