Selasa, 18 Oktober 2011
Ku Temukan Penggantinya
Kesakitanku bertambah pahit…Ketika harus aku akui…Aku menahan rasa cintaku untukmu…Namun kau tak ada…
Seorang wanita berusia 23 tahun berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan menggendong babynya yang masih berusia 3 hari. Wajahnya wanita itu terlihat sedih dan kecewa saat dia melahirkan anak pertamanya, suaminya tidak ada disampingnya.
Mengambil ponsel di tasnya dan segera memencet salah satu nomor, menelpon salah satu supir pribadinya.
“Pak Budi sekarang bisa jemput saya dirumah sakit”kata wanita tersebut pada supirnya.
“Baiklah saya tunggu, jangan terlalu lama ya, Pak”wanita itu mengakhiri pembicaraan via telpon dengan supirnya.
Dilihatnya sekali lagi wajah babynya yang sangat cantik dan mungil itu persis dirinya hanya bibirnya yang mirip dengan sang ayah.
“Sabar ya sayang sebentar lagi kita akan pulang ke rumah dan kamu akan segera bertemu dengan Papamu itu”jelasnya sambil mengusap wajah mulus babynya.
“Ny Oik Ramadlani”panggil salah satu suster yang bertugas sebagai resepsionis, wanita itu berdiri sambil membawa babynya menuju resepsionis.
“Silahkan tanda tangan disini”suster itu menunjuk selembar kertas bukti pembayar perawatan dan persalinan Oik selama di rumah sakit.
Seorang lelaki tiba-tiba menghampiri Oik.
“Hai Oik”sapa orang tersebut kemudian duduk disampingnya.
“Eh hai juga Obiet, sedang apa disini?”ternyata orang itu adalah Obiet Panggrahito bos ditempat Oik bekerja.
“Ini lagi mengurus Asuransi kesehatan untuk para karyawan”Obiet menjelaskan, melihat Oik yang sedang sendirian ia mulai bertanya. “Kok sendirian disini?”.
“Iya ini lagi menunggu supir untuk menjemputku”jelas Oik.
“Menunggu supir? Memangnya suami kamu kemana?!”tanya Obiet membuat Oik sedikit murung.
“Eh maaf kalau pertanyaanku menyinggung mu”kata Obiet merasa tidak enak.
“Tidak apa-apa. Lagian aku berharap Alvin segera kesini agar dia melihat anaknya”sekali lagi Oik memandang wajah anaknya.
“Dia cewek atau cowok?”tanya Obiet. “Cewek”jelas Oik singkat.
“Boleh aku menggendongnya sebentar Ik?”pinta Obiet saat melihat anak Oik yang begitu lucu dan menggemaskan.
“Tentu saja boleh”Oik menyerahkan anaknya dalam gendongan Obiet.
“Dia bener-bener mirip kamu Ik, cantik dan imut”guman Obiet. “Jelaslah mirip aku, dia kan anakku”Oik memukul pelan lengan Obiet.
“Hahahahaha bercanda Ik”Obiet terkekeh. Kemudian lelaki paruh baya menghampiri keduannya ternyata itu pak Budi supir Oik.
“Nyonya Oik”panggil pak Budi. Oik menoleh ke sumber suara.
“Biet maaf ya aku harus pulang dulu”pamit Oik. Obiet segera menyerahkan baby tersebut dalam pelukan Oik.
“Ya. Lagian aku juga mau balik ke kantor kok”Obiet beranjak pergi meninggalkan Oik.
Sesampainya dirumah hanya ada pembantu-pembantunya, Oik berjalan menuju kamarnya. Menidurkan babynya yang tengah terlelap.
Mengambil ponsel di tasnya dan menghubungi suaminya, tidak ada jawaban. Yang ada hanya suara operator yang berbicara dari seberang sana.
“Sabar ya sayang sebentar lagi pasti papa akan pulang untuk melihat dan memelukmu”Oik mengecup pipi mulus anaknya.
Malam mulai menjelang, Oik tiduran di kamarnya. Seseorang mengetuk kamarnya dari luar.
“Masuk saja tidak di kunci”ucap Oik mempersilahkan orang tersebut masuk. Orang tersebut masuk yang tak lain adalah pembantunya sendiri..
“Ada apa bi?”tanya Oik. “Saya cuman memberitahu kalau tuan sudah pulang dan sekarang lagi di bawah”jelas pembantu Oik.
“Betulkah itu bi”kata Oik senang, pembantunya hanya mengangguk. Oik segera turun menuju ruang tamu, di lihatnya pria yang di cintainya sudah ada disana.
“Alvin”panggil Oik. Alvin menoleh kearahnya.
“Ya???”panggil Alvin datar, kemudian beranjak dari tempatnya berdiri menuju kamar. Oik merasa aneh dengan sikap Alvin yang tiba-tiba berubah gitu.
Oik mengikutinya dari belakang, sesampainya di kamar Alvin kaget melihat seorang bayi mungil dan lucu di tempat tidurnya.
“Itu anak kita, Vin. Apa kamu tidak ingin memeluk dan menggendongnya”Oik menjelaskan.
“Aku sedang capek Oik, dan pengen istirahat sekarang”Alvin segera meninggalkan kamarnya tapi Oik mencekal tangannya.
“Apa kamu tidak ingin memeluknya sebentar Vin?”pinta Oik, Alvin melepaskan tangan Oik dengan kasar.
“Nanti saja, aku ingin tidur”kali ini Oik tidak mencegah Alvin, menatap punggung suaminya dengan sedih.
Pagi-pagi sekali Alvin sudah rapi, dan bersiap pergi lagi. Ternyata Oik juga sudah bangun lebih dulu sambil menggendong anaknya.
“Aku mau berangkat ke kantor pagi ini soalnya ada janji dengan client”pamit Alvin yang sudah bersiap di mobilnya.
“Kamu tidak sarapan dulu? Aku sudah menyiapkan semuanya”.
“Nanti saja, aku bisa makan diluar. Maaf aku buru-buru Oik”Alvin langsung menutup pintu mobilnya.
Oik mulai merasa Alvin mulai berubah, dia merasa Alvin yang sekarang adalah orang lain. Sore menjelang sesuatu banget Alvin sudah pulang lebih awal dari biasanya.
“Tumben sudah pulang jam segini?”tanya Oik begitu suaminya sampai di rumahnya.
“Iya tadi cuman sebentar habis itu makan-makan dengan teman kantor”jelas Alvin. “Mana anak itu aku mau melihatnya?”tanya Alvin, Oik tersentak kaget kata-kata Alvin barusan.
“Dia ada di kamar sedang tidur”Alvin berjalan menuju kamarnya, Oik mengekor di belakangnya.
Sesampainya disana Alvin mendekati ranjang kecil dikamar, di dalamnya tidurlah seorang bayi mungil dan cantik. Memperhatikan setiap detail wajah anak itu.
“Aku ingin kamu yang ngasih nama buat anak kita”Oik tersenyum penuh harap.
“Anak kita? Lihat saja dia sama sekali tidak mirip denganku, Oik. Aku tidak mau memberikan nama untuk dia”ucap Alvin.
“Sekarang kenapa sikap kamu jadi berubah seperti ini, aku merasa kita jauh Vin bukan seperti suami istri lagi”terlihat kekecewaan dalam setiap kata-kata Oik.
“Mungkin saja dia bukan anakku, anak ini sama sekali tidak mirip aku”kata Alvin santai.
“Jadi kamu menuduhku?”kali ini habis kesabaran Oik melihat sikap Alvin.
“Kamu merasa sekarang, sebelum kita menikah kamu dekatkan sama Obiet atasan kamu itu kan. Mungkin saja ini anak dia”kata-kata Alvin tak kalah sengit dengan Oik.
“Ya ampun Alvin kenapa kamu berfikir seperti itu, aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Obiet. Hanya sebatas atasan dan karyawan itu saja”.
“Kalau itu beneran terjadi, aku siap untuk menceraikanmu”kali ini Oik tidak menjawab lagi, ucapan Alvin malah seperti ancaman. Tanpa terasa air matanya mengalir deras.
Setelah kejadian itu Alvin pergi dan tak pernah pulang, Oik akhirnya memberi nama putrinya tersebut, Nathalani Cahaya Sindunata. Sampai suatu hari saat Alvin pulang ke rumah membuat Oik senang karena suaminya itu pulang, tiba-tiba Oik menemukan bukti pembayaran bahwa Alvin menginap dihotel dengan seorang wanita bernama Ashilla Zahrantiara. Saat Oik meminta penjelasan tentang siapa wanita bernama Ashilla ini, Alvin selalu memberikan jawaban yang tidak masuk akal.
Oik yang tidak puas dengan alasan Alvin akhirnya mencari tahu siapa wanita bernama Ashilla, dan ternyata itu adalah sekertaris Alvin. Oik datang ke kantor Alvin untuk menemui Ashilla, terjadi insiden kecil karena Oik langsung melabrak wanita itu. Alvin yang mengetahuinya sangat murka pada Oik.
PLAKKKK!!!! Sesampainya dirumah Alvin langsung menampar Oik yang menurutnya sudah lancang, Oik hanya bisa menangis.
“Beraninya kamu datang ke kantorku dan membuat keributan disana”geram Alvin.
“Jadi karena wanita itu kamu berpaling dariku dan tidak mau mengakui Lani sebagai anak kamu. Iya kan Vin”akhirnya Oik mulai berani berbicara.
“Lancang sekali kamu menunduh Shilla, baiklah kalau itu maumu. Aku akan segera menceraikan mu”ini sudah sudah kedua kalinya Alvin mengucap kata cerai, yang berarti Alvin sudah menjatuhkan talak pada Oik.
Oik memasuki kamarnya dan memilih mengalah, didalam kamarnya ia hanya bisa menangis karena rumah tangganya dengan Alvin mengalami keretakan. Hingga seminggu kemudian seorang wanita yang Oik ketahui adalah Ashilla datang kerumahnya, dan mengaku kalau dia mau meminta pertanggung jawaban pada Alvin yang telah menghamilinya. Oik berusaha mengusir wanita yang telah merebut suaminya. Alvin juga kebetulan ada dirumah, melihat Oik yang berusaha mengusir Shilla. Alvin marah pada Oik yang sudah lancang mengusir tamunya itu.
“Berani sekali kamu mengusir Shilla”kata Alvin geram.
“Jadi bener apa yang dikatakan wanita itu, dan selama ini kamu selingkuh dariku Vin. Kenapa kamu lakukan itu kepadaku”mata Oik mulai berkaca-kaca.
“Iya. Karena aku sudah tidak mencintaimu lagi, dan satu hal yang perlu kamu ingat kalau Lani itu bukan anakku kan”tegas Alvin.
“Dan kamu masih menuduhku kalau Lani adalah anak Obiet?”.
“Itu sudah jelas karena selama ini kamu memang memiliki hubungan khusus dengan dia”Oik merasa Alvin hanya mencari alasan saja.
Setelah itu Shilla sering datang kerumahnya dan Alvin menyambutnya dengan ramah, Oik yang sudah tidak tahan melihat kelakuan Alvin yang tidak menganggapnya istri lagi. Berniat pergi dari rumah yang telah ditempatinya selama satu tahun lebih. Rumah itu akan menjadi kenangan setelah ia pergi dari situ.
“Nyonya mau kemana?”tanya pembantunya saat Oik mengemasi semua pakaiannya.
“Aku mau pergi dari sini bik. Aku sudah tidak tahan melihat kelakuan Alvin”ucap Oik disertai isak tangis.
“Tuan memang keterlaluan sekali”pembantunya berusaha menenangkan Oik.
“Terus nyonya mau tinggal dimana?”tanya pembantunya. “Sementara ini aku akan tinggal dirumah kontrakan bik”jelas Oik.
Supirnya yang tidak tega melihat Oik segera mengantarkannya mencari rumah kontrakan. Rumah kontrakan yang didapat Oik kecil dan hanya ada satu kamar disebuah pemukiman padat penduduk di sudut kota.
“Maaf ya sayang mama hanya bisa menyewa rumah seperti ini, kamu pasti tidak nyaman ya tinggal disini”Oik berusaha menenangkan Lani yang sejak tadi tak berhenti menangis meskipun sudah diberikan susu.
Waktu terus berjalan, Obiet yang tidak tega melihat nasib Oik tinggal di tempat seperti itu segera mencarikan rumah yang nyaman untuk ditinggali, namun Oik menolak karena biar bagaimana pun dia masih sah sebagai istri Alvin, karena mereka belum resmi bercerai. Lagian jika Oik menepati rumah Obiet, Alvin pasti menyangka kalau ia pergi dari rumah karena mau tinggal bersama Obiet yang menurut Alvin sebagai selingkuhan Oik.
“Sebelumnya aku berterima kasih atas bantuanmu, tapi maaf aku tidak bisa menerimannya”tolak Oik secara halus.
“Kamu tahu kan kalau hubunganku dengan Alvin sedang tidak harmonis. Aku tidak mau Alvin menuduhmu nantinya”lanjutnya.
“Aku mengerti. Jika kamu butuh bantuan, aku siap membantu”kata Obiet sambil menggengam tangannya. Oik merasa terhibur sekarang, dan sesaat bisa melupakan masalah yang sedang menimpanya.
^^^
Suatu pagi di hari libur Oik sedang menyuapi Lani, tiba-tiba saja ada yang mengetuk pintu dari luar. Oik berhenti menyuapi Lani untuk melihat siapa yang datang, saat Oik membuka pintu disana berdirilah seorang pria berpakaian rapi memakai jas dan membawa map. Perasaan Oik berubah jadi tidak tenang.
“Maaf anda siapa ya? Dan ada perlu apa?”tanya Oik.
“Saya Riko Anggara pengacaranya Alvin dan ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan pada anda”jelas orang tersebut. Oik mempersilahkan orang tersebut masuk.
“Maaf sebelumnya saya kesini di tugasi Alvin untuk mengurus surat perceraian antara kalian”penjelasan Riko bagaikan petir di siang bolong yang menyambar dirinya, Oik sudah memastikan hal ini akan terjadi juga.
Riko menyerahkan surat gugatan cerai itu, Oik menerima dan membacanya dengan seksama isi gugatan cerai itu ternyata alasan bahwa Lani bukan anaknya tertulis disana sebagai salah satu bukti dan juga hubungannya dengan Obiet sebagai selingkuhannya. Setelah selesai membacanya Oik menyerahkan berkas itu pada Riko.
“Silahkan tanda tangan disini?”Riko menunjuk kolom tempat Oik menanda tangani surat tersebut.
“Saya tidak mau tanda tangan dulu, sebelum bicara dengan Alvin”jelas Oik. “Bisakah anda bicara dengan Alvin untuk menemui saya”pinta Oik.
“Baiklah saya akan mengatur pertemuan anda dengan Client saya”Riko segera mengemasi semua berkas. “Saya permisi dulu”pamit Riko.
^^^
Akhirnya Oik bisa bertemu dengan Alvin disebuah Caffe.
“Perlu bicara apalagi Oik?”tanya Alvin dingin.
“Kenapa kamu masih tidak mengakui Lani sebagai anak kamu? Apa perlu kita adakan tes DNA!”tantang Oik.
“Buat apa melakukan tes itu? Toh aku yakin dia bukan anakku. Kamu melakukan itu karena mau meminta hartaku kan, itu tidak akan pernah terjadi jangan terlalu berharap banyak”Alvin menuduh Oik yang memintanya mengadakan tes DNA hanya karena ingin mendapatkan harta Alvin.
“Kenapa pemikiran kamu seperti itu, aku hanya butuh kejelasan status Lani bukan untuk meminta harta kamu. Lagian aku bisa mencarinya”Oik mulai kesal dengan tuduhan Alvin.
“Biar semua pengacaraku yang mengatur, aku tidak bisa mengobrol lama-lama denganmu. Masih banyak yang harus ku kerjakan”Alvin mengambil map dan menyodorkan ke Oik.
“Jangan lupa kamu cepet tanda tangan disitu, biar cepet selesai”ucap Alvin. “Agar kamu bisa cepet nikah sama Shilla”seru Oik.
“Harusnya kamu berterima kasih padaku Oik, aku mau menceraikanmu dengan begitu kamu bebas menikah dengan Obiet tanpa ada yang melarang”balas Alvin. Oik tidak membalas perkataan Alvin, jika diteruskan malah akan terjadi keributan apalagi ini tempat umum.
^^^
Seminggu kemudian….
Oik dan Lani berada di rumah sakit begitu pula dengan Alvin berserta pengacaranya menunggu hasil dari tes dari labolatorium.
“Jika terbukti kalau Lani bukan anakku kamu harus segera menanda tangani surat ini. Jika postif aku akan mengakui dia sebagai anakku”jelas Alvin yang membuat Oik lega.
“Aku yakin hasilnya nanti positif karena Lani memang anak kamu Vin”ucap Oik optimis.
“Jangan terlalu yakin dulu sebelum hasilnya keluar”.
Dokter kemudian keluar membawa hasil tes DNA dan menyerahkan pada Alvin. Ternyata hasilnya negative, Oik tidak percaya dengan hasil tes tersebut yang kemungkinan sudah direkayasa. Oik terpaksa menanda tangani surat gugatan cerai dari Alvin, buat apa mempertahankan rumah tangganya dengan Alvin yang sudah tidak menyayangi dirinya dan juga Lani. Mungkin cerai jalan yang terbaik Oik terlanjur kecewa dengan sikap Alvin, setelah tiga kali sidang Oik sudah resmi bercerai dengan Alvin. Kini statusnya adalah single parent. Kini Oik harus terbiasa hidup seorang diri dengan seorang anak yang masih membutuhkan kasih sayangnya, Alvin bahkan belum sama sekali menyentuh dan memeluk Lani. Waktu terus berjalan seperti air yang mengalir. Kini Lani sudah berusia 4 bulan.
Saat hendak menyiapkan makanan buat Lani ternyata bubur dan susunya sudah habis, hari ini Oik segera ke Mall untuk membeli makanan dan kebutuhan lainnya.
Setelah keranjangnya penuh dengan barang-barang Oik hendak melangkah ke kasir untuk membayar semua. Tiba-tiba saja dari arah yang berlainan seorang pria yang terburu-buru tanpa sengaja menabrak Oik.
BRUKKKKKKKKK!!! keduanya jatuh bersamaan seluruh barang bawaan Oik berjatuhan di lantai.
“Aduhh!!!”teriak Oik. “Kalau jalan lihat-lihat dong”umpat Oik kesal kemudian memungguti semua barang-barangnya.
“Maaf aku nggak sengaja tadi, habisnya terburu-buru sih”orang itu meminta maaf sambil membantu Oik memunguti barang-barangnya. Oik sepertinya tidak asing dengan suara pria tersebut, saat mendongakan kepalanya untuk menatapnya.
“Cakka!!!”. “Oik!!!”ucap keduanya bebarengan.
“Eh maaf soal yang tadi aku lagi buru-buru soalnya”jawabnya.
“Tidak apa-apa, kamu sekarang tinggal di Jakarta lagi?”tanya Oik memastikan karena dulu selepas SMA Cakka pindah ke Jogja.
Cakka adalah teman satu sekolah Oik dulu sewaktu SMA bersama Alvin, namum Cakka kemudian pindah ke Jogja mengikuti kedua orang tuanya, sehingga Oik udah lost contact dengan Cakka. Padahal mereka dulu teman akrab, Cakka mengajak Oik makan di Restoran sambil bernostalgia ke masa-masa SMA. Mereka mulai bercerita tentang kehidupan masing-masing namun Oik tidak bercerita tentang Alvin.
“Aku harus pulang sekarang”pamit Oik saat selesai makan.
“Kok buru-buru sih padahal aku masih ingin ngobrol lama denganmu”kata Cakka.
“Lain kali saja ya kita sambung lagi”Oik mengambil barang-barangnya. “Biar aku antar pulang, tidak apa-apakan?”tawar Cakka.
“Tidak usah lagian aku bisa naik taksi kok, nanti malah merepotkan kamu lagi”tolak Oik.
“Sama sekali tidak merepotkan, boleh kan aku mengantarmu pulang. Aku sedang tidak sibuk hari ini”Oik akhirnya mau di antar pulang Cakka lagian tidak akan ada yang memarahinya.
“Kamu tinggal dimana sekarang?”tanya Cakka. Oik menunjukan alamat rumah kontrakannya. Cakka tidak terlalu hafal sudut kota Jakarta karena baru seminggu dia tinggal di Jakarta setelah sekian lama. Mobil yang di kendarai Cakka memasuki jalanan sempit, membuatnya agak kaget jika Oik tinggal di perumahan kaya gini. Sesampainya di ujung jalan mobil Cakka terpaksa berhenti, karena mobilnya tidak bisa masuk kegang yang sempit.
“Makasih ya udah nganterin aku pulang”ucap Oik setelah turun dari mobil Cakka. “Tidak perlu berterima kasih segala. Aku boleh kan mampir ke rumahmu”tanya Cakka.
“Tentu saja boleh, tapi beneran nih kamu tidak apa-apa?”Oik memastikan Cakka, takutnya jika pria itu risih melihat rumah yang ditempati Oik.
Cakka mengikuti Oik menyusuri gang yang sempit, antara rumah satu dan yang lainnya berdempetan. Cakka tidak menyangka Oik tinggal di tempat yang menurutnya tidak layak huni padahal orang tua Oik juga orang berada. Mereka sampai di sebuah rumah kecil bercat coklat.
“Jadi selama ini kamu tinggal di sini”kata Cakka tidak percaya.
“Tidak. Baru saja empat bulan yang lalu. Masuk dulu yuk”jelas Oik sambil mempersilahkan Cakka masuk.
“Oik”panggil seseorang dari luar, ternyata itu adalah tetangga sebelah rumah Oik.
“Kamu sudah pulang ya. Aku cuman mau mengantarkan Lani, dia sedang tidur”Cakka agak kaget melihat ternyata Oik sudah memiliki anak.
“Kenapa tidak bilang kalau kamu sudah menikah dan memiliki anak. Aku kan jadi nggak enak jika harus mampir ke rumahmu, entar suami kamu marah lagi”ujar Cakka. Oik tersenyum pahit membuat Cakka bingung.
“Tidak perlu khawatir gitu. aku tinggal sendirian kok disini sama Lani”Cakka semakin tidak mengerti dengan ucapan Oik.
“Maksud kamu apa? Aku masih tidak mengerti”tanya Cakka.
“Kamu tau kan kalau aku dan Alvin dulu berpacaran. Dan membawa hubungan kami ke pernikahan”jelas Oik, Cakka mengangguk mengerti. Kemudian Oik mulai bercerita dari awal pernikahannya dengan Alvin dan memiliki seorang anak yang tidak pernah diakuinya, hingga perceraiannya yang harus menjadi solusi atas semua masalah antara dia dan Alvin.
“Aku tidak menyangka Alvin akan berbuat seperti itu padamu, padahal kalian dulu romantic sekali. Sabar ya”Cakka berusaha menghibur Oik.
“Iya. Sekarang aku sudah terbiasa hidup tanpa Alvin dan mengurus Lani sendirian”Lani mulai terbangun saat mendengar suara Oik dan Cakka yang sedang mengobrol.
“Heyy….anak Mama sudah bangun ya?”kata Oik senang sambil mengecup pipi putrinya tersebut.
“Dia cantik dan imut Ik, mirip sekali dengan kamu”jelas Cakka, Oik jadi heran banyak yang bilang Lani persis dirinya. Hal itu mungkin yang membuat Alvin tidak yakin Lani bukan anaknya karena tidak mirip dengannya.
“Lucu sekali. Bolehkah aku menggendongnya”pinta Cakka. semua orang yang melihat Lani selalu ingin menggendongnya andaikan yang meminta itu adalah Alvin betapa senangnya dia.
“Oh ya Oik aku harus pulang dulu udah sore ini”pamit Cakka kemudian menyerahkan Lani pada Oik.
“Oh ya. Makasih udah mau mampir kesini”ucap Oik senang.
Semenjak kejadian itu Oik sudah mulai akrab dengan Cakka, begitu pula dengan Lani. Terkadang Cakka juga mengantar Oik ke kantornya, Oik juga tidak keberatan selama dia bekerja Cakka membawa Lani ke rumahnya dan meminta pembantunya untuk mengasuh Lani. Dan setiap sore Oik menjemput Lani di rumahnya Cakka.
Cakka juga mulai senang ia bisa begitu dekat dengan Oik, karena sesungguhnya dia menyimpan rasa suka pada Oik semenjak SMA namun tidak berani mengungkapkan karena Oik lebih memilih Alvin. Kini kesempatannya untuk lebih dekat Oik, dan tidak masalah dengan status Oik yang single parent. Kini Lani sudah berusia setahun Cakka mulai mengajarinya untuk memanggilnya Papa.
^^^
Berakhir sudah pencarian cintaku…Jiwa ini tak lagi sepi…Hati ini telah ada yang miliki…
Suatu hari di pertengahan bulan Mei Cakka mengajak Oik dan Lani ke sebuah taman kota.
“Kenapa kamu mengajari Lani untuk memanggilmu Papa?”tanya Oik bingung, setiap kali ketemu Cakka putrinya itu selalu memanggilnya Papa.
“Memangnya kenapa? Lagipula nanti Lani juga bakalan jadi anakku kan”Oik kaget mendengarkan penjelasan Cakka barusan.
“Maksud kamu apa?”tanya Oik tidak mengerti.
Cakka menggengam jemari Oik, menyakinkan wanita yang sudah lama di cintainya tersebut.
“Maukah kamu menikah denganku?”Cakka mengeluarkan kotak kecil dalam sakunya dan membukanya yang ternyata isinya adalah dua pasang cincin.
“Menikah?”.
“Iya”
“Tidak. Eh…maksudku tidak semudah itu Cakka, lagian status kita sudah berbeda”tolak Oik secara halus.
“Aku tidak mempermasalahkan status kamu yang sekarang, lagipula apa kamu tidak kasihan sama Lani dia masih kecil”ucap Cakka meyakinkan Oik.
“Bukan…Bukan seperti itu yang aku maksud. Lagian masih banyak kan gadis lain yang masih single dari pada aku”.
“Aku tidak menyukai gadis manapun selain kamu Oik, bahkan rasa ini sudah ada sejak kita masih SMA”.
“Kenapa meski aku?”tanya Oik.
“Karena aku mencintaimu, Oik”Cakka menggengam jemari Oik semakin erat dan kedua mata mereka saling berpandangan.
“Maaf aku tidak bisa memberikanmu jawaban sekarang. Aku butuh waktu untuk berfikir”sebenarnya Oik mau saja menikah dengan Cakka lagian pria mana lagi yang mau menikah dengan Single Parent sepertinya, tapi di lain sisi apakah orang tua Cakka mau menerimanya.
“Tidak masalah aku akan tunggu jawabanmu. Kapanpun kamu siap”.
Oik tidak memikirkan jawaban apa yang harus dikatakan pada Cakka, ia sedang sibuk mengerjakan proyek di perusahaannya. Sementara Obiet ingin ketemu dengan Oik namun tidak ada waktu untuk ngobrol berdua, lagipula dia ragu apakah Oik mau menerimanya atau tidak. Mencari waktu yang tepat untuk mengungkapkan.
Dan tetangganya mulai menanyakan dimanakah Ayahnya Lani karena melihat Oik yang hanya tinggal berdua saja. Memang benar dia memang harus menikah lagi, lagipula Alvin juga sudah menikah dengan perempuan yang sudah membuat rumah tangganya hancur.
Kali ini Oik mengajak Cakka kesebuah taman tanpa membawa Lani, tempat dimana dia dan Alvin dulu menghabiskan waktu bersama ketika masih berpacaran. Oik ingin mengulang masa-masa itu meskipun bukan bersama Alvin.
“Aku mengajakmu kesini, karena aku akan memberikan jawaban kepadamu”jelas Oik tanpa ragu.
“Sungguh”kata Cakka sudah tidak sabar menunggu jawaban Oik.
“Iya. Mungkin kini saatnya aku membalas perasaanmu itu padaku”ucap Oik. “Aku mau menikah denganmu, lagian bener perkataanmu tempo lalu kalau Lani butuh seorang Papa”lanjutnya. Sebuah senyum mengembang dibibir Cakka saat mendengar jawaban Oik.
“Terima kasih Oik”kata Cakka senang sambil memasang sebuah cincin di jari manis Oik, begitu pula sebaliknya.
“Tapi…”masih ada yang menganjal didalam pikiran Oik. “Kalau soal Papa dan Mama kamu tidak usah khawatir, mereka menyetujuinya kok”jawab Cakka langsung, perasaan Oik mulai lega.
Hari itu tepat tanggal 7 Juni Cakka bertunangan dengan Oik di sebuah taman, tempat dimana Oik dan Alvin juga melakukan hal yang sama. Apakah di dalam hati kecil Oik dia masih mencintai Alvin? Entahlah hanya waktu yang bisa menjawabnya.
Tiba diriku di penghujung mencari cinta…Hati ini tak lagi sepi…Kini aku tak sendiri…
Setelah itu Cakka mengajak Oik beserta Lani tinggal dirumahnya. Oik memang wanita yang rajin pagi-pagi sekali dia sudah bangun menyiapkan sarapan pagi untuk Cakka meskipun sudah ada pembantu, begitu pula Lani yang sudah bangun pagi dan meminta Mamanya untuk memandikannya. Setelah semuanya selesai kini saatnya membangunkan Cakka yang masih tertidur, membawakan segelas susu hangat. Lani mengikuti Mamanya untuk membangunkan Cakka.
Akhirnya Obiet memiliki waktu untuk ngobrol dengan Oik di Caffe dekat kantornya. Sepertinya Obiet tidak sabar ingin mengatakan sesuatu yang sudah lama ia simpan pada Oik.
“Ada sesuatu hal penting yang ingin aku bicarakan padamu”ucap Obiet memulai pembicaraan.
“Katakan saja aku siap mendengarnya”kata Oik sambil mengaduk-aduk jus jeruknya.
“Aku mengajakmu kesini karena aku ingin…”Obiet menggantungkan kalimat terakhirnya membuat Oik bingung.
“Ingin apa Biet?”tanya Oik ingin tau.
“Maukah kamu menikah denganku Oik”jelas Obiet sambil menunjukkan sebuah cincin. Oik terdiam sesaat antara kaget dan tidak percaya, menarik nafas dalam-dalam sebelum berkata.
“Menikah denganmu?”tanya Oik memastikan mungkin saja dia salah dengar. “Iya”Obiet mengangguk yakin.
“Tapi maaf sebelumnya Biet. Aku tidak bisa menikah denganmu”.
“Kenapa?”tanya Obiet.
Oik terdiam. “Aku tidak mempermasalahkan status kamu yang single parent itu”.
“Bukan…Bukan soal itu”.
“Lantas?”.
“Karena aku sudah bertunangan dengan orang lain, Biet”jelas Oik sembari memperlihatkan cincin yang melingkar di jari manisnya.
“Maaf aku tidak bisa menikah denganmu”.
Hancur hati Obiet saat mendengar penjelasan Oik, seandainya dari awal dia punya keberanian untuk mengungkapkan. Mungkin kini Oik akan menjadi miliknya, menurutnya betapa beruntungnya lelaki yang akan menikah dengannya.
Oik merasa tidak enak dan bersalah pada Obiet, tapi harus bagaimana lagi. Mendingan membatalkan yang belum terjadi dari pada yang sudah terjadi. Semenjak kejadian itu sikap Obiet menurut Oik agak berubah.
Kini Oik harus belajar untuk mencintai Cakka dan menikah dengannya bukan karena demi Lani saja, tapi untuk dirinya juga. Usia 24 tahun masih terlalu muda untuk hidup sendiri.
Tepat pada tanggal 20 November 2011. Oik dan Cakka melangsungkan pernikahan mereka dengan sederhana karena Oik yang memintanya. Obiet dengan berat hati datang kesana.
“Selamat ya Oik”kata Obiet sambil menyalami Oik.
“Terima kasih ya kamu sudah mau datang kesini”ucap Oik senang.
Obiet langsung pulang dia tidak mau berlama-lama disana, hanya bisa tersenyum pahit melihat Oik kini sudah menjadi istri orang lain lagi.
Saat aku mencoba merubah segalanya…Saat aku meratapi kekalahanku…Selama aku masih bisa bernafas…Masih sanggup berjalan...Dengarkan aku ku merindukanmu…
Setelah resmi menikah, Cakka membelikan sebuah rumah untuk Oik sebagai hadiah pernikahan mereka. Rumah itu malah lebih besar daripada rumah yang pernah dibeli Alvin.
Malam harinya Cakka dan Oik menginap disebuah hotel untuk menghabiskan malam pertama mereka.
“Kenapa meski di hotel sih, dirumah kan juga tidak masalah”kata Oik pada Cakka.
“Biar tidak ada yang mengangu kita”jelas Cakka sambil tersenyum. Dulu pernikahannya yang pertama Alvin juga mengajaknya menginap di hotel pada malam pertamanya.
“Terserah deh”
“Buruan mandi sana”suruh Cakka sambil melemparkan handuk. Oik mendekati Cakka dan mencium bibir pria itu dengan mesra, sebelum akhirnya beranjak ke kamar mandi.
Setelah selesai Oik keluar dari kamar mandi hanya dengan berbalutkan handuk ditubuhnya, mendekati Cakka yang duduk di atas kasur.
“Aku sudah selesai mandi sekarang”Oik memegang lengan Cakka. “Aku sudah tidak sabar melakukan ini padamu”kali ini tangan Oik berpindah membuka seluruh kancing kemeja Cakka, kemudian melepas pakaian suaminya tersebut.
“Iya karena kamu sudah pernah melakukannya kan”Cakka menaikan tubuhnya diatas kasur, lalu di ikuti Oik.
“Kali ini aku harus melakukannya lagi denganmu”kata Oik senang, Cakka segera menarik handuk yang menutupi tubuh Oik. Kini Cakka bisa melihat seluruh tubuh Oik tanpa busana.
Kemudian Oik menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. “Tidak masalah bagiku kalau aku yang kedua”Cakka menarik kembali selimut yang menutupi tubuh Oik. Kali ini malah nyali Oik yang ciut.
“Kamu tenang saja nggak sakitkan. Lagian kamu sudah pernah melakukannya”rayu Cakka sambil menciumi bibir Oik dengan gemas.
Oik melepaskan bibirnya dari Cakka“Bukan masalah aku. Tapi kamu yang belum pernah melakukannya”.
“Aku tidak mempermasalahkan itu Oik. Kamu tidak usah meragukanku”Cakka kemudian memeluk Oik dan menciuminya lagi dengan gemas. Napas hangat Cakka menggelitik di leher Oik. Membuatnya terkekeh geli.
“Ah, Cakka…Mmm…”.
“Aku sayang kamu”Cakka mulai membaringkan tubuh Oik ke kasur di ikuti dirinya dan menutupi tubuh mereka dengan selimut. Keduanya saling berpangutan. Oik meremas tubuh Cakka hingga membekas bagaikan luka cakaran yang panjang.
Malam itu begitu indah seperti taburan bintang di gelapnya langit hitam malam. Sinar rembulan menjadi penerang bumi kala dimalam hari. Hanya suara televise dengan volume keras yang terdengar.
____Bersambung____
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar